I

1K 112 7
                                    

-Fantasy-

Sanji menyalakan mesin mobil, kembali mengeluarkan sumpah serapah kala rodanya tidak mau diajak bekerjasama. Salju sudah menumpuk tebal di sekitarnya, tidak mungkin baginya untuk berjalan maju. Sementara itu langit gelap dan hanya ada satu pencahayaan dari lampu mobil dan lampu jalanan yang bersinar temaram.

Ia membenturkan kepala ke kemudi, memejamkan matanya dan menarik napas dalam. Tapi udara dingin yang menusuk hidungnya membuatnya langsung merasakan tusukan tajam di kepala. Ia mengerang, merasakan denyut perih. "Ayolah! Ayo!" Sanji menginjak pedal gas namun nihil, mobil mogok.

Ia mengeluarkan ponsel dari dalam sakunya, segera mencari nomor darurat. Tapi sekali lagi, sepertinya Dewi Fortuna tidak berpihak padanya. Tidak ada sinyal di sekitar sini. Belum lagi jalanan terlihat sepi. Tentu saja sepi, orang gila macam apa yang nekat melewati jalanan kosong di tengah badai salju? Sanji, Sanji orangnya.

Ia memutar kepala, mencari cara lain. Tapi matanya kemudian menangkap sesuatu di antara tebalnya salju dan pepohonan. Ada seseorang, atau sesuatu, yang menatapnya dengan dua mata bersinar kuning. Bulu kuduknya seketika merinding. Tidak ada orang dengan iris yang bersinar.

Ia berusaha berpikir makhluk apa yang memandanginya di malam sedingin ini. Monster? Sanji dengar banyak cerita tentang mereka. Dengan kuku panjang mereka akan mencabik tubuhnya kemudian menggigiti dagingnya untuk santapan malam. Mungkin malam ini dia akan mati. Entah karena membeku kedinginan atau karena monster. Oh, oh... Dia bahkan belum sempat menyatakan perasaannya pada Nami. Dia masih muda, seharusnya dia tidak mati secepat ini. Apa 27 tahun yang ia lalui harus berakhir secepat ini, semudah ini?

Napasnya tertahan ketika ia melihat seekor harimau besar melangkah keluar dari kegelapan. Harimau itu besar, raksasa. Tubuhnya hampir setinggi sedan hitam milik Sanji. Dalam hatinya ia mengutuk segala kebetulan yang terjadi kali ini. Mulai dari mobil mogok dan sekarang seekor harimau siberia? Bukankah jenis mereka sudah sangat langka di muka bumi? Dan lagipula, habitat asli mereka ada di sekitaran Andronia dan Bridom, kenapa ada satu di kaki pegunungan Svetwitch? Orang bodoh macam apa yang melepaskan peliharaan eksotis mereka di tempat ini?!

Kini ia bertanya dalam hati, apakah ia harus menyebut dirinya beruntung atau malang?

Kaki depan hewan buas itu kemudian melangkah mendekat. Sanji semakin sadar bahaya yang dihadapinya ketika melihat wajah harimau itu tepat di depan kaca mobil.

Dilihat dari dekat, Sanji menyadari bulu hijau di sebagian bulu oranye, warna yang unik. Dan matanya tidak lagi bersinar kuning melainkan cokelat hangat. Sanji terdiam. Ini bukan waktunya ia mengagumi harimau!

Harimau itu mulai mengendus kaca mobil, membuat Sanji merasa cemas. Mendadak ia mendengar suara 'klek!' yang cukup pelan. Panik menggerogoti jiwanya ketika sadar harimau raksasa itu berhasil membuka pintunya dengan gigi. Sial, kenapa dia bisa lupa mengunci mobil!

Sanji terpaku, tubuhnya membeku di tempat. Ia biarkan tangannya diendus, lalu naik ke baju dan terakhir leher. Matanya menutup erat, berusaha tidak bergetar ketika merasakan goresan gigi pada kulitnya.

Ketika ia merasa harimau itu menarik wajahnya, Sanji membuka mata. Ia lihat hewan buas itu kini menunggunya turun dari mobil, ingin mengajaknya ke suatu tempat di antara gelapnya pohon.

Sanji menghela napas, membiarkan uap dari napasnya mengudara. Ia turun, berjengit ketika sepatunya menginjak salju basah. Kepalanya menengadah, menatap bulan purnama di antara kepingan salju yang turun disertai angin.

Ia melipat kedua tangan di bawah ketiak, menahan suhu dingin. Tanpa lupa membawa kunci mobil, dompet, dan ponsel, Sanji mulai berjalan.

His CrownTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang