Masalah yang disampaikan Zoro semalam suntuk membuat Sanji terjaga. Hisapan di jarinya masih terasa membara, membekas di antara dingin malam bersalju. Api dari lentera minyak telah ditiup mati, menyisakan sinar rembulan yang masuk lewat celah kusen jendela. Matanya berkedip, mulut membisu. Ia tidak menyangka ada bangsa lain yang tengah berperang di antara eksistensi manusia. Mereka hidup berdampingan, beberapa bahkan menduduki jabatan tinggi. Terlebih lagi seorang raja yang kini menduduki singgasana adalah shifter.
Sanji pernah sekali melalui istana itu. Letaknya di atas perbukitan, menanjak dan berbatu. Berkali-kali ia hentikan mobilnya dan berdoa pada siapapun yang mendengarnya agar mobil tetap kuat melaju. Lalu ia berhenti di depan gerbang, memandangi kastil kuno yang berdiri tegak dengan bendera negara berkibar.
Ketika ia tenggelam dalam ingatan tentang istana di puncak bukit, Sanji tidak tahu kenapa tetapi bulu kuduknya sontak berdiri. Ia yakin mendengar sesuatu tengah mencakar dinding kayu kabin. Suaranya lemah namun nyata. Pelan ia berjinjit, menatap sosok Zoro yang berbaring di samping kasur. Tangannya perlahan menyentuh rambut hijau, sedikit tersenyum mengingat pria itu menumpahkan semua rahasia padanya seaksn sungguh mempercayainya. Dan ia benar telah percaya kepada Sanji.
Tangan pucatnya memutar kenop pintu, mendorong kayu itu, harap-harap tak terdengar decit engsel. Lalu ia menuruni tangga, menyusuri ruang tamu yang kosong dan dingin tanpa sedikit pun nyala api. Birunya melirik keluar jendela, hanya menemukan pemandangan yang sama gelapnya dengan tempat yang ia diami.
Tapi suara itu datang lagi, lebih lemah, lebih lamban.
Sanji berjalan melalui penyekat bambu, pergi menuju dapur. Sebuah korek yang bersandar di atas counter ia ambil, menyalakan satu batang kayu untuk menghidupkan nyala api dari cawan kuningan. Jarinya melingkar di pegangan cawan, kaki bergerak selagi mengintai waspada.
Ia membuka pintu, sedikit bergidik begitu merasakan dingin yang berhembus di perpotongan lehernya. Kepalanya ditolehkan ke sekitar, memandangi tumpukan salju yang tampak abadi.
Sampai ketika ia menemukan bercak darah di atas putih.
Tanpa alas kaki, Sanji melangkah cepat, membawa api yang tetap berkobar walau ditimpa angin. Lalu pandangannya jatuh pada seekor serigala bersimbah darah. Dengan cepat ia menjatuhkan cawan, membiarkan apinya lenyap dimakan salju.
"Hei?!" tangannya merengkuh tubuh yang tergeletak jatuh. Perlahan kedua matanya melihat langsung wujud dari sang serigala dengan jelas. Bulu sewarna jelaga tergantikan oleh kulit. Beberapa sayatan nampak jelas di antara gelapnya malam. Di bawah rembulan yang masih pula bersinar terang, Sanji menarik napas dalam dan mengangkat tubuh yang dua kali lipat jauh lebih besar darinya. Lalu ia membuka pintu dan membawanya masuk.
Di luar salju kembali turun.
𝓗𝓲𝓼 𝓒𝓻𝓸𝔀𝓷
Ia memeras kain berisikan air suam-suam kuku. Dengan telaten Sanji membersihkan luka, sedikit berjengit ketika mendengar rintih, ikut merasakan perih. "Tahan sedikit lagi," ujarnya sembari mengangkat selimut yang menutupi bagian tubuh ke bawah.
Api dari tungku perapian sudah dinyalakan. Suara gemericiknya mengisi sunyi senyap. Selagi Sanji mempersiapkan perban, ia dengar tangga kayu dalam kabin berdecit. Wajahnya ditolehkan, mulai terdiam ketika melihat tubuh besar Zoro berdiri. Tapi ia kembali bekerja.
"Aku menemukannya di luar," perban mulai dililitkan. "Terluka tapi bukan luka tembak," lalu mengikatkan ujung kain putih. "Pedang? Pisau? Aku juga tidak tahu,"
Zoro tidak berkata apapun dan kakinya melangkah mendekat. Sanji dapat merasakan tubuh itu membayanginya, membelakanginya. "Kau... sedang apa?" lalu bertanya.

KAMU SEDANG MEMBACA
His Crown
Fanfiction"Apa saja yang harus kau korbankan untuk sampai pada posisi ini?" "Segalanya." . . a ZoSan fanfic By Oxodust OC from Eiichiro Oda