Elohim tidak melebih-lebihkan ketika dia mengatakan kita bisa melihat Bima Sakti dari lantai tiga.
Aku duduk di ambang jendela tepat di samping tempat tidurku dan melihat melalui kaca yang gelap. Ada berbagai hewan berlarian melalui taman bunga, diterangi oleh cahaya yang indah saat Bima Sakti menyebar luas di atas mereka.
Ini adalah pertama kalinya dalam hidupku melihat pemandangan yang begitu indah. Aku teringat betapa monoton dan kerasnya kehidupan masa laluku.
Lantai tiga akan jauh lebih baik untuk dilihat karena langit-langitnya terbuat dari kaca. Akan bagus untuk melihatnya nanti saat aku punya kesempatan.
Aku duduk diam, melihat keluar jendela untuk beberapa saat, ketika suara ketukan pintu terdengar.
“Ya ampun, sepertinya aku mengganggu istirahatmu.”
“Tidak, kok.”
Rupanya itu Elohim. Dengan rambut peraknya yang diikat rapi, dia menghampiriku dengan tenang.
“Bukankah itu indah?” dia bertanya dengan nada santai, seolah dia tahu apa yang sedang kulihat. “Tempat dimana aku bertemu denganmu untuk pertama kali di mimpimu juga sangat mengesankan. Apa kamu ingat?”
“Aku ingat.”
Aku mengingat padang rumput terbuka dan langit biru yang membuat hatiku berdebar. Aku ingat angin yang membawa aroma kayu menyapu pipiku.
Itu sangat nyata hingga aku tidak percaya itu adalah mimpi.
“Kamu mengira aku menciptakannya dengan kekuatanku, tapi itu tidak benar.”
“Apa?”
“Seperti yang kukatakan waktu itu, aku hanya memasuki mimpimu. Yang menciptakan pemandangan menakjubkan Itu adalah kamu, bukan aku.”
Aku sedikit mengernyit mendengar kata-kata tak terduga itu.
“Tapi... Aku tidak punya bakat semacam itu. Aku tidak pernah pergi ke tempat seperti itu dalam hidupku.”
“Itu cukup mungkin karena itu ada di dalam mimpi.”
Elohim meraih bahuku dan sedikit membungkuk untuk bertemu dengan mataku. Mata emasnya, dilihat dari dekat, bersinar cemerlang.
“Mimpi membuat harapan dan pikiran, yang bahkan tidak kamu ketahui keberadaannya, menjadi kenyataan. Itu luar biasa sekaligus berbahaya.”
Ketenangan yang kurasakan menghilang seperti tak pernah ada. Merasakan hawa dingin di kulitku, aku menatap Elohim, lalu dia memberiku sesuatu.
“Apa ini?”
“Permen.”
Kontras dengan yang ada di dalam mimpi, permen ini berwarna putih dan memiliki aroma yang menyegarkan. Kenapa mendadak permen, sebelum tidur?
“Apa kamu ingin aku memakan ini?”
“Tentu saja. Kalau bisa, aku ingin kamu memakannya dihadapanku.”
“...bolehkah aku bertanya kenapa?”
“Hm.” Elohim tampak khawatir dan menggigit bibirnya, lalu dia menunjuk permen itu. “Seluruh tempat ini sangat tertutup oleh kekuatanku. Itu bisa memiliki pengaruh yang baik ataupun buruk.”
“Seperti kupu-kupu yang membuat Ha Taehoon tidur?”
“Benar, tapi tidak seperti kupu-kupu itu, sepertinya itu memiliki pengaruh buruk padamu.”
Aku sedikit mengerti dengan apa yang coba dia katakan. Saat aku menatap permen yang terlu putih, aku bertanya, “Apa aku akan bermimpi kalau memakan ini juga?”
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku Tidak Menginginkan Reinkarnasi Ini Pt. 2 [Stopped]
FantasíaPart 2 Bagi yang nemu ini dan penasaran dimana part 1 nya, silahkan cek profilku. 「Series ini telah berhenti ditranslate.」