"Kita harus rencanakan dengan matang. Jika kita ingin melengserkan Ratu dan orang luar itu, maka kita juga harus menghilangkan anak-anaknya."
"Aku setuju. Sejarah akan kembali terulang. Pada zaman Mito berkuasa di kerajaan ini, banyak terjadi pemberontakan karena rakyat dan anggota dalam kerajaan tidak menghendaki tahta dipegang oleh orang luar yang sama sekali tidak memiliki darah dari leluhur, apalagi oleh perempuan yang awalnya hanya penjaga kuil." Fugaku, menteri sekaligus sepupu Ratu berkata sinis.
"Tapi bukankah sekarang berbeda, Ayah? Tidak ada pemberontakan sejak kepempimpinan Yang Mulia Ratu Kushina. Meskipun benar telah didampingi orang luar dan Yang Mulia tidak memiliki darah murni, rakyat dan sebagian besar anggota kerajaan senang dengan mereka, begitu pula dengan anak-anak mereka." Itachi, putra sulung Fugaku, satu-satunya yang menolak rencana keluarganya sejak awal, menyanggah.
Fugaku yang disulut amarahnya langsung berdiri. Kekasarannya membuat kursi yang dia duduki terlempar menabrak satu pelayan di belakang. Mikoto di sebelah kanannya juga ikut berdiri, cemas mengikuti langkah sang suami mendekati putra sulung mereka.
"Aku akan makin kecewa jika kau terus-menerus membela bibimu, Itachi. Tidak bisakah kau pahami tujuan keluarga kita dan patuhi saja semua kata-kataku? Jika rencana kita berhasil kaulah yang akan menjadi putra mahkota!"
"Aku tidak pernah ingin menjadi putra mahkota, Ayah. Cukup bagiku sebagai kesatria pribadi anak-anak Yang Mulia. Tidak bisakah Ayah dan yang lainnya puas dengan kedudukan saat ini?" Itachi tidak beranjak dari kursinya, tapi jelas mata hitamnya yang menusuk langsung pada milik sang ayah menunjukkan tekad tak mau mengalah.
Itachi lelah hidup dalam keluarga yang haus akan kekuasaan, padahal posisi tiap orang sekarang sudah cukup tinggi. Mereka terus saja menginginkan lebih, bahkan tak segan mengambil nyawa saudara sendiri. Itachi lelah menjadi bagian keluarga dari neraka ini. Kesesatan yang mereka bawa bukan lagi bentuk-bentuk kecil, melainkan sudah menyekutukan Yang Maha Kuasa. Dia tidak tahan. Hatinya meronta dengan rasa takut dan penyesalan. Dia ingin pergi.
"ITACHI!" Fugaku berteriak. Suaranya hampir tertelan oleh guntur yang tiba-tiba.
"Aku lebih baik mati daripada mengikuti hasutan setan, Ayah. Kalian telah termakan tipu dayanya, tapi aku tidak mau. Aku akan pergi dari sini sekarang!" Dia bangkit dan langsung berbalik, tidak peduli anggota lain mulai ikut berteriak-teriak.
Namun sayangnya, Itachi yang memunggungi mereka tidak menyadari Fugaku telah menarik pedang dari sarung di dinding. Lama tidak dipakai dan hanya menjadi pajangan, jelas ketajaman pedang itu telah terkikis, dan akhirnya memberi penderitaan panjang saat jantung Uchiha Itachi ditusuk oleh ayahnya sendiri.
.
Pesta besar untuk merayakan hari kelahiran Uzumaki-Namikaze Naruto digelar di aula kastil utama yang biasa dipakai untuk pernikahan kerajaan dan acara megah lainnya. Si rambut pirang kecil, putra mahkota, duduk di tengah orang tuanya. Dia terus tersenyum tiap kali anak-anak seusianya atau lebih besar sedikit memberikan kotak hadiah. Jelas isinya mewah nan istimewa. Pesta itu sekaligus menjadi ajang lomba memikat hati putra mahkota dan keluarganya, dapat dipastikan semua yang datang bersikap manis.
"Hinata!" Naruto sumringah melambai pada anak perempuan yang malu-malu mendekat sambil mencengkram kain celana kakak sepupunya.
Hinata memilih gaun emas dengan sarung tangan putih, salah satu tema warna personifikasi putra mahkota sendiri. Rambutnya yang pendek tidak dihiasi apa-apa, namun tertata rapi dan tetap cantik bagi mata Naruto. Meskipun malu-malu dengan pipi memerah, aura bangsawan masih terpancar dengan tiap langkah yang dia ambil. Anggun seperti seekor angsa.
KAMU SEDANG MEMBACA
WILD KINGDOM (The Unforgettable Words)
FanfictionOotsutsuki Toneri menjadi raja setelah ayahandanya mangkat. Kehidupan rakyatnya benar-benar damai bila dibandingkan dengan kondisi kerajaan seberang. Oleh sebab itu pula, sebelum meninggalkan sang putra untuk selamanya, ayahandanya meminta Toneri m...