Malam itu Sanji berdiri di depan kamar, tangannya menyentuh daun pintu kayu dan matanya memandangi satu kasur yang terletak di tengah ruangan. Kasur itu cukup untuk dua orang, namun mengingat Zoro yang akan tidur bersamanya membuatnya kembali mempertimbangkan kursi di lantai dasar. Mereka adalah dua pria di umur matang dengan tubuh yang terlampau besar, tunggu, tidak... Zoro lah yang bertubuh tebal dan kekar.
Ia menatap tubuhnya sendiri, bisa-bisa malam nanti satu gerakan dari sang surai hijau saja akan membuatnya melayang. Sanji menutup mata dan menarik napas sebelum melangkah masuk. Ia duduk di pinggir kasur dan mulai memandangi seisi kamar.
Ada sebuah karpet merah darah di lantai, sebuah lampu minyak antik, dan beberapa buku usang. Lalu ia mendengar derit pintu dibuka. Zoro berjalan masuk membawa sebuah bantal. Ia melemparnya hingga meninju Sanji tepat di wajah.
"Kau kasar sekali!"
"Tidurlah, hari sudah malam," Zoro berdiri di pojok ruangan, melepaskan pakaian atasnya. Api yang berkobar di dari lampu minyak membuat kulit tannya bersinar merah hangat. Lalu ia menyeret langkah menuju lemari untuk membongkar isinya.
"Luka apa itu?" Sanji bertanya ketika melihat sebuah garis melintang. Zoro hanya menatapnya singkat sebelum berganti baju. Si pirang terus menatap selagi yang berambut hijau mendekat. Tangan besarnya perlahan mendorong Sanji ke atas kasur. "Oh?"
"Tidur, jangan tanyakan apapun."
Sanji menarik selimut hingga hanya dua matanya yang tampak. "Terima kasih," Ucapnya pelan. Zoro tidak menjawab dan ikut memasuki selimut.
𝓗𝓲𝓼 𝓒𝓻𝓸𝔀𝓷
Sanji merasa sudah tidur cukup lama ketika ia membuka mata. Tapi di luar masih sangat gelap dan hawa dingin menusuk kulit pucatnya. Tempat dimana seharusnya Zoro berbaring kini sudah kosong. Sanji tidak dapat menemukan siapapun di sana. Benar-benar kosong.
Ia menatap atap, mata berkedip ketika dirasa mulai beradaptasi dengan kegelapan. Seharusnya hari ini ia bergulung di dalam selimut di kamar apartemennya, menikmati pemandangan bersalju dari alun-alun yang sudah dihias bohlam warna-warni. Tapi ia malah terjebak di dalam pondok kecil di tengah hutan di kaki gunung bersalju.
Baru saja mau melanjutkan tidurnya, Sanji dengar auman harimau bergetar tepat di atas gunung. Lalu sebuah lolongan serigala menyahut, panjang dan mencekam.
Mengerjap, ia segera bangkit. Suara itu terdengar jauh namun tetap membuat bulu kuduknya berdiri. Sanji berdiri mendekati jendela, menyingkap sebagian gorden hanya untuk melihat putih salju. Tidak ada tanda binatang buas di sekitarnya.
Tapi suara tadi merupakan pertanda bahwa kaki gunung ini menyimpan beberapa hewan liar. Hewan yang tidak seharusnya Sanji temui.
Lalu ia teringat dengan Zoro. Pria itu tidak ada di kasur. Pelan ia berjinjit menuruni anak tangga, menatap ruang tamu yang juga sama kosongnya. Apa mungkin Zoro keluar di malam selarut ini? Di tengah gelap dan dinginnya malam? Di antara hewan buas?
Oh tidak, dia gila.
Suara kayu yang berderit saat terinjak seketika membuat Sanji bergegas meninggalkan area ruang tamu. Tubuhnya tersembunyi di balik tangga, mengintip kembalinya sang surai hijau dari luar. Pria itu duduk di atas kursi yang mengarah pada perapian, menyilangkan kaki dan menggoyangkannya pelan.
"Yang kembali adalah yang terkuat... Tapi siapa?" ia mulai berbicara sendiri. Sebelah tangannya mengusap dahi, menyingkirkan helai hijau yang berserakan. Ia menarik buku catatan di atas meja dan mulai menulis.
Melihat Zoro yang begitu fokus, Sanji memilih untuk meninggalkan lokasi. Tapi kakinya yang tersandung membuatnya terpaksa mengeluarkan suara. Hampir mirip kodok terjepit, tapi jauh lebih pelan. Belum sempat berlari, Zoro terlanjur mendengarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
His Crown
Fanfiction"Apa saja yang harus kau korbankan untuk sampai pada posisi ini?" "Segalanya." . . a ZoSan fanfic By Oxodust OC from Eiichiro Oda