165. Mengingat Masa Lalu

216 29 1
                                    

EPISODE 42. Mengingat Masa Lalu

“Hyungnim.”

Terdengar suara ketukan sebelum pintu terbuka, menampakkan wajah yang dikenalnya. Namanya adalah Dongju, dia menatapku dengan hati-hati, tidak selaras dengan ukuran tubuhnya yang besar.

“Katakan.”

“Kurasa kau harus turun dan melihatnya sendiri.”

Begitu aku mendengar kata-kata itu, aku sudah menduga apa yang sedang terjadi.

Sudah sekitar seminggu sejak pria itu membawa rekrutan baru. Ya, sudah waktunya sesuatu muncul.

Aku bangkit dari dudukku tanpa mengucapkan sepatah kata pun, dan Dongju memimpin dengan ekspresi lega.  Meskipun penampilannya berat dan tubuhnya kasar, dia tidak suka pertengkaran dan merupakan pria sehat yang rukun dengan istrinya yang sedang hamil.

“Dasar bajingan sialan—bangsat! Tidak datang?”

Praang!

Segera setelah aku turun, aku mendengar teriakan seorang pria dan suara botol pecah yang tajam menerobos lorong. Sepertinya mereka sudah mulai.

Aku mempercepat langkahku yang santai dan menuju ke ruangan tempat masalah terjadi. Sementara itu, aku terus-menerus mendengar suara sesuatu hancur dan pecah.

“Apa kau tahu siapa aku?!”

Oh. Sepertinya aku tiba di waktu yang tepat, mengingat aku mendengar kalimat itu sebulan sekali. Aku segera membuka pintu ke ruangan setengah tertutup dan segera mengulurkan tanganku.

Plak!

Aku meraih tinju yang mengayun ke arah pipi karyawan baru di pergelangan tangan.  Karyawan baru, yang berdiri diam dengan tangan di belakang, tampak kaget dengan kemunculanku yang tiba-tiba. Dia tidak terlihat takut; sebaliknya, dia tampak bersemangat untuk membalasnya 10 kali lipat jika dia terpukul satu kali.

Itu bisa dimengerti. Lagipula, orang baru yang dia kirim...

“A-apa? Dasar bajingan kecil, apa yang kau lakukan, ikut campur?”

Pelanggan yang pergelangan tangannya ditahan olehku, wajahnya memerah saat dia berteriak kepadaku. Aku dengan tenang melihat situasi di dalam ruangan terlebih dahulu.

Minuman keras Barat yang mahal berserakan di lantai dan beberapa wanita dalam kelompok itu meringkuk, pucat.  Perlahan mengangkat pandanganku dari lantai ke ruangan luas, akhirnya aku menemukan orang yang duduk di ujung.

Entah sudah berapa kali dia mewarnai rambutnya, tapi rambut pirang acak-acakan dan tindikan di telinganya menarik perhatianku. Dia melihat sekeliling dengan sebatang rokok di mulutnya, tertarik, ketika mata kami bertemu. Dia perlahan berkedip dan mengeluarkan kepulan asap rokok.

“Tak mau melepaskan? Kau ini ngapain sih, bajingan sialan!”

Ah, aku lupa. Aku kembali mengalihkan perhatianku pada pria kasar itu saat dia berjuang untuk melepaskan pergelangan tangannya.

“Tenanglah, Tuan.”

Aku meremas pergelangan tangannya sekali lalu melepaskannya, wajah pelanggan itu berkerut kesakitan saat dia mengerang.

“Jika Anda memiliki masalah, tolong beritahu saya.”

“Kau—kau, bangsat, apa kau pemilik tempat ini?”

“Ya.” balasku singkat.

Aku memberi isyarat kepada anak-anak yang berdiri di belakangku, dengan cepat membawa karyawan baru itu keluar ruangan. Pada saat yang sama, pelanggan itu mulai mencurahkan segala macam keluhan

Aku Tidak Menginginkan Reinkarnasi Ini Pt. 2 [Stopped]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang