16

1.3K 202 42
                                    

Kedua siku bertumpu pada lengan kursi, jemari bertaut sementara pikirannya mengawang. Bila memang bumi yang menyangga langit di atasnya, kenapa putra Wisanggeni yang merasa keberatan?

Entah, ia juga tak mengerti.

Tasha berjalan melalui balik punggung pemuda ini, kedua tangannya penuh memegang dua gelas ukuran besar, satu kantong waffle dengan sirup mapple dan satu kantong cookies matcha.

Raga mungilnya sempat berhenti sejenak ketika tak sengaja menatap pada layar smartphone Jeka yang menyala beberapa kali dalam berkala. Lalu mengambil tempat duduk di samping kawannya.

Ada jeda sewaktu ragu menyambangi, oleh rasa keingintahuan yang mungkin saja akan mengganggu Wisanggeni, akan tetapi Anastasha sungguh ingin bertanya, sebab ia menyadari bila ini bukan baik-baik saja.

"Lo ada masalah sama Archilla?" Seraya mendorong pesanan milik Jeka ke arahnya.

Jeka yang semula menjadikan jalanan yang padat siang itu sebagai fokus, kini menatap Tasha.

Mereka berdua, di bawah tenda outdoor yang disediakan oleh mini kafe Boba, di seberang gerbang utama universitas.

Sang pemuda menggeleng, "Enggak."

Tentu Tasha tak lantas percaya, dia menyaksikan bagaimana Jeka yang mengabaikan beberapa pesan yang Archilla kirim, tak kunjung menjawab meski pun Jeka sudah membacanya lewat nontifikasi.

Padahal ia tahu, Archilla benar-benar prioritas seorang Jeka Wisanggeni; yang bahkan pernah ingkar memenuhi janji untuk mengantar Tasha pulang dari kampus dulu.

"Sha, maaf. Gue gak bisa nganter lo pulang nih. Gue ada urusan. Gue pesenin gojek gimana? Atau gue minta tolong yang lain?"

"Gapapa, Jek. Gak usah pesenin gojek, atau minta tolong temen lo. Gue bareng Laras aja."

"Maaf ya. Next time gue janji beneran nganter lo pulang."

Tasha tertawa, "Gue gak ngarep lo anter pulang kali. Dari awal lo yang nawarin, tapi gak nyanggupin."

"Maaf."

"Gapapa. Yaudah, gue tutup ya."

Dan, Tasha dibuat paham hari itu; ketika netranya menangkap Archilla yang duduk di belakang motor Jeka. Meninggalkan pelataran kampus, juga meninggalkan Tasha dengan harapan yang tak seharusnya ia bangun jika hanya berakhir pupus.

Tasha tersenyum, lebar sekali. Jeka yang mendapati itu jelas mengernyit heran, "Kenapa senyum-senyum?"

"Lo lucu banget sihhh." Sambil mencubit pipi Jeka yang tak protes.

"Apanya?"

"Sikap lo tuh kebaca! Gue tau ya kalau Archilla tadi berangkat sama Dipta. Gue gak tau sih kenapa mereka bisa barengan, tapi gue tebak! Lo ngerasa kesel kan?"

Tasha tersenyum mengejek, lantas dibuat terkejut kala Jeka menggunakan jarinya untuk menarik bibir Tasha maju. "Ih!" Ditepisnya tangan Jeka, "Nanti liptint gue kemana-mana!"

Wajah pelakunya menye-menye tak peduli, "Makanya gak usah sok tau."

"Enggak sok tau tuh! Elo aja gengsinya ketinggian."

Jeka tersenyum, "Sha, lo berisik. Makan aja udah."

•••

WhatsApp

- young and useless -


Jackson : itu yang diomongin anak-anak bener?

I love your boyfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang