Tidak masuk akal. Garis keturunan simbol perdamaian seharusnya sudah mati. Bukankah Penguasa Agung tidak pernah terdengar lagi? Bukankah sudah lama sejak bangsa harimau berkuasa? Kenapa mereka baru muncul sekarang? Setelah ratusan kematian, setelah banyak pertumpahan darah, kenapa ia baru muncul sekarang.
Semua akan kembali ke asal, dan yang kembali adalah yang terkuat dalam sejarah. Dari percampuran raja sejati dan sang mahkota, terbentuklah matahari dan bulan.
Ramalan itu kembali terlintas di benaknya. Napasnya sesak, pandangannya buram ketika melihat si pirang. "Simbol perdamaian? Aku tidak pernah mendengarnya..." Sanji bersuara.
"Simbol perdamaian adalah anak dari keturunan harimau dan manusia... Sanji, siapa sebenarnya orang tuamu?" Perona bertanya, suaranya pelan dan lambat.
Yang berambut pirang mengernyit. "Sora dan Judge, hanya manusia biasa," ia mengendikkan bahunya. Dari balik helai pirang birunya menatap Zoro, entah berharap atau bertanya. Tapi iris yang bersinar bagai safir itu mengatakan bahwa ia membutuhkannya.
"Kemungkinan besar darah simbol perdamaian sebelumnya mengalir juga di darahmu," Robin berkata, tangan menutup buku bersampul cokelat. "Apa yang kau lihat, Perona?"
"Akan terjadi peperangan... Sanji juga berada di sana, di samping Zoro. Penglihatanku berhenti ketika Sanji tertembak,"
Tertembak. Sama seperti yang dilalui Kuina. Seperti yang membuat kekasihnya mati, menjadi satu dengan tanah dan darah, menjadi satu dengan alam. Ia tidak lagi bergerak, tidak tertawa, bagai batu serta kayu.
Tidak, ia tidak ingin peperangan itu melibatkan Sanji. Pria itu bukanlah siapa-siapa. Bukanlah orang yang harus berkorban. Bukan juga sosok yang akan mendampinginya menjadi raja.
Sanji mendadak memecah sunyi dengan bertanya, "Apa maksud dari simbol perdamaian? Maksudku, esensinya atau ya semacam itu, aku tidak pandai merangkai kata..." pipinya bersemu karena dingin dan tangannya mengibas.
Robin menyipitkan mata dan tersenyum kecil. "Menjadi seorang simbol perdamaian sama dengan mampu membuat raja harimau menjadi Penguasa Agung, seorang shifter yang memiliki kuasa untuk memerintah seluruh shifter di segala penghujung dunia,"
Bibir merah mudanya membentuk 'o'. "Maksudmu Zoro bisa mendapatkan takhta mutlak tanpa harus berperang?"
"Tepat," kali ini Perona yang menjawab.
"Ba-bagaimana caranya?"
"Pernikahan, perkawinan, Zoro harus membuat tanda di tubuhmu," sahut Ace.
Dari netranya Zoro mampu melihat Sanji tengah menimbang. Pria berambut pirang itu menunduk, lalu mengangkat kepala dan kembali menunduk. Tapi Perona tidak mengatakan apapun ketika tangannya bersentuh. Sebuah senyum kemudian terukir di wajah berbingkai merah muda. "Masa depan telah berganti," dan senyumnya luntur bagai secercah api yang ditiup mati. "Tapi kau harus melalui banyak rintangan,"
"Tidak masalah, asal aku bisa membantu,"
Mata Perona lalu beralih kepadanya. Zoro menggeritkan gigi, mendengarkan gemeretaknya melalui gendang telinga. "Tidak, kau tidak akan membantu," ucapnya, menimbulkan tarikan napas terdengar kencang.
"Kenapa?" Sanji mengerutkan keningnya. Dua tangannya mengepal.
"Dia bisa membantumu, Zoro, membantu kita."
Mendengar Perona berkata seperti itu membuat Zoro tertegun. Kita. Sanji mampu membantu semua orang yang ia kenal di kaki pegunungan ini. Pria itu mampu memberikan proteksi yang tidak dapat ia berikan. Ia mampu menjadi perisainya, jadi segala yang ia butuhkan.
Tapi Zoro tidak membutuhkannya. Tidak menginginkannya. Ia tidak ingin memberi tanda di tubuh Sanji. Tidak ingin memeluk Sanji. Tidak ingin berpaling dari Kuina dan menatap iris biru laut itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
His Crown
Fanfiction"Apa saja yang harus kau korbankan untuk sampai pada posisi ini?" "Segalanya." . . a ZoSan fanfic By Oxodust OC from Eiichiro Oda