Sanji menyusup masuk lewat belakang istana. Seperti yang dikatakan Nami, tidak banyak orang berjaga di sana. Usopp yang mengintai dari jauh menembaki kumpulan penjaga. Laras panjang yang ia gunakan bersuara seperti angin lepas, tidak keras dan tidak mengejutkan. Tidak salah Sanji mengajak sahabatnya satu itu.
Dari belakang mereka mulai turun ke penjara bawah tanah. Tangan Zoro senantiasa berada dekat dengannya, terkadang menuntunnya dalam gelap remang ruang bawah tanah. Tapi kali ini Zoro tidak sedang menggandengnya melainkan menatap dinding selagi menuruni tangga melingkar.
"Ada apa?" Sanji bertanya, suaranya pelan dan berbisik.
"Ada darah kering," balas Zoro. "Kupikir ini kotoran biasa yang menempel di istana lawas, tapi setelah kulihat... Ini darah, dan cukup banyak," Ia terus menggoreskan kuku selagi berjalan turun.
"Aku tidak melihat apapun," sudah ia coba menyipitkan mata, tapi Sanji tidak mampu melihat apa yang Zoro lihat dalam kegelapan.
"Kau lupa?" Zoro memandang wajahnya, menampakkan iris kuning bersinar. "Aku seorang shifter," bisik rendahnya berkata selagi tangannya menepuk helai pirang Sanji.
Entah kenapa Sanji kembali ingat iris sosok harimau siberia yang menuntunnya ke pondok. Benar-benar Zoro. Mata itu benar-benar milik Zoro. Sebuah senyum tipis terlampir di atas wajahnya. Namun segaris senyumnya seketika luntur ketika mereka dengar jeritan mencekam dari bawah.
Jantung Sanji berdegup kencang ketika mereka mulai menuruni tangga seng secara perlahan namun cepat, suara itu seakan memanggilnya turun secepatnya. Tapi tidak ada yang tahu apa yang tengah menunggu di dasar sana. Berapa penjaga? Berapa orang?
"Kita sudah dekat, dua penjaga di depan," bisik Perona.
Robin mengangguk dan berjalan lebih dulu. Kaki jenjangnya menyeret senyap, tidak menyisakan jejak suara. Lalu tangannya meraih kepala salah satu penjaga sementara kaki panjangnya mengikat yang lain di bagian leher. Dengan cepat ia menghajar dua penjaga tanpa memberikan keduanya waktu untuk terkejut.
Sanji berjalan ketika tangan Zoro menggenggam miliknya. Langkahnya turun beberapa kaki dan mulai menginjak lantai beralaskan batu. Di depannya terlihat jalanan berpetak-petak menyebar, seperti labirin. "Berpisah," Zoro memberi perintah. "Selamatkan siapapun yang kalian lihat,"
Lalu tangannya ditarik lagi ke arah kiri. Penerangannya hanya berasal dari lampu obor di tiap pasang dinding bertumpuk batu. Sanji tidak mampu melihat sebaik Zoro. Tapi pria itu tetap memegang telapaknya sementara rangkaian jeritan melengking dan ramai kembali mengisi udara.
Ruang bawah tanah itu dipenuhi jeruji hitam pekat dengan pintu berbentuk tapal kuda. Tidak ada yang Sanji lihat selain tumpukan jerami kusut. Ketika tiba di perempatan, Zoro mengintip kiri, melihat empat hingga lima penjaga. "Suara menangisnya berasal dari sini,"
"Bukan jeritan?" Sanji bertanya. Ia pikir selama ini tujuan mereka adalah rintih dari pekik manusia yang tersiksa.
"Bukan," Zoro melepas tangannya, hendak menarik pedang dari belati.
"Tidak tunggu, biar aku," Sanji mengambil senjata laras panjang yang ia simpan dan berjongkok. "Lima... Lima... Fokus," ucapnya pelan, jari menari di samping pelatuk. Ia harus membunuh mereka. Tepat di jantung... Jantung... Kepala...
Perlahan Sanji merasakan hangatnya tangan Zoro di bahunya. "Fokus, kau bisa," telapaknya menguatkan pundak.
Dan Sanji berakhir melepaskan lima peluru secara tepat, dalam sekejap meraih nyawa kelima penjaga. Napasnya terdengar berat ketika mengangkat senapan. Lalu ia berdiri, tersenyum pada Zoro sebelum berlari mendekati penjara.

KAMU SEDANG MEMBACA
His Crown
Fanfiction"Apa saja yang harus kau korbankan untuk sampai pada posisi ini?" "Segalanya." . . a ZoSan fanfic By Oxodust OC from Eiichiro Oda