-Perseteruan sepihak-
_______________________________________________
Di trotoar jalanan yang memang cukup lenggang. Runi berjalan sendirian dengan tubuh yang masih terbalut seragam sekolah lengkap. Hari ini dengan alasan badan kurang fit ia mendapatkan ijin untuk lekas pulang walaupun belum tiba waktunya. Namun tak dapat dipungkiri adanya sedikit bumbu melebih-lebihkan di sana."Maanies, kiw kiw."
Goda sekawanan preman jalanan yang entah datang tak tau darimana. Runi sendiri tidak mengindahkan itu, ia berlalu tanpa ingin perduli. Alih-alih berhenti para preman dengan tampang awut-awutan tersebut tetap kukuh tak mau menyerah dengan terus mengekor kemana dirinya melangkah.
"Bagi duit dong, neng geulis" tutur si preman gondrong merayu. Merasa cukup menganggu ia mengakhiri langkahnya. Mengalihkan atensinya melirik pada satu preman yang sedari tadi tak henti-hentinya meminta uang. Sekilas irisnya menyorot lekat penampilan preman itu.
Rambut gondrong keriting yang ngembang. Kumis pun mengeriting namun panjang pendeknya terlihat tak seirama lantaran tak lekas terpangkas. Tubuh kurus, kering, dan pendek namun terhiasi oleh tato-tato yang Runi tak tau pasti apa bentuknya. Baju kusut namun terlihat kenarsis nya dengan celana jins modelan tahun 2000.
"Mau duit ya kerja, kids" lafalnya seraya memindai wajah mereka dengan sorot malasnya yang begitu ketara. Mendapat sautan yang terasa kurang enak terdengar oleh telinga tentunya mereka melawan tegas tak mau kalah. "Halah! Kerja kerja. Ngaca! Lu paling juga masih jadi beban emak lu" dalih si preman botak menggebu-gebu.
Runi merotasikan matanya enggan untuk menanggapi lebih jauh. "Emaknya udah ketanem, brother" timpalnya ringan sebelum dirinya beranjak pergi tanpa ingin memperpanjang. Sedangkan mereka yang mendengarnya seketika merasa tertohok pada pernyataan yang dirinya utarakan.
"Heh tunggu dulu bocah!"
Seru satu preman lainnya menghalangi. Preman itu melangkah maju ingin menahan bahu Runi agar tidak lekas pergi. Akan tetapi sebelum tangannya berhasil menjangkau, Runi sudah terlebih dulu jatuh tersungkur lantaran tanpa sengaja dirinya tersandung kakinya sendiri.
Nyaring terdengar tubuh Runi yang ambruk terduduk di aspal. Mereka yang berada di lokasi kejadian yang menyaksikan tentu melontarkan gelak tawanya menertawakan kecerobohan yang dirinya perbuat. "AWAOKKWAKKWAK! kasian bener lu. Udah pendek, loyo, piatu lagi " ungkap preman terakhir dengan tawa menggelegar yang tak berujung.
"Sini gue bantu."
Setelah merasa puas menertawakan dia mengulurkan tangannya bermaksud ingin membantu Runi agar lekas kembali berdiri. Belum sempat terjangkau balasan uluran dari gadis itu, sebuah tendangan kilat mendarat pada punggung belakangnya. Tindakan sepihak itu membuatnya kontan terdorong beberapa langkah ke depan hingga mengakibatkan tubuhnya nyaris terjatuh lantaran tak siap.
Sesosok remaja muda menghampiri Runi yang masih terduduk linglung. "Ayo lari!" imbuhnya bergegas mengajak tidak sabaran. Ia sendiri bungkam menatap remaja itu tanpa lekas menurutinya. "Kenapa?" bingungnya dengan keterdiaman Runi. "Capek, males lari" lafal Runi sepenggal.
Dia tertegun mendengar apa yang gadis itu utarakan. "Sialan! Salah nolong orang, gue" gumamnya pada dirinya sendiri. Retina pemuda itu beralih menetap ke belakang di mana terdapat sekumpulan preman tadi. Dan dapat ia tangkap tatapan marah mereka yang terlayangkan untuknya. Merasa terancam, dia mengurungkan niat baiknya untuk menolong.
"Terserah lo dah, gue masih mau hidup."
Lanjutnya dengan melenggang pergi tanpa ingin memperdulikannya lagi. Sungguh, baru kali ini dirinya menyesal mempunyai itikad baik untuk membantu orang. Menghiraukan anak muda tadi kini mereka para preman beralih menghampiri Runi yang masih pada posisi duduk terkulai lemahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANTAGONIS MAGERAN
Ficção Científica-Hanya cerita klise perihal transmigrasi jiwa- Bukan kisah si pelakon istimewa dengan segala kejeniusannya. Bukan juga pasal si pelakon Good Looking dengan segala daya pikatnya. Ini hanya secuil cerita perihal si dia, pelakon pemalas dengan predikat...