31^ Cinta itu Pilihan

23 0 0
                                    

Now playing| Ziva Magnolya - Pilihan Yang Terbaik

Selamat membaca :)

Budayakan vote sebelum membaca dan komentar setelah selesai membaca.

***

BAGIAN TIGA PULUH SATU || CINTA ITU PILIHAN

Kadangkala kamu harus melihat ke atas dan hanya mengatakan terimakasih atas apa yang kamu miliki.

***

Aldi melayangkan pandangannya tepat ke arah pintu masuk taman. Menunggu gadis yang selalu saja berhasil membuatnya tak karuan. Dan acara menunggu hari ini rasanya jauh lebih menyebalkan dari biasanya. Jarum jam panjang di arloji yang melingkar di tangan kirinya seakan tak beranjak. Padahal baru sekitar sepuluh menit ia menunggu, itu pun ia sampai lima belas menit lebih awal dari waktu yang ia janjikan pada Kinan.

Tatapan tak terbaca ya kini beralih pada mata Teddy Bear berukuran cukup besar, berwarna cokelat muda yang didudukkan di sebelahnya. Mencari kemantaban hati yang sudah dibangunnya. Ia laki-laki, seorang pengambil keputusan. Kodrat.

"Sorry Al," ucap suara yang sudah sangat tidak asing di telinga Aldi, nafasnya tersengal pertanda cukup berat usaha yang ia lakukan untuk mencapai tempatnya sekarang.

"Buat kamu," tanggap Aldi tak acuh pada permintaan maaf Kinan. Ia mengulurkan boneka yang sudah setia menemaninya menunggu. Senyuman manis terukir di bibirnya, menyamarkan segala dilemanya.

Mata Kinan berbinar menerima pemberian Aldi. Boneka memenggemaskan itu ia peluk erat-erat. Senyum lebar terpoles di bibirnya.

"Jadi mau kemana kita?" tanyanya antusias, persis seperti bocah.

"Kemana kamu mau," jawab Aldi. Dan selalu, kebahagiaan gadis ini mutlak menjadi bahagianya juga. Ia menyodorkan tangan kokohnya ke hadapan gadisnya, menanti untuk disambut.

"Pantai!" seru Kinan bersemangat. Tanpa ragu ia meraih tangan Aldi dan menariknya. Berjalan menyusuri jalan setapak taman penuh canda. Taman tempat mereka pertama berjumpa, tempat yang dipilih Aldi untuk mengawali rencana besarnya hari ini.

***

Entah berapa lama waktu yang mereka habiskan untuk berkejaran satu sama lain, kalah dengan gulungan ombak. Dan semua gelak tawa yang sudah tercipta. Gundukan pasir tak beraturan yang mereka sebut istana pun sudah luruh, rata kembali oleh gelombang yang mulai pasang.

Aldi merebahkan tubuhnya di atas butiran pasir putih asal-asalan. Di atasnya langit sudah merona kemerahan. Salah satu hal yang paling membahagiakan dalam hidupnya, setelah hari-hari lain. Hari dimana ia berada bersama gadis yang kini duduk tepat di sebelahnya, memandangi ufuk barat dimana rajanya hari akan sekejap beristirahat untuk kembali bertugas esok hari.

"Kamu mau ngomong apa Al?" tanya Kinan tanpa mengalihkan pandangannya dari lukisan indah Tuhan di hadapannya.

Aldi menghela nafas, ia tahu semakin lama ia menunda semuanya semakin lama juga semua tersakiti. Ia Kinan dan juga Raffa.

"Aku selalu belajar buat mencintai kamu," Aldi menegakkan tubuhnya, merapat pada Kinan. Ditatapnya gadis cantik itu dengan tatapan yang sulit diartikan, bahkan oleh Kinan sendiri. Orang yang merasa sangat mengenal Aldi. Tangan kokohnya ia letakkan di atas puncak kepala Kinan dan dibelainya penuh kasih sayang, tak merasa terusik dengan kuatnya angin yang terus berusaha menerbangkan helaian rambut indah pujaannya.

Trilogi[1] Pelangi di Malam HariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang