Saranjana - Negeri Delapan Menara III

7 0 0
                                    

Ultraman Jaeger - Dasa Prana Nusantara.
Saranjana - Negeri Delapan Menara III.

"Aku hanyalah pengembara dari utara, tadi pagi aku dan beberapa temanku mencapai perhentian pertama sebelum kami memasuki kawasan gurun pasir...," Lima pengendara kuda nampak memasuki sebuah kedai di sisi padang pasir, sebuah desa kecil yang hanya di tinggali beberapa keluarga yang terletak tepat di tengah padang pasir menjadi perhentian ke dua bagi pengembara yang melintasi kawasan ini.

"Semalam terjadi badai, banyak atap rumah beterbangan, banyak kerusakan akibat tiupan angin semalam, bahkan tiga bangunan di perhentian pertama mengalami kerusakan...," Ujar salah seorang pengembara, gelas kayu di tangan nya nampak bergetar saat sang pengembara mulai menceritakan seluruh kejadian yang dialami olehnya.

"Seorang penjaga perbatasan memberitahu padaku agar menunda perjalanan pada hari ini, tetapi kawan ku bertekad untuk tetap berangkat, menyusuri gurun luas...," Ujar sang pengembara mulai menceritakan seluruh kejadian, ke empat teman nya hanya terdiam, dari wajah mereka nampak raut eajah ketakutan yang sangat mendalam.

"Wilayah gurun adalah sebuah daerah yang tidak dapat di perkirakan cuaca nya, kadang terik tetapi terkadang cuaca bisa berubah dengan cepat...," Kembali sang pengembara berkata, air putih dalam gelas mulai diteguk olehnya, rasa dingin perlahan lahan menuruni tenggorokan yang kering.

"Penjaga perbatasan mengatakan pada ku sebelum kami berangkat melintasi gurun luas di hadapan kami, dia berkata bahwa semalam ada sekelompok pasukan, prajurit berpakaian tempur lengkap...," Rasa takut terlihat dari wajah sang pengembara saat mulai menceritakan seluruh kejadian yang dialami olehnya.

"Sepertinya mereka hendak menuju ke medan perang...," Penjaga kedai menarik sebuah kursi dan meletak kan nya di dekat para pengembara yang baru tiba

"Kelompok tersebut berasal dari Madyaloka, dan pemimpin mereka adalah seorang panglima wanita...," Empat orang di bagian belakang kedai juga turut mendengarkan dengan seksama kisah yang diceritakan oleh pria yang baru tiba di tempat tersebut.

"Dark Srikandi...," Ujar Steel Seruni sembari menatap ke arah Jayden.p

"Hal terakhir yang diingat oleh penjaga perbatasan adalah, mereka berjalan tepat ke arah badai, berbaris sembari membawa obor sebagai penerangan...," Kembali sang pengembara meneruskan kisahnya.

"Dengan berani tanpa rasa takut sedikitpun bergerak menembus badai di kegelapan malam." Steel Seruni hanya mendengarkan seluruh kisah sang pengembara dari tempat duduknya.

"Hanya berbekal beberapa penerangan yang berasal dari cahaya obor, mereka nekad bergerak dalam kegelapan...," Air dalam gelas kayu nampaknya sudah habis di tenggak oleh sang pengembara, penjaga kedai terlihat mengambil kendi yang berada di tengah meja panjang tersebut, dan menuangkan isi di dalam nya ke dalam gelas yang berada dalam genggaman sang pengembara.

"Itulah saat terakhir penjaga perbatasan melihat mereka...," Ujarnya kembali.

"Dan, ketika kami mulai berangkat, tidak lama setelah kami mulai memasuki kawasan padang pasir, bau menyengat tercium sejauh puluhan bahkan ratusan tombak...," Tubuh pria di hadapan penjaga kedai nampak bergetar hebat, ke empat kawan nya hanya menunduk kan kepala, terdiam mendengarkan seluruh kisahnya

"Dan pada saat itu, hanya kengerian yang kami temui  selama perjalanan...," Sang pengembara mulai menitik kan air mata sembari terus menceritakan apa yang telah dialami olehnya.

"Kami mendapat Baju Zirah yang retak, pedang milik beberapa prajurit yang tergeletak di atas pasir...," Ujarnya kembali, Steel Seruni sejenak terhenyak mendengar penjelasan dari sang pria yang duduk di meja bagian depan kedai tersebut.

"Penutup kepala dan penutup wajah untuk melindungi bagian atas tubuh mereka dari serangan ketika pertempuran sedang terjadi...," Kembali sang pengembara menceritakan apa yang sudah ditemui olehnya selama perjalanan.

"Hingga beberapa tombak, ketika kuda tunggangan kami berbelok ke arah barisan bukit terjal yang mengarah ke celah sempit diantara dua bukit...," Steel Seruni kembali teringat tempat mereka bermalam, Nuya mulai bangkit dari tempat duduknya dan mengambil posisi di dekat para pengembara tersebut.

"Kami melihat, Neraka...,"

"Kami melihat puluhan tubuh tanpa kepala...," Ujaarnya kembali berkata.

"Tubuh dengan zirah masih menempel di badan tanpa kaki dan tangan...," Penjaga kedai hanya terdiam, dari ekspresi wajahnya,  sang penjaga kedai mulai nampak ketakutan.

"Puluhan lengan prajurit yang terpisah dari tubuh nya...," Ujar sang pengembara kembali berkata sembari menenggak air putih dalam gelas kayu.

"Perisai yang telah retak, panji panji yang robek oleh tebasan pedang...," Suara parau mulai terdengar dari sang pengembara, rasa takut kembali menyelimuti diri nya.

"Seluruh hamparan padang pasir yang kami lewati berwarna kemerahan...," Air mata sang pengembara kembali mengalir deras saat menceritakan kejadian tersebut

"Dari darah puluhan prajurit...,"

"Bau amis menyengat memenuhi udara tempat kami berjalan di atas kuda tunggangan kami...," Sang Pengembara menatap tajam ke arah penjaga kedai yang duduk di hadapan nya

"Untuk sesaat kami masih dapat melintas, kami tarik tali kekang kuda tunggangan kami, agar tidak menginjak bagian tubuh para prajurit malang yang tergeletak tanpa nyawa di sekitar kami...," Kembali air mata mengalir deras dari kedua mata pria tersebut.

"Tubuh kami seakan kaku, tidak dapat bergerak ketika kami melintasi puluhan tubuh tanpa anggota badan tergeletak di atas pasir...," Ujarnya sembari menenggak air putih dalam gelas kayu.

"Kira kira apa yang menyebabkan keadaan mereka seperti itu?" Tanya Jayden pelan, Steel Seruni hanya terdiam sejenak dan mulai berkata.

"Murga...,"

"Tadi, sesaat setelah kita mencapai tempat ini, RaksaSoul bergetar...," Jayden menatap tajam ke arah para pengembara yang duduk tidak jauh dari nya.

"Seakan memberikan satu peringatan pada kita untuk berhati hati...," Ujar Jayden kembali berkata.

"Murga macam apa yang membantai seluruh pasukan?" Tanya Nuya, gadis tersebut kembali melangkahkan kaki ke arah meja tempat mereka berkumpul dan kembali duduk di kursi nya.

"Yang pasti, mulai saat ini, kita harus waspada, bukan hanya tentara Madyaloka yang menginginkan kepala kita, tetapi...," Ujar Steel Seruni.

"Wangsa Murga yang mulai lepas dari kurungan, mereka akan meluapkan seluruh kemarahan nya pada kita...," Tiba tiba seorang pria datang menghampiri mereka.

"Permisi, Kisanak, maaf mengganggu waktu kalian sebentar." Ujar sang pria.

"Ada apa ki?" Tanya Nuya pelan, pria berpakaian prajurit di hadapan mereka hanya tersenyum dan kembali bertanya.

"Ku dengar, kalian sedang menuju ke satu tempat bernama Saranjana?" Steel Seruni menggenggam pedang cakra miliknya, dirinya sedang bersiap jika laki laki di hadapan nya mulai menyerang, maka dirinya tidak akan segan untuk menebas kepala lelaki tersebut.

"Akan ku tunjuk kan tempatnya, karena...," Mendengar perkataan lelaki di hadapan mereka, seketika mereka semua terdiam.

"Mereka sedang menunggu kedatangan kalian...,"

"Silakan."

Ultraman JaegerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang