Menuju Tarim, aku naik pesawat terbang untuk yang pertama kalinya. Aku dan abangku turut bersama rombongan yang tak kuingat jumlahnya, tapi seingatku, akulah satu-satunya perempuan. Sebagian besar dari rombongan tersebut akan belajar di Tarim dan sisanya hanya sekadar berkunjung.
Perjalanan pertama dari Jakarta adalah menuju Abu Dhabi, ibu kota Uni Emirat Arab. Jarak tempuhnya lebih dari sepuluh jam. Kami transit sehari di sana, kemudian lanjut terbang lagi sekitar tiga jam menuju San'a, ibukota Yaman. Aku pikir kami sudah sampai, namun ternyata sesudah berada di bandara yang sederhana itu selama enam jam, kami kembali harus menaiki pesawat kecil menuju Seiwun, ibukota Hadramaut.
Setelah menempuhi langit Yaman selama satu jam, kami tiba di bandara Seiwun yang tergolong tidak luas. Kami pun segera mengambil koper masing-masing, kemudian berangkat lagi menuju Tarim dengan menumpang mobil.
Abangku melirik ke arahku yang pasti tampak sangat kelelahan di matanya. "Perjalanan ini hanya memakan waktu satu jam," ujarnya berusaha menenangkan.
Bagaimana aku tidak kelelahan? Sebelumnya, aku hanya pernah bepergian beberapa jam dengan bus dari rumah menuju pondok pesantren. Itu pun, biasanya, aku memerlukan waktu berhari-hari melepas rasa penat setelahnya.
Sementara perjalanan kali ini memakan waktu dua hari di atas awan. Badanku rasanya hampir ambruk.
Tak mampu kubayangkan seperti apa beratnya perjalanan para ulama dari Timur Tengah di masa lalu ketika berdakwah ke Indonesia ataupun negara-negara lainnya. Mereka menaiki kapal laut berbulan-bulan, terombang-ambing dalam ganasnya gelombang. Andai bukan karena keikhlasan mencari ridha Allah, aku rasa mereka tentu tak akan mau melelahkan diri seperti itu.
Halimah, hidup ini keras. Maka, kuatlah...!, bisikku lirih kepada diri sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
assalamualaikum Tarim
Historical Fictionuntuk mengenalkanmu bahwa di atas muka bumi ini ada sebuah kota kecil. yang meski tak terlihat menarik pemandangan alamnya, tak bersahabat cuaca dan kulinernya, namun kota ini membuat saya mengerti hakikat hidup yang sesungguhnya yaitu berbekal menu...