9

0 0 0
                                    

Lulu sudah bersiap-siap mengenakan setelan hitam untuk ke kampus padahal jam masih menunjukan pukul enam pagi tapi Lulu sudah bergegas ingin pergi bahkan disaat Lala dan mamanya belum bangun ia sudah mandi tak perlu menunggu Lala yang lama di kamar mandi.

Lala yang baru bangun segera bergegas keluar kamar untuk menyiapkan sarapan seperti biasanya namun betapa terkejutnya Lala saat berpapasan dengan Lulu yang sudah rapi.

"Lu!" Heran Lala dan melihat jam masih menunjukkan pukul enam tidak salah lihat.
"Kamu jam segini udah rapi! Mau kemana?" Tanya Lala menyentuh lengan Lulu memastikan bahwa yang dilihatnya nyata.

Wajah Lulu tampak marah melihat Lala, dadanya berkobar membuat darahnya mendidih. Menghempaskan tangan Lala dengan kasar dan pergi begitu saja.

Lala hanya bisa terdiam mendapatkan perlakuan kasar dari adik kembarnya, bukan pertama dan bukan juga waktu sebentar. Hampir sepuluh tahun Lala mencoba memperbaiki hubungannya dengan Lulu namun selalu nihil.

Angin masih terasa menusuk ketika menabrak wajahnya bahkan di beberapa tempat masih terdapat embun namun Lulu semakin mengencangkan laju motornya berharap mendinginkan darahnya yang mendidih dan jantungnya yang berdegup kencang. Wajahnya yang tegang mulai mengendur kala ia bingung harus mengendarai scotter kesayangannya kemana.

Kampus jam segini belum ada yang datang bahkan satpam shift malam pun masih mencuci mukanya. Leon dan Restu sudah pasti belum siap apalagi Sheila mungkin masih tidur dengan piyama merah mudanya.

Pergi tanpa tujuan sudah biasa Lulu lakukan kala merasa tidak sanggup kali dengan kepengapan di rumahnya. Saat merasa lelah semua orang pulang ke rumah berharap bisa mengisi daya tubuhnya namun berbeda dengan Lulu yang justru mendapat sesak itu dari rumah.

Kalau saja bukan karena amanat almarhum ayahnya yang menyuruhnya untuk tetap bersama dan menjaga mamanya dan Lala mungkin Lulu sudah melalanglang buana entah kemana sejauh mungkin dari rumah.

Lala benar-benar heran dengan Lulu yang pergi pagi buta tidak seperti biasanya namun kendati memikirkan Lulu kini ia sedang membuat nasi goreng untuk kekasihnya. Pacar pertama yang membuatnya merasakan dunia begitu indah bahkan semalam hampir saja Lala tidak bisa tidur. Terus terbayang saat Reno menyatakan cinta padanya. Sungguh ia tidak ingin semua itu hanya mimpi.

Nasi goreng pertama yang di buat sedemikian enak agar tidak mengecewakan kekasihnya. Lala membuat banyak list untuk ia lakukan bersama dengan Reno berharap satu persatu dapat mereka wujudkan tanpa campur tangan kanker yang mengganggunya.

Penyakit yang ingin Lala lawan sepenuhnya karena Reno. Mungkin alasannya bertahan sejak dulu hanya mamanya namun sekarang ia menjadi lebih semangat karena satu irang lagi alasan ia harus tetap di dunia ini. Reno! Kekasihku!

Lulu duduk di taman melihat sekitar hanya ada tukang sapu jalanan sedang membersihkan sampah sisa makanan orang-orang bahkan banyak sekali bungkus eskrim berserakan. Yah memang eskrim sore hari itu yang terbaik untuk dinikmati apalagi bersama orang uang kita harapkan.

Eskrim itu hanya terbuang bungkusnya saja namun kenangannya masih melekat kuat dalam ingatan. Lulu jadi tahu mengapa penjual eskrim itu datang membawa kebahagiaan walau banyak pula yang pastinya akan membenci eskrim itu karena kenangannya yang buruk.

Alih-alih mengingat eskrim Lulu pergi  dari pada terus mengenang kenangan yang pahit.

"Mah aku berangkat yah." Pamit Lala sambil membereskan bekal makanan yang sejak pagi ia buat.

"Kan masih pagi sayang, lagian kamu belum sarapan." Tanya Lastri heran.

"Aku udah bawa bekal buat sarapan aku sama Reno."
"Reno udah di bawah mah mau nganterin aku ke kampus." Wajah sumringah Lala membuat Lastri ikut tersenyum.

"Yaudah hati-hati dan jangan lupa minum obatnya yah." Nasihat Lastri.

Lala pergi setelah mengangguk dan mencium tangan mamanya. Ia bergegas untuk turun menemui Reno di dalam mobil. Senyum dari keduanya tak lepas kala bertemu bak sepasang kekasih yang sedang kasmaran.

"Aku bikinin nasi goreng buat kita sarapan." Ujar Lala.

"Yaudah kita makan dulu nasi gorengnya di taman yah." Seru Reno dan Lala mengangguk lalu mereka pergi.

Keduanya sedang di mabuk asmara masih ragu untuk berpegang tangan namun bertaut juga walau dingin karena gugup.

Seharian ini Lulu tampak tidak bersemangat bahkan Lulu memilih diam di kelas saat istirahat, tidak seperti biasanya yang semangat untuk berburu siomay di kantin.

Leon, Restu dan Shila pun tidak dapat menghibur Lulu kali ini. Biasanya Shila yang selalu mengembalikan mood Lulu namun kali ini pikirannya di penuhi amarah yang membendungnya.

"Lo mau kemana?" Tanya Leon saat Lulu hendak menyalakan motornya.

"Gatau!" Jawab Lulu dan pergi meninggalkan Leon begitu saja sedangkan Restu dan Shila sudah pergi lebih dulu untuk nonton bioskop.

Lulu tidak ingin pulang dan tidak juga punya tujuan. Ia tidak punya tempat untuk menenangkan hatinya yang sekarang entah sedang merasakan apa.

Leon yang khawatir mengikuti Lulu dari belakang, Lulu sudah tiga kali berkeliling taman sampai akhirnya ia pergi menuju danau dan berhenti. Danau yang sepi bahkan jauh dari jalan utama membuat Leon bertanya-tanya apa yang sedang direncanakan Lulu.

Leon perlahan menghampiri Lulu yang duduk di batu besar pinggir danau.

"Lu."

"Leon! Lo ngikutin gue?" Lulu tersentak saat melihat Leon di belakangnya.

"Gue khawatir sama lo karena dari pagi lo gak ada semangat hidup gitu."
"Lo ngapain disini?" Leon duduk di samping Lulu.

"Gue lagi pengen sendiri Le."

"Kenapa Lu?" Leon menggenggam tangan Lulu.

Genggaman tulus dari seorang sahabat yang selalu tahu kalau Lulu sedang kenapa-kenapa. Lulu menyenderkan kepalanya di pundak Leon. Sungguh ia sedang bimbang sekarang.

"Menurut lo gue cewek kayak gimana sih?"
"Gue emang gak pantes bahagia yah di dunia ini?" Tanya Lulu.

"Kok lo ngomong gitu." Leon semakin menggenggam erat Lulu yang sedang memandang jauh air danau yang tenang.

"Gue ngerasa sia-sia hidup di dunia ini Le."

"Mungkin lo masih butuh waktu buat mencapai kebahagiaan itu Lu."

"Sampe kapan Le?" Lulu menengok ke arah Leon menuntut jawaban atas hidup dua puluh tahun yang ia rasakan seperti di neraka setiap harinya.

"Sampe lo nemuin orang yang tepat untuk bisa bikin lo bahagia."

Jawaban Leon membuat Lulu puas. Mungkin Reno bukan orang yang tepat, ia hanya terlalu cepat menaruh ekspektasi pada Reno.

Kali ini Lulu sudah dapat tersenyum kembali setelah Leon dapat menenangkannya. Lulu merasa lelah dengan masalah yang tidak hentinya di rumah. Rasa di abaikan di rumah membuat Lulu kesepian butuh teman untuk bercerita, ia pikir Reno akan menjadi orang itu namun lagi-lagi Lulu merasa kecewa.

Leon tahu kesepian dan kesakitan Lulu walau ia selalu mencoba menutupi kepahitan itu sekalipun dengan penampilannya yang selalu menunjukan baik-baik saja namun Lulu tetap gadis lemah yang butuh seseorang sebagai pegangannya. Leon selalu berharap menjadi pegangan untuk Lulu walau ia tahu kalau Lulu hanya menganggapnya sebagai sahabat.

LaLu StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang