5^ Waktu Yang Salah

38 1 0
                                    

Now playing| Hanin Dhiya - Waktu Yang Salah

Selamat membaca :)

Budayakan vote sebelum membaca dan komentar setelah selesai membaca.

***

BAGIAN LIMA || WAKTU YANG SALAH

Sebab mau sebanyak apapun rasa sakitnya, mengenalmu adalah rasa syukur terbesar dalam hidupku.

***

Hari minggu pagi yang cerah. Burung-burung berkicau riang tanpa beban. Dinginnya embun yang belum juga mengering di telapak kakinya tak juga menghalangi  langkah Dira yang begitu ringan mengitari taman yang berada tak jauh dari rumahnya.

Taman masih begitu sepi, hanya ada satu-dua orang saja yang sedang berolahraga pagi atau hanya sekedar duduk menikmati udara yang masih begitu segar.

Mata indah Dira terpejam dengan kedua tangan yang ia rentangkan lebar-lebar. Menegaskan bahwa ia siap menghadapi apapun yang akan terjadi hari ini. Dihirupnya udara kuat-kuat untuk memenuhi seluruh tubuhnya dengan udara tanpa polusi dan kesesakan.

Setelah merasa lebih segar dari sebelumnya, Dira berlari kecil ke tepi danau buatan yang berada tepat di tengah taman. Segerombolan kecil burung menyambutnya dengan tarian khas mereka. Seakan menunjukkan itulah dunia mereka yang begitu sempurna tanpa jamahan tangan manusia yang tidak bertanggungjawab. Lagi-lagi Dira tersenyum kecil, ingin rasanya  menjadi sebebas dan sebahagia burung-burung itu. Terbang jauh mengitari angkasa bersama kawanan yang selalu setia saling membantu tanpa beban dan masalah.

Sampai sebuah isakan kecil menyadarkan gadis itu dari semua khayalannya. Rintihan yang mengusiknya untuk segera datang membantu. Dira mengedarkan kepalanya ke segala arah untuk mencari sumber suara. Matanya menangkap  seorang gadis kecil yang sedang duduk di samping sepedanya  yang terjatuh dengan lutut terluka. Bergegas Dira menghampirinya.

"Adek, adek kenapa?" Tanya Dira sedikit panik sambil menyeka air mata di pipi chubby  gadis kecil itu.

"Jatuh kak, sakit..." Jawab si gadis kecil itu di sela isakan tangisnya.

Dira segera membimbing  gadis kecil itu tadi untuk duduk di bangku yang tak jauh dari tempat sebelumnya. Dengan tisu yang dibawanya perlahan ia membersihkan luka di lutut gadis kecil itu. Perlahan isakan gadis kecil itu berhenti.

"Udah nggak papa kan?" Tanya Dira sambil tersenyum dan membelai puncak kepala anak yang baru saja ditolongnya. Sepertinya Dira tak asing padanya. Dengan teliti Dira memperhatikan wajah gadis mungil itu, mencoba menebak dimana ia bertemu dengannya sebelumnya.

"Kamu, adiknya kak Raka ya?" Pekik Dira antusias setelah sedikit menemukan identitas gadis kecil itu, yang ternyata Kiya adik Raka.

Kiya mengangguk heran sambil berganti mencermati wajah Dira.

"Ahhaa... ini kakak yang disukai kak Raka," ceplos Kiya dengan semangatnya. Seperkian detik berikutnya ia menutup mulutnya dengan kedua tangan mungilnya sadar telah membeberkan sebuah rahasia besar.

Dira terperanjat mendengar ucapan polos Kiya, tak mungkin ia sedang mengada-ada. Banyak kupu-kupu menari di rongga perutnya, menggelitiknya untuk tersenyum. Perjuangannya selama ini ternyata tidak sia-sia. Perasaannya terbalas.

"Kak," panggil Kiya sambil mengibaskan tangannya di depan mata Dira yang sedang melamun sambil terus tersenyum.

"Ehh... iya," jawab Dira gelagapan.

Trilogi[1] Pelangi di Malam HariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang