7. Daddy

505 57 2
                                    

Enam tahun berlalu.

Selig menghabiskan waktu panjang yang menyenangkan. Sepanjang hari hanya merawat dan memanjakan Zara sampai pada hal sepeleh seperti memandikannya.

Orang waras hanya akan bertanya-tanya, di usia Zara yang ke-16 tahun ini, bahkan ibu kandung tidak akan membantunya membersihkan diri.

Pagi ini, Zara terbangun dengan kemeja longgar milik Selig. Hanya dengan pakaian dalam menutupi bagian bawahnya, dia tidak dibiasakan Selig untuk tertidur sambil memakai bra dengan alasan kesehatan.

Tangan halus Zara mencari-cari keberadaan orang lain di kasur, tapi hanya menemukan sprei dingin dengan kulitnya. Wajahnya lembab dan kemerahan, terduduk di permukaan ranjang lalu menoleh ke kanan dan kiri.

"Selig?" Panggil Zara. Dia berdiri untuk mencari keberadaan Selig. Langkahnya membelakangi jendela prancis yang dilalui sinar matahari pagi, membuat bayangan bentuk tubuh proposional Zara di balik kemeja putih kebesaran.

Sebelum dia mendorong pintu, Selig lebih dulu keluar dari kamar mandi. Dia mengenakan handuk untuk menutupi area pribadi dengan rambut basah yang meneteskan air. Dia melihat ke bawah dan menikmati pemandangan kaki panjang Zara yang seputih susu.

"Gadis kecil, sekarang kau semakin berani memanggil namaku?" Senyum jenaka Selig menunjukkan sepasang lubang manis di pipinya. Dia memeluk pinggang Zara dan membawa gadis itu ke atas wastafel.

Zara tertawa kecil sambil memeluk leher Selig. Dia menyandarkan tubuhnya pada Selig tidak peduli pantatnya telah ditaruh dengan nyaman membelakangi cermin besar.

"Kau tidak suka?" Tanya Zara dengan sedikit centil.

"Suka." Selig mengejar wajahnya yang bersembunyi malu-malu.

"Kalau begitu, tidak boleh?" Tampilan berantakan Zara dengan bagian tubuh tertentu yang berisi sebenarnya tampak vulgar. Tapi hal-hal semacam ini bukan batasan bagi mereka berdua.

"Nak, aku suka sekali sampai ingin menggigitmu." Selig menarik kemeja Zara ke atas dan membuangnya di keranjang pakaian kotor.

"Berhenti mencuri bajuku. Kapan kau akan belajar menyukai pakaian yang kubelikan untukmu?" Selig mencubit perut polos Zara.

Gadis itu tertawa geli sampai membuang kepalanya ke belakang, jadi tangan Selig segera menangkap tengkuknya sebelum menyentuh cermin.

"Ah, Paman. Jangan sentuh perutku!" Zara memegang pergelangan Selig dengan marah.

"Lalu apa yang boleh disentuh?" Selig bertanya polos. Dia menaruh telapak tangan besarnya di dada Zara lalu tersenyum nakal. "Ini?"

Zara memiringkan kepalanya, menunjukkan leher mulus dengan beberapa garis vena berwarna ungu dan biru. "Kau menyentuhnya tiap hari. Apa Paman bercanda?"

Selig membungkuk untuk mencium perut Zara. Dia memeluk pinggang ramping itu lantas menggendong Zara yang tertawa geli ke dalam bak mandi.

"Gadis kecil, suatu saat aku akan menggigit mereka dan kau tidak boleh kegelian. Mengerti?" Selig menarik pakaian dalam Zara. Gadis itu sepenuhnya telanjang saat Selig mulai mengisi bak mandi dengan air hangat.

"Kapan suatu saat itu?" Tanya Zara lalu menahan kedua tangan Selig.

Selig menarik sebelah alisnya ke atas. "Mengapa kau ingin tahu?"

"Karena Paman tidak pernah ragu-ragu kecuali mengenai hal itu. Padahal kau menyentuh tubuhku setiap hari, tapi kau takut untuk menggigit mereka?" Zara menaruh tangan Selig di dadanya, kemudian kedua tangan hangat itu meremas mereka tanpa malu.

"Aku akan melakukannya saat kau memberitahuku, bagaimana kau bisa memilih red joker dengan benar enam tahun lalu?" Selig mengambil sebuah bath bomb dan membuangnya ke dalam air.

Zara memercikkan air ke wajah Selig. "Apa kau akan menggigitku jika kuberitahu?"

Selig tidak tahan untuk tidak menggoda Zara. "Sayang, jujur padaku. Apa kau diam-diam menonton porno?"

"Tidak!" Zara segera menyangkal dengan wajah hangat.

"Begitu buru-buru? Apa kau gugup?" Selig mulai memijat lengan Zara dengan sabun cair.

"Aku sungguh tidak melakukannya! Aku selalu bersamamu, apa kau tidak percaya padaku?" Zara cemberut dengan wajah dianiaya. Menarik tangan Selig untuk mendekat padanya lalu mencium bibir pria itu dengan singkat.

Begitulah bujukan di antara mereka yang dibiasakan Selig. Sehingga pria itu tersenyum melihat bibir cemberut Zara.

"Kalau begitu, dari mana kau belajar menjadi nakal?" Bisik Selig sebelum melangkah masuk ke dalam bak mandi, duduk di belakang Zara yang segera masuk ke dalam pelukannya.

"Aku berteman di sekolah, jadi aku sedikit tahu." Zara menjelaskan dengan suara kecil. Dia merasakan benda lain di bawah sana lalu berlulut di depan Selig.

"Lagipula, milikmu sering mengeras. Aku juga pernah melihat yang seperti ini..." Zara mengecilkan volumenya di kalimat terakhir.

Namun Selig masih mendengarnya. Dia menarik pinggang Zara sehingga gadis itu kembali di pangkuannya.

"Di mana kau melihatnya?" Tanya Selig dengan pelan. Dia mengelus perut Zara sampai pada bagian tersembunyi. Gadis itu memejamkan matanya sambil mengeluh pelan.

"Temanku pernah melihatnya saat dia berada di sampingku!" Zara memeluk Selig sementara kedua kakinya menjepit lengan pamannya.

Selig tersenyum tipis, tapi pergerakannya terhenti. "Perempuan?"

Zara mengangguk.

Selig tertawa rendah kemudian mengeratkan pelukannya pada Zara saat kedua tangannya beristirahat di tempat ternyaman. Salah satu lembut dan yang lainnya empuk.

"Ada apa dengan pergaulanmu di sekolah? Kalau kau terus seperti ini, tidak lama lagi kau akan menjadi jalang kecilku." Selig mengecup bibir Zara.

Gadis itu menyembunyikan wajahnya yang memerah, walau Selig masih melihat lehernya berwarna sama. Selig bukan seseorang yang terikat pada norma atau peraturan apapun, tapi Zara masih saja tidak terbiasa dengan perkataannya yang gamblang.

"Nak, kau tersipu? Terlihat seperti tidak begitu sabar menjadi jalang kecilku." Selig bersandar di kepala Zara lebih rendah darinya.

"Aku bukan anakmu, tahu? Aku bahkan memanggil namamu! Selig!" Zara memberanikan diri membalas Selig dengan keras. Tapi pria itu malah menggigit tulang selangkanya.

"Panggil namaku lagi, dan aku akan menggigil dadamu."

Zara hampir meledak karena rasa malu. Tapi dia masih bersikeras untuk bertarung dengan Selig.

"Kalau kau terus memperlakukanku seperti seorang anak, aku akan memanggilmu 'Ayah'!"

Zara mengatakannya dengan jelas. Dan lebih tidak diduga karena Selig yang berlidah licin sampai terdiam sejenak dengan wajah terkejut.

Baru saja Zara mengira dirinya menang, Selig malah menatapnya dengan mata nakal itu. "Sebenarnya, 'Ayah' juga cukup menegangkan."

Zara belum sempat bertarung saat Selig menggigit dadanya sementara yang lain dicubit oleh tangan besarnya. Seperti sedang bermain, dia menepuk dada Zara di depan wajahnya. Itu adalah sentuhan intim yang baru bagi mereka. Sehingga Selig juga mendengar desahan jujur Zara untuk pertama kalinya. Tetapi itu tidak akan begitu mendebarkan jika saja Zara tidak meneriakkan satu kata.

"Ah, Ayah!"

Benar saja.

Dia bersemangat.

Selig menelan dengan susah payah.

"Nak, beritahu aku bagaimana kau memilih red joker dengan benar, lalu aku biarkan aku memerkosamu sekarang." Selig menyeringai dengan gairah.

11 Mei 2024

Selig: The CaretakerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang