19^ Secercah Harapan

7 0 0
                                    

Now playing| Pasto - Aku Pasti Kembali

Selamat membaca :)

Budayakan vote sebelum membaca dan komentar setelah selesai membaca.

***

BAGIAN SEMBILAN BELAS || SECERCAH HARAPAN

Terkadang orang yang paling menyakitimu adalah dirimu sendiri.

***


Jam yang bertengger di dinding sudah menunjukan tepat pukul sembilan malam. Raka masih termenung di atas tempat tidur memikirkan bagaimana caranya membatalkan pertunangan Dira dengan Davian. Ia sadar tak banyak waktu yang ia miliki untuk melakukan hal itu.

Kembali, setelah sebelumnya beberapa kali ia lakukan. Raka menghela nafas kuat-kuat membebaskan rasa penatnya. Sampai pantulan cahaya lampu kamar yang cukup terang memantul pada sebuah benda yang terbuat dari logam kecil yang ada di meja kecil tepat di samping bedanya menyita perhatiannya. Sebuah kunci, benda yang tak asing lagi untuknya. Kunci mobilnya yang sempat ayahnya tinggalkan tadi siang.

Sebuah ide tiba-tiba saja terlintas di benaknya. Tak ada cara lain, pikirnya.

"Aw...." Pekik Raka tertahan saat dengan paksa ia mencabut jarum infus yang tertanam di tangannya.

Tak ingin membuang-buang waktu lagi, Raka segera mengganti pakaian pasien rumah sakit yang dikenakannya dengan hodie dan celana jeansnya. Kemudian ia bergegas meninggalkan rumah sakit itu, dengan satu tujuan pasti, Dira.

***

Mobil itu melaju membelah jalanan yang mulai senggang karena penggunaannya mungkin sudah mulai didekap sang mimpi. Sesekali mata sayunya menatap ke langit gelap yang memayungi bumi malam ini. Cerah, bahkan sangat terang . Tetapi tak sebutir intan pun yang biasanya menghadirkan percikan binarnya untuk sekedar memberi cerca keceriaan di langit yan muram malam ini.

Kembali, setelah entah sudah berapa kali hal ini ia lakukan, pemuda tampan itu menghela nafas, sedikit semangat yang ia harapkan tak ia dapatkan. Matanya yang masih sedikit sayu dan pucat itu beralih pada gedung-gedung dengan pencahayaan berlebihan yang membingkai jalanan. Light polution, polusi cahaya, cahaya buatan -cahaya lampu- yang mengalahkan cahaya kecil dari kilauan butiran bintang sehingga walaupun tak tertutup mendung, bintang tak mampu menunjukan cahayanya untuk setiap insan yang menantinya.

Raka -pemuda tadi- melirik ke arah jarum jam yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. Lebih dua puluh menit dari pukul sepuluh malam. Masih terlalu sore untuk menjalankan misinya. Rumah besar milik keluarga Pradipta pasti masih dipenuhi para penjaga yang masih waspada. Terlebih dari tempatnya berada sekarang, hanya membutuhkan waktu sekitar lima menit untuk sampai di kediaman orang terpandang itu.

Sebuah ide kini melintas di kepalanya. Sesuatu yang mungkin akan menjadi pemanis malam ini, sedikit memberi warna cerah pada ruangan gelap yang akan segera dimasukinya, dan entah terletak di mana dan bagaimana ujung ruangan itu. Segera Raka memutar laju kendaraannya ke sebuah tempat yang sering ia kunjungi dulu.

***

Malam semakin larut dan Dira masih terjaga. Mata indahnya terasa sangat sulit terpejam. Banyak hal yang kini berkecamuk dalam pikirannya. Hal-hal yang saling berhubungan satu dengan yang lain, namun belum tentu bila yang  satu terselesaikan maka yang lain akan turut usai.

Dan satu hal yang paling mengusik pikirannya adalah keadaan Raka saat ini. Kekhawatirannya pada sang pangeran hati. Masih Dira ingat betul raut pucat milik kekasihnya itu saat terakhir kali mereka bertemu. Darah yang tiba-tiba saja menyembur dari mulut Raka. Hal-hal yang menegaskan jika pria itu  tidak dalam keadaan yang baik-baik saja. Bagaimana Davian bisa mengatakan jika Raka tidak kenapa-napa?

Trilogi[1] Pelangi di Malam HariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang