Blurb:
[21+] Kehidupan bahagia sebuah pernikahan yang Sania bayangkan pupus seketika, saat dia harus menjadi pengantin pengganti untuk kembarannya. Sonya, menghilang tanpa kabar beberapa hari sebelum akad dilaksanakan, seperti tertelan bumi jejak S...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Haloo, aku bawa cerita baru. Jangan lupa vote dan komen yaa ***
"Arez hanya ingin menikahi Sonya ibu, bukan kembarannya itu!"
Aku hanya bisa terdiam kaku di balik pintu kamar dengan mata berkaca-kaca setelah mendengar bentakan itu keluar dari mulut mas Arez, pria yang baru beberapa jam menjadi suamiku itu.
Memang mas Arez berhak mengatakannya karena kami menikah atas dasar kebohongan, aku memaklumi itu sebab ini adalah konsekuensi yang harus aku terima, tetapi aku bisa apa? Ini semua aku lakukan demi kembaranku— Sonya. Yang ternyata menyembunyikan rahasia begitu besar dari calon tunangannya—Arez Alandio Mahendra.
Kulihat amarah yang begitu besar dari netra mas Arez, pun sebelum keluar kamar dia sempat membentakku dengan begitu kasar, walau bukan permainan fisik, tapi semua perkataan Mas Arez sangat menusuk bahkan menyakiti relung hatiku.
Dia mengataiku seorang pembohong, perebut suami orang, terlebih yang sangat menyakitkan dia menuduhku memaksa Sonya agar menggantikan posisi kakakku sebagai calon istrinya. Tidak, itu sama sekali tidak benar, demi Tuhan, aku melakukan semua ini karena permintaan Sonya sendiri.
Namun, mustahil rasanya mas Arez mau mempercayai semua pengakuanku itu. Semuanya sudah hancur. Hatiku. Rumah tangga impian yang coba aku bangun, serta janjiku pada Sonya untuk membahagiakan mas Arez.
Aku Sania, dengan masih mengenakan kebaya pengantin menangis dalam diam, lalu kucoba beranikan diri menghampiri Mas Arez yang masih mengenakan jas pengantin ditenangkan oleh Ibu mertuaku. Seketika itu emosi mas Arez membesar saat menatapku.
"Aku membencimu Sania, aku membencimu!" bentak mas Arez dengan tangan terkepal, mungkin jika dia tidak memiliki hati nurani lagi, dia pasti sudah menamparku.
"Dasar pembohong!"
"Arez jaga mulutmu!" tegur Ibu mertuaku yang berada di kursi roda.
"Bagaimana aku bisa memaafkan wanita yang merebut posisi calon istriku, Bu? Pernikahan ini bohong! Aku tidak akan pernah menerimanya."
"Mas maafkan aku..." Aku menangis menunduk di hadapan suamiku, merasa menjadi wanita yang begitu jahat karena telah membohongi laki-laki sebaik mas Arez.
"Aku hanya ingin menikahi kembaranmu Sonya! Bukan dirimu!"
"Arez jangan begini, terimalah kenyataan Sania adalah istri sahmu! Bukankah sebelumnya kamu menerima permintaan ibu untuk menikahinya?"
"Arez memang menerimanya demi ibu, tapi Arez tidak mencintainya," gumam Arez kemudian laki-laki itu berjalan menuju pintu keluar.
Tangisku pecah, ditambah melihat mas Arez justru melesat pergi meninggalkan rumah ini menggunakan mobil pengantin kami. Ibu mengusap bahu dan berusaha menenangkanku.
"Bagaimana pun keadaannya, kamu harus tetap bertahan menjaga pernikahan ini. Karena sekarang Arez adalah suami sahmu, Nak."