✯𝓓𝓪𝓻𝓲 𝓐𝓶𝓸𝓻𝓪, 𝓾𝓷𝓽𝓾𝓴 𝓴𝓪𝓴 𝓡𝓮𝔂𝓮𝓷✯
Malam ini Gerry berencana untuk bertemu Theo dan Anjani di salah satu klub tempat biasa mereka berkumpul, biasanya Reyen juga ikut serta tapi entah kenapa malam ini ia menolak.
Dentuman musik memasuki indera pendengarannya menyambut Gerry ketika melangkah ke dalam sana. Ia terus melangkah mengabaikan orang-orang yang asik dengan dunianya sendiri. Ketika sampai di depan pintu suatu ruangan ia membukanya dan masuk ke dalam setelah menggesekkan kartu yang ia bawa. Ruangan itu adalah ruangan semacam karaoke yang hanya bisa di masuki oleh member tetap, di dalamnya tidak hanya bisa bernyanyi tapi juga di sediakan papan billiar yang biasa mereka mainkan.
Anjani tengah bernyanyi di depan tv dengan suara yang cukup keras, tak jauh dari situ ada Theo dengan tongkat billiar ditangannya. Gerry menyapa mereka berdua. Tetapi anehnya ketika Gerry ingin menyapa Theo laki-laki itu malah mengabaikannya begitu saja. Tentu saja Gerry heran, ia mencoba bersikap biasa saja tapi tak lama kemudian Theo malah berhenti bermain dan mengambil jaketnya. "Gue mau cabut."
Gerry yakin ada sesuatu pada Theo, ia kembali berdiri meski baru saja mendaratkan bokongnya. "Kemana?" tanyanya
"Balik." Theo bersiap memakai jaketnya
"Kenapa, gue kan baru datang."
"Malas aja."
Melihat kedua temannya yang tengah berbincang, Anjani akhirnya mengakhiri sesi karaokenya dan menghampiri mereka. "Kenapa Yo?"
"Jangan-jangan lo bete karena gebetan lo itu sama cowok lain?" tebak Gerry. "Yaelah Yo, lo tenang aja nanti gue bantuin biar lo bisa dapetin tu cewek. Perkara cowok mah gampang nanti gue ajak ngobrol."
Theo menghela napas panjang, menatap Gerry dengan sorot mata tajam. "Emang lo siap kalau gebetan lo gue rebut?" Pertanyaan yang dilayangkan oleh Theo berhasil membuat Gerry dan Anjani menatapnya bingung.
"Maksud lo?"
"Cewek yang gue taksir itu Seline Ger, cewek yang lo taksir juga!" setelah berucap demikian Theo benar-benar pergi meninggalkan Gerry dan Anjani di ruangan ini.
Anjani menatap Gerry, "Ger.."
"Gak mungkin, ini bohongan kan?" Gerry menggeleng, tak percaya dengan ucapan Theo. Tapi kemudian ia tertawa hambar, "Bangsat!"
✯𝓓𝓪𝓻𝓲 𝓐𝓶𝓸𝓻𝓪, 𝓾𝓷𝓽𝓾𝓴 𝓴𝓪𝓴 𝓡𝓮𝔂𝓮𝓷 <2✯
"Selamat pagi kak Reyen," sapa Amora ketika mereka bertemu di depan gedung sekolah. Seperti biasa, Reyen mengabaikan Amora dan melenggang begitu saja. Amora menghela napas sebelum mengejar Reyen. "Obatnya udah di minum, kak?"
"Udah."
"Pintar banget, calon pacarnya siapa sih?" ucap Amora gemas. Reyen terus menggeleng kepala dan berusaha mengabaikan hadirnya Amora. "Kak mau ke mading gak, kita lihat kelanjutan kertas usang dari Amora untuk kak Reyen."
Sebenarnya tidak diajak pun Reyen akan pergi ke sana, setiap hari sebelum ke kelas Reyen selalu mampir ke Mading hanya untuk mencopot kertas itu. Ia tak ingin orang semakin puas meledeknya.
Langkah mereka terhenti tepat di depan Mading sekolah. Tapi mereka tampak kebingungan karena tidak menemukan secarik kertas usang yang biasanya tertempel di sana. Amora mengedarkan pandangannya ke seluruh papan lebar ini. Tapi nihil, tidak ada kertas itu.
"Apa yang nempel belum datang?" terka Amora
Reyen tak peduli dan memilih untuk melangkah pergi dari sana. Syukurlah kalau tidak ada, ia jadi tak perlu susah payah untuk mencopotnya.
"Aneh banget, biasanya pagi-pagi buta juga udah ada." gumam Amora lalu ia pun pergi.
Waktu istirahat tiba, Amora kembali ke Mading untuk melihat apakah tulisannya sudah ada di sana. Tapi tetap tidak ada, ia bahkan bertanya pada beberapa murid yang kelasnya berada dekat Mading. Tapi mereka serempak menjawab tidak tahu. Amora lelah, duduk di kursi panjang tepi lapangan. Mengapa di saat ia ingin menunjukkan jati dirinya si penempel itu malah hilang. Padahal Amora sudah mengumpulkan keberanian untuk bisa mengakui perasaannya. Kini, kalau tidak ada kertas usangnya lagi bagaimana ia mencari perhatian pada Reyen..
"Mor, ngapain duduk sendirian di sini?" Arjuna datang dan duduk di samping Amora.
"Diary gue udah gak di tempel di Mading," kata Amora dengan lesu.
"Ya bagus dong, lo jadi gak nahan malu lagi di kelas," ucap Arjuna
"Enggak, bukan gitu.. udahlah lupain, gue mau ke kelas." Amora bangkit dan melenggang pergi ke kelas. Arjuna masih di tempatnya, menatap kepergian Amora.
"Seandainya lo ngerti isi hati gue mor.."
✯𝓓𝓪𝓻𝓲 𝓐𝓶𝓸𝓻𝓪, 𝓾𝓷𝓽𝓾𝓴 𝓴𝓪𝓴 𝓡𝓮𝔂𝓮𝓷 <3✯
Murid-murid di kantin tengah membicarakan diary Amora yang hari ini tidak ada di Mading. Biasanya mereka tiba sebelum Reyen agar bisa membaca dan memotretnya tapi hari ini tidak ada kertas itu bahkan sebelum Reyen datang untuk mencopotnya.
Banyak yang menebak jika orang yang biasa menempel sedang tidak masuk sekolah, tapi ada juga yang menebak jika orang itu mungkin lelah.
"Menurut gue orang yang nempel diary lo di Mading awalnya pingin buat lo malu deh mor, tapi setelah lihat respons anak Ganesha yang malah puji lo dan lo juga percaya diri, tu orang kayaknya nyesal dan berhenti nempel kertasnya di Mading," kata Seline berspekulasi.
Amora terdiam, memikirnya ucapan Seline yang masuk akal. "Tapi siapa?"
"Yang pasti orang yang gak mau saingan sama dia buat dapat perhatiannya kak Rey."
"Ah.. yang suka sama kak Reyen tuh banyak, kecurigaan itu gak bisa di tunjukkan ke satu orang, susah."
Seline tersenyum kecil melihat keputusasaan Amora. "Nanti juga lo tahu.." gumamnya. Amora tidak begitu mendengar perkataan Seline, ia fokus menatap Reyen yang tengah duduk bersama Anjani sembari menikmati bakso. Ia merasa iri tapi juga sadar diri.
"Hufh..."
✯𝓑𝓮𝓻𝓼𝓪𝓶𝓫𝓾𝓷𝓰...✯
KAMU SEDANG MEMBACA
KERTAS USANG
Teen FictionAmora memiliki hobi yang unik dari kebanyakan wanita diluar sana, yaitu menulis kata demi kata untuk pujaan hatinya. Reyen Mateo Putra. Semua tulisan itu tercatat dengan baik di buku diary miliknya. Namun suatu hari ia melupakan buku itu di kantin s...