Lorong Panjang Elemantrea III

9 1 0
                                    

Ultraman Jaeger - Dasa Prana Nusantara.
Lorong Panjang Elemantrea III.

Langkah pertama bumi bergetar, jemari di udara menyapa semesta, tangga nirwana mencapai hamparan, Dasa Prana Nusantara, kilas ingatan kembali terjaga, dari balik kalbu terdalam, sesuatu kembali terjaga, satu janji wangsa raksasa sebelum pergi, lembah aliran sungai di sisi prasasti, sebuah pesan terpatri di atas batu hitam saranjana, ketika suatu hari, saat mereka pergi.

Wangsa Raksasa yang menghuni Swarga Bhumi, kembali ke langit pada suatu hari, menitipkan sebuah janji, suatu saat, ketika puncak rasa bernyanyi, prasasti kembali mengucap sumpah abadi, raga sukma akan kembali, pancaran kalimat dari dua palawa akan selalu menyertai, satu kekuatan Prana Ksatria dari sisi lain bumi.

Seorang Resi terlihat tengah menghadap Adipati Badra di dalam sebuah ruangan pertemuan, dari balik jubah panjang yang dikenakan olehnya, terlihat sebuah benda yang memancarkan cahaya keputihan yang terlihat redup, tak berapa lama, cahaya putih yang berasal dari benda tersebut memancar dan membuat seluruh tubuh sang Resi bergetar dan bergerak ke satu arah seakan tengah memandh sang Resi untuk mulai bergerak.

Dengan segera sang Resi mengikuti arah getaran yang di tunjuk kan oleh sebuah benda bercahaya yang berada di tangan nya, dengan langkah pelan yang dipaksakan untuk bergerak, sang Resi mulai berlari kecil melewati pintu kayu berukuran besar dan menelusuri lorong panjang di luar padepokan.

Hingga di sebuah persimpangan kedua mata nya tertuju pada dua orang yang tengah berjalan pelan di sepanjang lorong tersebut, benda di dalam genggaman sang Resi menambah getaran nya.

"Akhirnya...," Ujar Sang Resi ketika berhadapan dengan Jayden, pria dengan jaket berwarna biru tersebut hanya termangu.

"Hah?"

"Kau...," Sang Resi menatap ke arah Jayden sembari mencengkeram kedua lengan jaket yang di kenakan oleh pemuda di hadapan nya.

"Lepas-kan!" Ujar Jayden, mencoba melepaskan cengkeraman kuat dari orang tua yang berada di hadapan nya.

"Hey!!, Sopan sedikit!" Ujar Nuya saat melihat Jayden melepaskan tangan Sang Resi.

"Mpu, apa yang tengah terjadi?" Tanya Nuya dengan cepat, sang Resi hanya menatap ke arah mereka berdua dan menarik kedua nya ke arah taman luas di belakang padepokan.

"Kalian berdua, ikut dengan ku." Sembari melangkahkah kaki ke arah lorong panjang yang berada di sisi kanan mereka.

Sembari berjalan melewati lorong panjang dan menuju ke sebuah hamparan taman bunga yang sangat luas, Mpu Pradipta mulai bercerita tentang sebuah benda pusaka peninggalan Wangsa Raksasa yang tiba tiba mengeluarkan cahaya pada hari ini, Jayden hanya terdiam mendengarkan seluruh cerita sang Resi dengan seksama.

Sebelum mencapai sebuah pondok di ujung taman, mata Jayden tertuju pada sekumpulan anak anak yang tengah berlatih sebuah ilmu bela diri, beberapa gerakan yang di perlihatkan oleh salah satu anak kecil mengingatkan nya pada padepokan silat milik sang ayah.

Sebelum mereka memasuki pondok, Sang Resi melihat ke arah Jayden sembari tersenyum, Jayden hanya terdiam di depan pondok, kedua mata nya menatap ke arah anak anak yang tengah berlatih.

"Sillat...," Ujar Mpu Pradipta sesaat setelah mempersilakan mereka berdua memasuki pondok tempat tinggalnya, Benda berbentuk segi tiga yang berada di tangan sang Resi di letak kan diatas lantai kayu pondok tersebut, Benda berbentuk segitiga masih terlihat menyala, cahaya ke perakan menyelimuti seluruh bagian dari benda tersebut, orang tua di hadapan ku berkata, bahwa benda ini mengeluarkan cahaya ketika merasakan seseorang yang akan berjalan bersama nya tiba di Nusantara.

"Bukan hanya ilmu bela diri, Anak ku, tetapi, Sillat adalah sebuah falsafah hidup...," ujar Mpu Pradipta sembari menuangkan air ke dalam cangkir kayu, cairan berwarna kecoklatan tampak mengalir ke dalam gelas, aroma teh segar dengan segera memenuhi seluruh ruangan.

"Bersila di atas daratan, menghadap ke langit, sebelum akhirnya dapat berdiri dan berlari...,"

Ujar sang Mpu sembari memberikan gelas kayu berisikan teh hangat padaku, aku hanya terdiam menatap cairan kecoklatan yang bergerak gerak di dalamya dan ku alihkan pandangan ku ke arah orang tua yang berada di hadapan ku, Sang Mpu hanya tersenyum ke arah ku dan memintaku untuk mengambil gelas tersebut dari tangan nya.

"Di atas padang rumput yang berwarna keemasan." Benda berbentuk segitiga yang tergeletak di lantai kayu sedikit demi sedikit kembali terlihat, cahaya perak yang menyelimuti nya perlahan lahan mulai meredup.

"Apa yang ada dalam benakmu, anak muda?" Tanya sang Mpu sembari menyeruput teh dalam gelas kayu, Jayden hanya menunduk kan wajah sembari menggenggam erat sebuah gelas yang berasal dari sebuah pohon di atas lembah mawar ungu.

"Ayah, aku sudah melakukan sesuatu yang membuatnya, sangat kecewa...," Teringat kembali perkataan nya pada sang Ayah sesaat sebelum dirinya di hamtam cahaya berwarna putih yang membawa nya ke tempat ini.

"Apa yang sudah kau katakan?" Tanya Mpu Pradipta sembari membenarkan duduknya, sembari membetulkan posisi kain panjang yang berada di bahu.

"Sebuah Padepokan, Ayah menginginkan aku melanjutkan nya, tetapi...," Jayden hanya menatap ke lantai kayu, tidak berani menatap ke arah orang tua yang kini berada di hadapan nya.

"Seorang anak lelaki selalu menyangka ayahnya adalah pesaing nya." Ujar Sang Resi mencoba menghibur seorang pemuda yang berada di hadapan nya

"Tak apa, Anak Muda...," Ujar Sang Resi kembali berkata, mendengar ucapan dari orang tua yang berada di hadapan nya, untuk sesaat Jayden nampak tersenyum.

"Mulai saat ini, kau harus menunjuk kan pada Ayahmu, bahwa kau lebih baik dari nya...," Uiar Sang Resi kembali berkata.

"Karena, pada saatnya, seorang murid harus menunjuk kan kepada sang guru bahwa dia sudah lebih baik dari sebelumnya"

Jayden hanya terdiam mendengarkan seluruh perkataan seorang Mpu yang berada di hadapan nya, kedua mata nya masih menatap ke arah lantai kayu, gelas yang berisikan teh hangat masih dalam genggaman nya,

"Kenapa orang ini masih berada disini, Datuk!!"

Tak lama suara berderit yang berasal dari arah belakang terdengar, satu sosok bayangan hitam nampak berjalan melewati pintu kayu padepokan Sang Mpu, dari balik cahaya temaram yang berasal dari beberapa lilin, terlihat seorang gadis mengenakan zirah berwarna hitam, sebuah pedang tergantung di pinggangnya, lambang pedang dan panah nampak di bagian pangkal lengan sang gadis yang kini tengah berdiri di hadapan mereka.

"Steel Seruni."

Dari balik bukit utara, sekelompok pasukan berkuda bersenjata lengkap terlihat memacu kuda tunggangan mereka, seorang panglima nampak di barisan paling depan, sementara ratusan prajurit berkuda di bagian belakang, diikuti oleh satu bayangan raksasa bergerak di kegelapan malam.

"Malam ini, Orang Asing itu, harus kita dapatkan!!"

Ultraman JaegerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang