28^ Tokoh Antagonis?

12 0 0
                                    

Now playing| Dygta - Kesepian

Selamat membaca :)

Budayakan vote sebelum membaca dan komentar setelah selesai membaca.

***

BAGIAN DUA PULUH DELAPAN || TOKOH ANTAGONIS?

Aku tahu bahwa hujan tidak lagi berguna bagi pohon yang sudah mati.

***

Have I ever told you

I want you to the bone?

Have I ever called you

When you are all alone?

Sayup suara merdu itu tertangkap pendengaran gadis manis yang tak sengaja melewati selasar depan ruang musik untuk menuju toilet. Membuat tubuhnya kembali menegang. Langkahnya tiba-tiba saja terhenti, tak mampu lagi bersikeras jika ia tak terikat pada segala yang ada pada pemilik suara merdu itu. Suara yang melengking manis pada ujung bait benar-benar menjadi sebuah magnet statis yang memaksa siapapun pendengarnya untuk memujanya.

And if I ever forget

To tell you how I feel

Listen to me now, babe

I want you to the bone

I want you to the bone, ooh, ooh, ooh, ooh

I want you to the bone, oh, oh, oh, oh

"Suara siapa Ra?" Tanya Sinta setelah tersadar dari ketersimaannya, ia yang juga sedang berada bersama Dira. Sama sekali ia belum pernah mendengarkan suara malaikat itu sebelumnya.

"Raka," jawab Dira sangat lirih bahkan Sinta pun hanya mengetahui jawaban atas pertanyaannya dari gerakan bibir mungil sahabatnya.

"Serius?" Pekik Sinta sambil melebarkan mata sipitnya, membentuknya menjadi bulat penuh. Namun dengan segera, Dira membekap mulut sahabatnya itu agar seseorang yang sedang menjadi objek pembicaraan mereka tidak menyadari keberadaan mereka. Kemudian Dira menggerakkan kepalanya naik turun mengisyaratkan apa yang dikatakannya tidak salah dan ia tidak bercanda sama sekali.

Dari celah tipis dari sedikit sisa daun pintu yang terbuka, Dira dapat melihat Raka duduk tepat di bawah stage kecil dengan gitar di pangkuannya, jarak mereka tidak terlalu jauh, bahkan hingga Dira dapat memastikan jika mata Raka sedang terpejam. Nampak ia sangat lelah, entah karena apa. Gadis manis itu terhanyut, memanfaatkan kesempatan kecil ini untuk memuntahkan segala rasa yang selalu ia coba tahan kuat-kuat, segenap rindunya pada sosok arogan itu.

Sungguh, Dira benci saat seperti ini. Saat pasukan rindu dan serdadu benci berkonspirasi menyiksanya habis-habisan. Saat kedua rasa tersebut seakan menghakiminya, menyalahkan hal apa saja yang ia perbuat. Ia diam, ia memberontak, namun ada hendak dalam hatinya untuk segera memeluk pria yang masih menghuni tahta tertinggi hatinya. Namun, jika ia memilih kembali berdiam pada dekapan Raka, egonya tak akan meluluskannya begitu saja, enak sekali hidup Raka jika kesalahan sefatal itu tak mendapat ganjaran sama sekali.

Dira terhenyak saat ia mendapati tiba-tiba saja kelopak mata Raka terbuka. Tak sengaja membangun kontak dengan bola mata pekatnya. Dan selalu saja, bahkan saat ini, ia selalu kalah dengan Raka jika jendela hati mereka itu beradu. Seperti magnet bumi yang tak pernah mengijinkan apa yang berpijak di atasnya untuk meninggalkannya, sedahsyat itu lah daya tarik sinar mata Raka  untuk Dira, gadis itu bahkan tak mampu lagi mengalihkan perhatiannya.

Trilogi[1] Pelangi di Malam HariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang