Yang pertama sadar adalah Bruno. Ujung jarinya menderita tremor halus yang tidak akan disadari orang lain.
"Aku mengerti. Ayo kita lakukan pengundian itu sekarang," nadanya sedikit mendesak.
Selig menilik Bruno lantas terkekeh. "Benar. Kita tidak perlu menyita lebih banyak waktu orang-orang berharga di sini."
"Bagaimanapun, manusia senang bermain dengan takdir. Kalau kita berjodoh, kau akan memilihku." Selig bertukar pandang dengan Zara.
Mark terganggu dengan kalimat Selig. "Memilihmu? Apa namamu bahkan masuk undian?"
"Mengapa namaku tidak masuk undian?"
Mark melihat Frank. "Dia juga termasuk?"
"Kak, apa kau takut akan keberuntunganku, atau dengan kesialanmu?" Canda Selig.
"Tidak masuk akal! Mengapa namamu termasuk? Sementara undian ini dilakukan untuk menjauhkannya darimu!" Hilda tidak sabar untuk memukuli Selig.
"Diam!" Resah Bruno mencengangkan Hilda.
"Mengapa kau marah padaku? Apa kau sudah gila?"
Bruno tidak menjawab tapi diam-diam melirik ketenangan Selig. Benar saja, pria itu segera berkata. "Kupikir undian ini demi kebaikan Zara. Ternyata hanya dendam pribadi kalian padaku?"
Zara menggigit bibirnya, bahkan lebih merapat pada Selig.
"Apa maksudmu? Jelas aku membicarakan—"
"DIAM!" Untaian Vena membengkak di sekitar pelipis Frank. "Masukkan namanya."
Selig memuji ayahnya dengan tulus. "Bijaksana sekali."
"Ayah!"
"Biarkan saja." Bruno menatap Selig. "Seperti katamu, manusia senang bermain dengan takdir. Bahkan jika namanya masuk, kita hanya bisa berharap pada takdir."
Selig tersenyum tidak tersenyum kemudian memanggil pelayan untuk menyiapkan bahan undian.
"Haruskah kita menggunakan kertas atau kartu?"
"Gunakan kartu." Putus Mark. "Tidak ada yang mengharapkan kecurangan beberapa pihak."
Selig tak acuh, memerintah pelayan untuk menyiapkan kartu remi dan membiarkan mereka membaca peraturan.
"Terdapat dua kotak kartu. Tiap anggota yang diundi memilih sepasang jenis kartu berbeda, dan menyimpan pasangan kartu pilihannya. Kartu yang berjenis sama akan disimpan oleh dealer untuk dikocok. Dealer akan membagikan kartu-kartu anggota yang akan dipilih oleh nona Zara. Pemenang ditentukan berdasarkan pasangan kembar yang diambil nona Zara dan kartu pegangan pada anggota yang diundi."
Kepala pelayan mempersilahkan O'Briens memilih jenis kartu mereka masing-masing. Pasangan kartu yang dipilih langsung dipisahkan untuk dipegang oleh dealer.
Zara duduk di sisi lain ruangan, menunggu dengan cemas. Takut pilihannya nanti tidak akan menyatukan dia dan pamannya.
"Paman," panggil Zara pelan. Wajahnya sangat menyedihkan dengan mata kemerahan.
Selig balas memandang Zara di tengah pengamatan keluarga. Mereka tidak repot mencurigai gerak-gerik Selig, enggan membiarkan kecurangan sekecil apapun terjadi.
"Tenang saja. Kau sudah cukup menyukaiku." Selig berbalik usai menyelesaikan kalimat itu.
Saat semua kartu berhasil dikumpulkan, suasana ruang keluarga jatuh dalam ketegangan. Suara kocokan kartu di tangan dealer menjadi satu-satunya pengisi kekosongan.
Lalu dealer menaruh tumpukan kartu di tangannya dalam keadaan terbalik di atas meja lantas menyeretnya ke samping.
"Silahkan, Nona."
KAMU SEDANG MEMBACA
Selig: The Caretaker
RomanceSelig dan Zara, seorang paman dan keponakannya. Lalu, mengapa mereka bercumbu? *** Selig O'Brien adalah seseorang yang tidak dibatasi akal sehat. Secara sederhana, dia memiliki sedikit gangguan mental...