16^ Raka Sakit

13 1 0
                                    

Now playing| Stevan&Brisia - Ternyata Hanya Kamu

Selamat membaca :)

Budayakan vote sebelum membaca dan komentar setelah selesai membaca.

***

BAGIAN ENAM BELAS || RAKA SAKIT

Takdir sengaja dibuat rahasia diluar batas mampu manusia, agar yang berjuang tidak hilang semangatnya.

***

Ruangan ini kembali menjadi saksi bisu terpendarnya kembali senyum di wajah Raka. Walaupun saat ini senyum itu harus terlukis di bibirnya yang begitu pucat, namun tidak terelakkan jika rona bahagia benar-benar tergambar dari sorot matanya saat mendapati sosok Dira yang sedang duduk manis di kursi piano.

"Dira!" Seru Raka walaupun dengan suaranya yang masih sedikit parau sambil berlari menyongsong Dira yang sudah berdiri menyambutnya.

Air mata Dira juga seketika berubah saat mendapati Raka berdiri di bang pintu. Ia segera berdiri menyambut pangerannya.

"Aku kangen kamu Ra!!!" Ucap Raka sambil memeluk Dira erat-erat seakan tak ingin lagi terpisah.

"Aku juga," balas Dira sambil membalas pelukan Raka.

Sinta memilih diam menyaksikan adegan romantis di hadapannya, tak ingin menggangu sedikitpun. Ada satu rasa haru melihat adegan yang disuguhkan Raka dan Dira, ada rindu yang begitu besar disana terpancar dari keduanya. Setitik air bening mengalir dari sudut mata sipitnya, wujud keterharuannya, air yang sebening dan setulus doanya untuk sang sahabat agar terus bisa berada di dalam dekapan sang kekasih.

Dengan sedikit mengendap-endap, Sinta meninggalkan keduanya keluar ruangan agar mereka lebih bebas berbicara dari hati ke hati dan menumpahkan semua rasa rindu mereka.

"Kamu baik-baik aja kan?" Tanya Raka setelah melepas pelukannya seraya menyibak poni yang jatuh bebas menutupi kening Dira.

Dira hanya mengangguk pertanda jika ia dalam keadaan baik-baik saja. Seketika itu pula ia terkesiap menatap wajah Raka yang nampak begitu pucat.

"Harusnya aku yang tanya, kakak baik-baik aja? Kok pucet banget?" Tanya Dira sedikit panik sambil menempelkan punggung tangannya ke dahi Raka. Memang tak terlalu panas tapi wajah Raka tak bisa berbohong jika ia tidak dalam keadaan baik-baik saja saat ini.

"Gara-gara kangen sama kamu ini jadi sebentar lagi juga sembuh," tak berniat membohongi Dira yang sudah menatapnya dengan curiga, Raka hanya berseloroh. Kembali ia memamerkan senyumannya yang tetap saja masih terlihat sangat manis di mata Dira.

Raka diam sejenak, mencoba menahan rasa sakit yang tiba-tiba menghantam perutnya lagi.

"Errghh..." Ia kembali mengerang kecil sambil memegang perutnya. Batinnya merutuk kenapa rasa sakit itu kembali muncul disaat yang tidak tepat seperti saat ini, setidaknya bisa ditunda setelah ia bertemu dengan Dira.

"Kakak kenapa?" Tanya Dira yang semakin dilanda kepanikan.

Raka menggeleng sambil berusaha tersenyum untuk menenangkan Dira.

Salah satu tangannya yang terbebas- tidak memegang perutnya- ia gunakan untuk menarik pergelangan tangan mungil Dira perlahan untuk duduk di bangku yang sebelumnya sudah Dira duduki bersama Shinta.

"Kamu kenapa mau ketemu aku? Yah... Selain kangen, ada yang mau kamu bicarakan?" Tanya Raka membuka pembicaraan karena tak ingin membuang-buang waktu.

Dira menerangkan dugaannya dengan Sinta tentang  perselisihan abadi keluarga Dewangga dan Pradipta pada Raka dan mencoba bertukar pikiran dengan kekasihnya itu.

Trilogi[1] Pelangi di Malam HariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang