Hilal

5 1 0
                                    

Kepulan asap mengepul dari panci panas berisi mie instan yang aku masak. Malam ini hujan mengguyur kota, cocok sekali untuk makan makanan hangat seperti mie instan apalagi ditambah telur setengah matang.

Ditemani drama korea aku makan di kamar seorang diri. Menyedihkan memang harus melakukan dan menikmatinya sendiri, tapi aku menyukainya.

Ditengah aku menonton, sebuah panggilan masuk menampilkan nama Hilal di sana. Ada apa dia? Tumben sekali menelpon ku malam-malam.

“Iya Lal, ada apa?” sapa ku sembari menyuap kuah mie.

“Kamu lagi di rumah?”

“Iya nih, kenapa?”

“Coba keluar sebentar, tapi jangan turun, di balkon aja terus liat ke bawah.”

Aku beranjak dari tempat duduk, menuju balkon. Di sana ada sebuah mobil warna hitam dan Hilal di tengah derasnya hujan. Aku tidak habis pikir kenapa dia hanya berdiri di sana.

“Masuk aja Lal, hujannya deres banget!” seruku.

“Nggak usah, aku cuma mau bilang besok pagi aku anter kamu, ya.”

“Astaga Hilal, cuma mau anter aja kamu harus ke rumah aku? Mana hujan-hujanan lagi. Cepet masuk mobil Lal.”

Dia malah tertawa “Iya, Kar.”

Teleponnya ditutup. Hilal masuk kedalam mobil lantas melaju pergi. Setelah lampu mobilnya hilang di tengah hujan, aku masuk kembali. Melanjutkan makan mie yang sudah hangat kuku. Sampai mana tadi dramanya? Aku lupa.

Hilal teman SMA ku. Dia teman dekatku. Saking dekatnya kami sering disebut pasangan. Padahal kami tidak ada kesamaan sama sekali. Dia suka warna putih, aku suka warna hitam, dia suka pedas aku suka manis, dia suka laut aku suka gunung. Hampir tidak ada yang sama.

“Tapikan dicoba aja dulu Kar, siapa tau kan?” kata Jesica.

“Nggak ah Jes, aku nggak mau jadiin perasaan bahan percobaan.”

Betul. Aku tidak suka coba-coba, aku ingin yang sudah pasti dan sudah terencana. Hilal pun tahu soal itu. Dia yang paling mengerti aku selama ini. Aku banyak sekali cerita tentang laki-laki yang aku suka, masalah keluargaku dan masih banyak lagi.
Tapi Hilal tidak pernah bercerita tentang dirinya ataupun masalahnya.

Aku tertegun. Bagaimana bisa aku melewatkan hal yang penting seperti itu. Aku mengambil handphone mengetik nama Hilal lantas menelponnya.

Tidak menjawab. Aku mematikannya lalu menelponnya lagi, tapi tidak ada jawaban dari Hilal. Aku sangat merasa bersalah.
Sebuah notifikasi masuk, dari Jesica.

‘Kar, Hilal kecelakaan’

Memeluk Angan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang