Mengikuti di belakang Prophet, aku melihat sebuah rumah kecil yang dibangun di atas padang rumput yang luas. Di belakang pintu kayu, terdapat ruang yang jauh lebih besar dari yang kau kira jika dilihat dari luar. Tampaknya seluruh rumah dikendalikan secara spasial.
“Lalu...” Prophet, membawaku ke ruang tamu, membuka jendela teras dan memberi isyarat kepadaku. Saat aku mendekatinya, aku bisa melihat Ha Taehoon berbaring di taman bunga di atas pagar teras. “Apa kita busa bicara dengan damai sekarang?”
“…ya.”
“Jangan khawatir aku tidak berniat menahanmu lama-lama disini.” matanya melengkung dengan lembut saat dia tersenyum.
Menatap matanya yang berkilau dalam berbagai warna di bawah sinar matahari, aku bertanya dengan hati-hati, “Kapan kamu tahu kalau aku akan datang mencarimu?”
“Sejak saat kamu memutuskan untuk melakukannya,” jawabnya tanpa ragu.
Aku mengernyit, tidak mengerti dengan apa yang dia maksud, dan Prophet mengarahkanku untuk duduk di sofa. Dia meletakkan secangkir teh bunga di depanku.
“Aku punya banyak pertanyaan untuk ditanyakan padamu.”
“Kelihatannya memang seperti itu.”
Kelopak bunga merah dengan lembut melayang di teh merah pucat. Prophet melepas jubahnya dan menggantungnya di gantungan sebelum dia menatapku. "Apa yang ingin kamu tahu, apa yang perlu kamu tahu—aku dapat memberikan semua jawaban yang kamu inginkan."
“……”
“Tapi itu ada harganya.”
Sudah kuduga. Menelan ludahku, aku dengan tegas mengambil keputusan. “Apa yang kamu inginkan.”
Menyadari bahwa aku gugup, sudut bibir Prophet terangkat membentuk senyuman. “Tidak perlu terlalu gugup karena aku menyebutkan ada harga. Sebenarnya, ini adalah transaksi: aku menukar informasi yang kumiliki dengan informasi yang kamu miliki.”
“Begitukah... Aku tidak punya informasi untuk diberikan padamu sebagai gantinya.”
“Kurasa kamu terlalu buru-buru.” Dibawah jubahnya terdapat blus putih yang dikancingkan hingga tulang selangka. “Ada banyak hal yang bisa kutanyakan padamu; aku hanya akan menanyakan dua hal.”
“Apa yang ingin kamu tahu.”
“Hm, untuk sekarang...” Dengan kancing blus sampai ke lehernya, Prophet mengulurkan tangannya yang besar dan putih kepadaku. “Bagaimana kalau kita bertukar nama? Apa kamu tidak penasaran siapa namaku?”
“Ah.”
Baru pada saat itulah aku sadar kalau aku bertingkah terlalu buru-buru. Aku segera meraih tangannya dan mengangguk. “Maafkan aku. Aku harus memanggilmu apa?”
“Elohim. Kamu bisa memanggilku El saja.”
“El.”
Ada pengucapan bahasa Inggris yang halus untuk itu. Setelah kami berjabat tangan, dia dengan lembut mengusap kepalaku.
“Kalau kau tidak keberatan, aku ingin memanggilmu Sehyun karena nama Han Lee Gyeol sudah cukup banyak digunakan. Tentu saja, aku hanya akan memanggilmu begitu saat kita sendiri. Bagaimana dengan itu?”
“...aku tidak keberatan.”
“Bagus.”
Elohim memperlakukanku seperti anak-anak. Kalau dipikir-pikir, dia bahkan memanggil Ha Taehoon 'anak'. Dia mungkin satu-satunya orang yang bisa memanggil Ha Taehoon seorang anak.
“Karena sekarang kita sudah saling menyapa, mari berbicara mengenai harga.”
Aku mengangkat kepalaku, mengusap rambut yang dibelai Elohim dengan tangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku Tidak Menginginkan Reinkarnasi Ini Pt. 2 [Stopped]
FantasyPart 2 Bagi yang nemu ini dan penasaran dimana part 1 nya, silahkan cek profilku. 「Series ini telah berhenti ditranslate.」