☆ MY BADBOSS 1 ☆

29 8 1
                                    

Kerja bukan lagi capek fisik,

tapi capek mental.

☆ M Y   B A D B O S S   1 ☆

"Ke ruangan saya sebentar," sahut Gazza melalui panggilan telepon. Nada suaranya yang penuh perintah selalu membuat bawahannya mau tidak mau harus menurut. Tanpa terkecuali Livy.

Dengan berat hati Livy mengiyakan. Livy menghela napas ini adalah panggilan ketiga untuknya. Menjabat sebagai sekretaris Gazza Julio Ganendra tidak membuatnya bisa berleha-leha. Baru duduk satu menit saja sudah diminta ke ruangannya, entah itu mengambilkan berkas yang ada di meja dengan jarak tiga langkah dari Gazza, atau hal sesederhana membuka kotak makan milik Gazza.

Kadang Livy berpikir dia tidak hanya menjabat sebagai sekretaris melainkan juga babu!

Sebelum masuk ke ruangan Gazza, Livy mengetuk pintu, dan membukanya setelah mendengar perintah Gazza yang memintanya untuk masuk.

"Ada perlu apa Pak Gazza panggil saya?" tanya Livy memasang senyum hambar.

"Tolong bukain sambal di plastik." Tanpa melihat ke arahnya, Gazza menunjuk sambal terbungkus plastik dengan kedua mata fokus menatap layar ponsel.

Livy menggertakkan giginya. SIALAN! BUKA SENDIRI APA SUSAHNYA SIH! LO TUH UDAH UMUR 30! BUKA SAMBEL AJA KAGAK BISA! ANAK SD AJA BISA!

Jika saja saat ini posisinya Livy bukan karyawan, mungkin dia bisa meneriaki kalimat itu di depan wajah bosnya. Padahal buka sambal tuh suatu hal yang mudah, tapi kenapa harus menyuruh Livy yang berada di luar ruangannya?! Bahkan saat dirinya sedang mengurus berkas dan tetek bengeknya!

"Oh, ya, nanti kasih saya materi untuk meeting nanti siang. Sudah selesai, kan?" Kini perhatian Gazza sepenuhnya terfokus pada Livy. Bersiap ingin mengomelinya kalau saja materi rapat siang ini belum beres.

"Dikit lagi beres, Pak." Livy membuang bungkus sambal ke tong sampah. Tidak berani menatap wajah Gazza.

"Masa dari pagi belum selesai! Selesai, kan, sekarang juga! LIMA BELAS MENIT HARUS SELESAI!"

WOILAAAH YANG BIKIN GUE NGGAK SELESAI-SELESAI KAN GARA-GARA ELU!

Gimana Livy tidak kesal, setiap dia mau mengerjakan Gazza selalu mengganggunya, menyuruhnya ini-itu, belum kelar tugas satu dikasih tugas lain. Belum duduk semenit sudah berdiri lagi.

Namun, daripada membantah dan mendapat omelan lebih parah, Livy memilih mengiyakan meski rasanya dia ingin memasukan sambal itu ke mulut Gazza agar berhenti mengomel. Biar sekalian bibirnya monyong, maju sepuluh senti!

ooo

Ada satu kalimat dari Gazza yang sampai hari ini selalu membekas di hatinya. Bukan kalimat mutiara atau bijak yang selalu disampaikan Mario teguh. Melainkan kalimat sarkatis yang menyayat hatinya.

Hari itu Livy melakukan kesalahan, bukan kesalahan yang besar banget sih. Cuma namanya juga Gazza Julio Ganendra, masalah sekecil apa pun bakal digede-gedein dan nggak lupa didramatisir. Dan di detik itulah, ucapan sarkatis bernada sindiran keluar dari mulut bosnya.

"Kamu itu kerja saya gaji, kalau kerjaan kamu kayak gini, saya nggak segan-segan pecat kamu. Saya nggak butuh karyawan yang kerjanya setengah-setengah!"

Dalam prinsip Gazza, karyawan adalah bawahan. Dan dia adalah bos yang menggaji mereka, jadi mau tidak mau harus nurut entah itu benar atau salah. Gazza tidak pernah menganggap karyawan seperti keluarga. Tidak berusaha merangkul. Tidak berusaha menjalin hubungan dengan baik. Gazza selalu berpikir karyawan yang butuh dia, butuh uang dia. Bukan dia yang butuh karyawan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 27, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Dear GazzaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang