7

0 0 0
                                    

Hujan berangsur reda. Ray baru saja menginjakkan rem tepat di depan rumah berpagar bambu. Fatih sudah tak ada di sampingnya.  Ray celingukan, hanya Inung yang ia lihat di depan mobilnya, tengah memakirkan sepeda ontelnya.

Brakkk

"Turun napa turun, jangan bengong dah." Fatih muncul di kaca kemudinya sambil menggebraknya. Ray hanya datar, dan segera keluar dari mobilnya.

"Salah masuk hutan"

Fatih mendorong Ray. "Sopan dikit, mau balik ke istana yang lo bangga-banggain itu?"

Ray berdecak sebal.

"Eh mas, mari masuk. Keburu hujan lagi!" Teriak Inung.

Fatih mengangguk, sedangkan Ray hanya mengekor pasrah.

Baru beberapa langkah, terlihat anak kecil berlari dari dalam rumah. "Mba Nung!! Simbok mba, simbok!" Ya, anak itu adalah adik Inung.

"Simbok kenapa Wan?!" Inung terlonjak kaget.

"Simbok tiba-tiba muntah mba!"

Tanpa berpikir panjang, Inung segera bergegas menghampiri neneknya.

Dua orang yang berdiri di dekat mobil, terdiam satu sama lain hampir setengah menit.

"Ray, tad.. tadi siapa yang muntah?"

"Neneknya, bukan?" Jawab Ray santai, seraya menatap sekeliling dengan ragu-ragu.

Dengan sigap Fatih menarik lengannya lalu berlari sekencang mungkin. "Neneknya sakit, bego!"

Inung langsung menghampiri simbok yang tengah terduduk di dekat pintu kamar. Awan dengan cepat menuju dapur untuk merebus air.

"Simbok, tadi ndak diminum obatnya ya?" Tanya Inung panik.

Simbok menggeleng pasrah.

Dengan perlahan, Inung memijat pundaknya untuk menstabilkan kondisi. Setelah itu, ia membaringkannya.
"Sebentar ya mbok, Awan baru rebus air dulu." Ucapnya sembari mengusap-usap tangan simbok.

Tak lama kemudian, Awan datang dengan membawa segelas air hangat untuk simbok.

Inung mendudukannya, lalu membantu simbok minum.

"Nenek lo kenapa?!"

Sontak simbok tersedak, kedua orang muncul secara tiba-tiba.  Bersamaan dengan petir yang menyambar cukup keras.

"Kalian siapa? Jangan ganggu kami!!" Awan spontan berdiri di depan kedua cowo yang masih mencoba mengatur napas.

Fatih mengangkat tangannya, sambil berusaha memahami situasi. "Saya temennya Inung. Saya minta maaf, udah ngga sopan masuk."

Awan masih mencerna apa yang dikatakan Fatih. "Saya masih ngga percay..."

Inung menarik adiknya ke dekatnya, " Wan, kamu tenang ya.. mereka temen mba nung, kok."

"Temen kamu, Nung?" Simbok menyahut.

Awan mendekat, lalu mendorong mereka dengan sekuat tenaga. "Mereka penjahat mba. Tolong pergi dari sini, kami tidak punya apa-apa!!" Teriak Awan.

Fatih bingung, sedangkan Ray menyilangkan tangannya dengan tenang.

"Awan, jangan begitu. Mereka itu temen mba nung." Awan menoleh ke kakaknya, seraya menggelengkan kepala.

"Ndak mungkin, bajunya hitam semua mba nung!" Awan
mendorongnya lagi.

Fatih terkekeh.

Ray tiba-tiba mencekal baju Awan dengan kuat. "Emang gue keliatan kek perampok, ya?"

RAINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang