Enkaril

8 0 0
                                    

Enkaril : Perlintasan Elemantrea - Ketika Jiwa Terjaga di suatu tempat.

Derap langkah kaki terdengar samar samar, beberapa bayangan nampak mendekat, kesadaranku masih belum pulih sepenuhnya, aku masih dapat menggenggam rumput di hadapan ku, kurasakan tubuhku tengah terbaring di atas padang rumput yang luas, angin segar membelai rambutku, suara kicauan burung masih dapat ku dengar, suara beberapa pria masih dapat ku kenali....,

Hanya wajah Nuya yang dapat ku kenali, di bawah hantaman ratusan Prana dan Panah api yang terhenti ketika menyentuh perisai Jagat Buana, beberapa wajah ksatria Lembah Mawar Ungu terlihat berada di sisi ku..

Sejenak ku buka kedua mata ku, ku lihat pemandangan sekitar ku, langit bercorak merah muda, rangkaian dua pelangi diangkasa, barisan bukit tinggi di sekitar tempatku berada, dan saat ku layangkan pandangan ke suatu arah, detak jantungku hampir berhenti, saat ku lihat beberapa pulau yang melayang diangkasa, bergerak pelan diantara awan putih.

Sebilah anak panah menembus tubuh ku, sejenak ku layangkan pandangan ke arah kanan, dan ku melihatnya, anak kecil yang tadi tengah berlari di atas hamparan rumput berwarna keemasan, saat ini telah selamat, berada dalam dekapan kedua orang tua nya.

Yang dikatakan Kakek ku benar, saat seorang yang terpilih melintasi gerbang Elemantrea, maka, cahaya putih akan mengantarkan nya menuju suatu tempat di sisi lain realita, satu tempat yang tidak diketahui di sudut terjauh alam semesta, satu tempat diantara tahta Arjuna dan Bima, Realms Nusantara.

Dan, tak lama kemudian, hanya cahaya putih di sekitarku, menyinari seluruh pandangan, wajah Nuya mulai menghilang dari penglihatan ku, dan, yang ku rasakan hanyalah...,

Enkaril : Perlintasan Elemantrea - Ketika Jiwa Terjaga di suatu tempat.

Di suatu tempat, tanpa waktu dan ruang, tanpa kekosongan, hampir semua terisi, seluruhnya berwarna putih, seperti sebuah mimpi, tetapi sangat nyata, udara dingin tanpa angin, hangat tanpa mentari, wangi tanpa dupa.

Tubuh terbaring kaku tanpa dapat bergerak, pandangan kedua mata hanya menghadap ke satu arah, tanpa tahu selatan dan utara, bagian barat dan timur, pagi atau senja, hampir seluruhnya terlihat sama.

Samar samar terdengar suara gamelan, mengalun merdu di telinga, untuk sesaat kedamaian menyapa, mengusir rasa ketakutan yang mendalam, gamelan masih terdengar samar samar dari kejauhan hingga suara seorang wanita terdengar berbisik di telinga.

"Selamat Datang wahai Ksatria dari dunia lain...," Suara yang sangat ku kenal tetapi sangat asing, suara penuh kedamaian, ketenangan dalam diri kembali, untuk sesaat rasa takut mulai sirna.

"Selamat datang di sebuah dunia diantara beberapa perlintasan alam...," Suara berbisik diantara dendang gamelan mulai terdengar jelas di telingaku, sedikit demi sedikit menenangkan, memberikan sebuah kenyamanan dan harapan.

"Stupa Nemuria dan Kumari Kandam, kisah dua benua yang pergi meninggalkan satu tempat dan bersemayam di tempat lain...," Kembali suara wanita terdengar, seperti berbisik merdu di telingaku, desah nafas lembut menyapu bagian kiri tubuhku yang terbaring lemah tak berdaya.

"Di satu tempat, di jagat raya." Cahaya putih di tengah ruangan terlihat berpijar, tanpa api, tanpa sebuah batang kayu yang membara, hanya cahaya putih di atas ku, melayang di tengah ruangan.

"Aku adalah penghuni Prasasti Warisan Wangsa Raksasa, kaum kami dahulu kala pernah mendiami tempat ini." Cahaya putih mulai meredup seiring terhenti nya bunyi gamelan, dari balik cahaya putih, nampak sebuah benda yang pernah ku lihat sebelumnya.

"Tetapi, seiring berjalan nya waktu, pada suatu hari, kami harus pergi." Benda segitiga dengan sebuah bulatan di bagian tengahnya, bagian yang sesekali memancarkan cahaya kemerahan dari bagian dalam nya.

"Pulang kembali ke tanah kelahiran kami...," Seluruh tubuhku masih terasa kaku, terbaring lemah tanpa daya di atas sebuah pelataran tembus pandang, seperti melayang tetapi seakan ada yang menyangga tubuhku.

"Tetapi, kami titipkan sebuah prasasti, sebuah benda abadi, yang akan mewarisi seluruh keberanian yang telah kami perlihatkan pada kalian, pada suatu ketika di masa lalu...," Sebuah lambang berbentuk segitiga perlahan lahan mulai nampak di bagian sisi kanan tempat ku terbaring.

"Sebentuk Jiwa ksatria, diantara hamparan mawar ungu...," Sebentuk lambang Ksatria dari dunia lain, sebuah lambang para pemberani yang mampu melampaui batas dari dalam diri.

"Nitilion, Mawar Ungu Lima Kelopak...,"
Bayangan Bunga Mawar berwarna ungu yang memenuhi padang luas lembah terlihat jelas di hadapan, lima kelopak yang mekar dan kembali kuncup memancarkan cahaya ke segala arah.

"Satu Jiwa dalam jiwa Raksasa...," Suara wanita kembali terdengar di telingaku, tetapi kali ini, suara tersebut bergerak mendekat.

"RaksaSoul...,"

"Hanya seorang pemberani yang mau mengorbankan nyawa untuk orang lain...," Sentuhan lembut terasa di wajah, satu sentuhan hangat yang pernah ku rasakan pada masa lalu, sentuhan yang membawa kedamaian, untuk sesaat, cahaya putih di sekitarku nampak bersinar terang hingga memenuhi seluruh tempat dengan warna putih.

"Yang akan menjadi satu satu nya pilihan bagi Jiwa Raksasa untuk bersemayam di dalam nya...," Suara wanita masih terdengar di telingaku, sesaat kemudian ku rasakan belaian kain sutra di sekujur tubuh, seiring dengan suara gamelan yang kembali terdengar.

"Jiwa Seorang Ksatria...,"

"Anak muda, kami telah menunggu kedatangan mu, dan pada hari ini...," Secercah cahaya kemerahan nampak melayang di bagian atas tempat ku berbaring, Kelopak mawar ungu kembali memancarkan cahaya.

"Seluruh sumpah dan janji akan terpenuhi..." Kedua cahaya, merah dan ungu bergerak, berputar di sekeliling ruangan hingga ke dua nya terhenti di satu sudut.

"Satu Jiwa Raksasa yang bangkit kembali, dari sisi terjauh alam semesta, dari balik ratusan bintang...," Tepat di atas benda berbentuk segitiga kedua cahaya berhenti berputar, kedua cahaya hanya melayang di atas benda tersebut.

"Kami kembali, bersama kalian...," Sesekali ke dua cahaya menyentuh pangkal ujung benda berbentuk segitiga, dan kemudian naik kembali ke atas, melayang layang di atas benda tersebut.

"Wahai pemuda ksatria...," Suara wanita kembali terdengar seiring sebuah sentuhan di bagian dada, dapat kurasakan suatu energi merasuk ke dalam diri.

"Belum saatnya bagimu untuk kembali, kau harus berjuang bersama mereka...," Aliran energi yang terasa hangat, seperti sinar mentari pagi yang menyinari padang luas di atas hamparan rumput berwarna keemasan.

"Kau akan mendampingi mereka dalam perjalanan, dan mereka akan mendampingi mu dalam membuka tabir kekuatan, yang akan membuktikan kesetiaan Wangsa Raksasa pada kalian...,"

"Bangkitlah, Anak ku...," Cahaya merah dan Ungu melesak masuk ke dalam benda segitiga.

"Raih Cahaya Raksasa...," Benda tersebut melayang ke arah ku, ku kerahkan seluruh tenaga untuk meraih benda berbentuk segitiga yang berada tepat di hadapan ku.

"Angkat tangan mu ke angkasa...." Hingga akhirnya, benda tersebut berada dalam genggaman, suara gamelan makin terdengar, bergerak mendekat seakan memberikan seluruh restu alam semesta.

"Dan katakan dengan lantang...,"

"JAEGER!!!"

Ultraman JaegerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang