Lorong panjang Elemantrea - The Padepokan II

12 1 0
                                    

Ultraman Jaeger - Dasa Prana Nusantara.
Lorong panjang Elemantrea - The Padepokan II.

Dataran tinggi antara langit dan bumi, Swargaloka di atas hamparan savanna, padang rumput berwarna keemasan, semilir angin lembut menyapu wajah sang pitaloka, diantara dua senyuman dan helai rambut, dari balik barisan bukit yang berbaris, selatan dan utara, tempat dua huruf palawa berjumpa.

Saat Surya menyentuh padang rumput dengan jari nya, cahaya rembulan menerangi malam dengan kilasan perak, hamparan cahaya putih di atas padang rumput di antara kegelapan, suara seruling menyanyikan jutaan nada bagi alam semesta.

Untaian Prasasti dan Candi, tumpukan stupa bersila di atas sebuah semedi, mendendangkan mantra dari balik kelambu dupa, asap  putih menari di udara, sesaat kemudian kunang-kunang menghampiri, menerangi kitab seorang Resi, lembaran penuh palawa diatas dedaunan, hingga seekor Unicorn terlihat berlari, melintasi sebuah padang diantara bumi dan surgawi.

"Ku tanya sekali lagi!!, Siapa kau!!" Seorang lelaki bertubuh kekar terlihat berdiri di hadapan Jayden, beberapa pria berpakaian prajurit sembari memegang pedang terlihat di sekeliling nya.

Jayden masih terlihat sedikit kebingungan sesaat setelah dirinya terbangun dari pingsan nya, hal yang terakhir diingat olehnya adalah, cahaya berwarna ungu yang berasal dari telapak tangan seorang gadis asing menerpa nya dan membuatnya tak sadarkan diri.

"HAH!!" Hingga Jayden kembali mendapati dirinya tersadar dalam ruangan luas di sebuah padepokan, Jayden masih memegangi kepala nya, rasa pusing masih terasa oleh nya, suara keras yang berasal dari pria di hadapan nya masih belum dapat terdengar dengan jelas.

"Pelan pelan, Pak, dia...," Ujar salah satu pria yang berdiri di sisi ruangan.

"DIAM!!" Pria berperawakan besar tersebut menghardik seorang prajurit, melihat keadaan tersebut, sang prajurit nampak menunduk kan wajahnya dan melangkah mundur.

"Dan Kau, Dyah, kau tahu apa yang sudah kau lakukan?" Pria Berperawakan besar melayangkan pandangan nya ke sisi ruangan, seorang gadis yang berada bersama Jayden nampak berdiri di sudut ruangan, pandangan nya menatap lantai kayu bangunan luas tersebut.

"Iya, Ayah...," Ujar sang gadis, tatapan mata nya masih menatap ke bawah, hamparan lantai kayu dalam ruangan berukuran luas masih jadi tujuan dari pandangan nya.

"Kalian berdua berdiri di tengah arena pertempuran dua kerajaan besar!" Pria yang berada tepat di tengah ruangan nampak melangkah ke sisi kiri, selendang di bahu sang pria terlihat sedikit bergerak turun kd bawah.

"Dan kau!!, Melepas Prana tepat di tengah pertempuran!!" Ujar sang Pria sembari menatap tajam ke arah sang gadis.

"Kau sadar apa yang sudah kau lakukan!!" Tanya sang pria kembali, gadis berambut panjang di sudut ruangan hanya terdiam, sembari sesekali melirik ke arah pria berperawakan tinggi besar yang tengah berada di hadapan nya.

"Ini semua karena dia, Ayah...," Ujar Sang Gadis sembari menatap ke arah Jayden.

"Anak ku, kau tahu, dua kerajaan Madyapala dan Dharmaloka...," Tanya sang Ayah, gadis tersebut hanya menunduk kan kepala tanpa berani menatap wajah sang ayah yang kini berada di hadapannya.

"Dua kerajaan besar yang berada di sisi kiri dan kanan kita...," Ujar sang Ayah sembari menghela nafas panjang, dirinya menyadari pada hari ini, sang putri tengah melakukan kesalahan teramat besar.

"Seperti Matahari dan Bulan, kedua kerajaan selalu berbeda pendapat, selalu berselisih...," Gadis di sisi ruangan hanya terdiam, sementara di sudut ruangan, Jayden mulai terlihat berusaha untuk berdiri.

"Dan selama ini, kita yang selalu mencari jalan aman agar tempat ini tidak harus terlibat dalam pertempuran." Ujar Sang Ayah, Jayden mencoba untuk berdiri di atas kedua kaki nya, selutuh tubuh nya masih terasa sangat lemah, masih terasa sebuah hantaman gelombang menerpa sekujur tubuh dan membuatnya tak sadarkan diri.

"Lembah mawar ungu selalu ini selalu berada dalam posisi di tengah...," Ujar Sang ayah, seluruh prajurit yang berada di sekitar padepokan hanya terdiam mendengar seluruh perkataan pria di hadapan mereka.

"Kita tidak memihak siapapun." Ujar sang pria kembali.

"Kau tahu, Nuya...," Pria bertubuh besar tersebut kembali melangkahkan kaki ke tengah ruangan dan terduduk di sebuah bangku panjang, tatapan mata tajam tertuju pada sang gadis yang tengah menunduk kan kepala.

"Kau harus mempertanggung jawabkan seluruh perbuatan mu...,"

"Maaf...," Hanya satu kata yang dapat keluar dari mulut Sang Gadis, Nuya menyadari seluruh perbuatan nya pada hari ini, tindakan yang diambil olehnya pada hari ini akan mengarah pada sebuah bencana.

"Kau, pergilah bersama Anak ku, akan ku fikirkan apa hukuman yang pantas untuk kalian berdua." Ujar sang pria kembali, seorang prajurit yang berdiri di sisi Jayden membantu nya untuk berdiri dan memapah sang pria keluar dari ruangan luas tersebut, Nuya menunduk kan kepala pada sang Ayah dan mengikuti kedua nya melangkah keluar ruangan.

Sebuah lorong panjang nampak di hadapan mereka, Jayden yang sudah merasa baikan meminta seorang prajurit yang mememgangi tubuhnya untuk melepaskan cengkeraman nya, sang prajurit hanya menunduk kan kepala dan kembali ke dalam ruangan.

"Jadi, nama mu, Nuya?" Tanya Jayden sembari memegangi kepala nya, dirinya masih merasakan sakit di bagian kepala.

"Diam...," Ujar Nuya Singkat sambil terus berjalan di lorong panjang tersebut.

"Nama yang aneh...," Ujar Jayden kembali.

"Diam!" Nuya mulai nampak kesal pada pria yang berjalan bersama nya.

"Aku baru tahu ada nama seperti Nuya...," Tanya Jayden sembari memegangi bagian pinggang nya.

"DIAM!!"

Dari balik taman luas di seberang padepokan nampak seorang lelaki tua berlari-lari di sepanjang lorong yang mengarah ke sebuah ruangan, nafasnya memburu, dalam benaknya, dirinya hanya ingin mencapat tempat tersebut dengan segera.

Hingga kedua tangan nya mencapai pintu kayu berukuran besar dan mendorongnya dengan sekuat tenaga, dari balik pintu kayu, terlihat seorang lelaki berperawakan tinggi besar tengah duduk termenung di tengah ruangan.

"Kenapa, Kakanda...," Tanya sang Pria pada orang tua yang tengah berada di hadapan nya.

"Benda itu mengeluarkan Prana, setelah sekian ribu tahun tertidur, akhirnya, pada hari ini, Prana Raksa, sebuah kekuatan, mulai terjaga...," Kedua lengan pria tua tersebut mencengkeram erat selendang yang dipakainya, tatapan mata sang pria tua terlihat serius.

"Kakanda, dengarkan, benda itu tidak berguna untuk penduduk Lembah Mawar Ungu, Untuk Warga kita, bahkan alam semesta...," Ujar Pria yang tengah duduk di atas sebuah bangku.

"Benda itu tidak lebih dari sebuah Prasasti, benda yang hanya cocok untuk menjadi hiasan di ruang tamu...," Ujar pria berperawakan besar kembali.

"Tetapi...,"

"Kakanda, dengarkan, hari ini, Keponakan mu membuat ulah yang akan menempatkan wilayah kita ke dalam sebuah pertempuran." Ujar Pria berperawakan besar sembari menggelengkan kepala.

"Katakan, dengan siapa Dyah saat ini...," Tanya orang tua tersebut.

"Seorang pemuda asing." Ujar pria berperawakan besar singkat.

"Biarkan aku melihatnya."

Dari balik jubah panjangnya, orang tua di hadapan sang Adipati mengeluarkan sebuah benda bercahaya, benda pusaka berbentuk segitiga, sebuah benda peninggalan penduduk Bumi pada zaman dahulu, benda peninggalan Wangsa Raksasa.

Ultraman JaegerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang