Siapapun yang datang ke Tarim, untuk tujuan apapun, hal pertama yang biasanya dilakukan adalah berziarah ke makam para wali di pekuburan Zanbal. Bagaimanapun, selain penghuni yang masih hidup, Tarim dipenuhi dengan orang-orang mulia yang sudah lebih dulu meninggalkan dunia ini.
Tak menunggu waktu lama, keesokan harinya kamipun berziarah ke pemakaman paling terkenal selain Ma'la di Mekkah dan Baqi' di Madinah itu. Seorang kawan mengantar kami ke sana sekaligus menjadi pemandu ziarah kami.
Letaknya di pusat kota Tarim, berhadapan dengan masjid Jabanah yang tak jauh dari pasar, sebuah pemandangan yang absurd ketika kita berjalan di pasar yang bising sementara mata kami kerap terarah ke pekuburan besar di hadapan.
Aku yakin para ulama mengatur ini bukan semata kebetulan. Mereka memiliki maksud yang tak sederhana, melainkan semacam peringatan untuk tak tenggelam dalam urusan duniawi. Sebab sesudah kesibukanmu di dunia ini, kamu pasti akan pulang menuju rumahmu yang sejati, kuburanmu sendiri.
"Habib Abdurahman Assegaf sekitar enam tahun yang lalu mengatakan bahwa terdap sepuluhribu wali terkubur di Zanbal. Bisa dibayangkan, jika di masa itu saja sudah sebegin banyaknya, kira-kira berapa jumlah mereka sekarang? Padahal setiap zamannya selalu saja ada wali baik yang dzahir ataupun yang tersembunyi," kawan abangku mulai bercerita.
"Tapi tentu kita hanya akan menziarahi yang paling utama di antara mereka," tambahnya saat langkah kami mulai memasuki gapura pekuburan tersebut.
Kami pun melepas sandal dan meletakkannya di dekat pintu keluar.
Ribuan pusara terbentang di hadapanku, tanpa tegel apalagi marmer, semua begitu sederhana, kemegahan kurasa justru ada di dalamnya.
Tak seberapa jauh kaki melangkah, aku melihat semacam bangunan yang berpintu.
Kawan abangku menerangkan, "Ini makam salah satu sahabat Nabi Muhammad SAW yang berdakwah di sini."
Lalu kami melanjutkan langkah dan berhenti di bawah sebuah atap yang menaungi berpuluh kuburan.
"Ini adalah makam Al-Faqihil Muqoddam Muhammad bin Ali Ba'alawy. Makam utama yang diziarahi di Zanbal bahkan di seluruh Hadramaut," jelasnya lagi.
Mendengar nama itu disebutkan, mataku memanas. Terbayang wajah abahku ketika membaca doa itu sesudah membaca ratib Al-Haddad, betapa nama beliau yang membawaku berani datang ke negeri ini.
"Ya Rabbanaa yassir lanaa umurana bijahi Sayyidina Muhammad bin Ali Ba'alawy"
yang artinya ya Allah mudahkan semua urusan kami dengan keberkahan Sayyidina Muhammad bin Ali Ba'alawy,
Doa yang belakangan kutahu merupakan tawassul Habib Ali Alhabsyi penulis maulid Simtuddurar ini merupakan doa yang kerapkali kubaca saat dalam kesulitan. Meminta kepada Allah dengan kemuliaan beliau,
Setelah mengucap salam dan membaca d ziarah yang biasa dibaca para ulama di negeri ini, kawan abangku menerangkan kembali, "Al-Faqi Muqoddam adalah tokoh ulama terbesar pad zamannya, keturunan keenambelas Baginda Nabi Muhammad SAW dan kakek dari kebanyakan marga habaib di Indonesia bahkan di seluruh dunia. Kabarnya delapan dari sembilan Wali Songo yang membawa islam ke Pulau Jawa adalah keturunan beliau. Beliau lahir di Tarim pada tahun 574 H dan wafat di kota yang sama pada tahun 653 H.
"Kabarnya lagi, beliau melaksanan sholat seribu rokaat setiap malam dan menyedekahi ratusan keluarga miskin dengan membagikan seluruh hasil kebun kurmanya. Sementara justru untuk beliau sendiri dan keluarganya, beliau memilih kurma yang jelek. Sedekah itu dibagikan oleh istri beliau hingga dijuluki Zainab Ummul Fuqara, ibu kaum fakir miskin."
Kawan abangku menunjuk, "Makamnya di sebelah sana," sambil mulai berjalan menuju makam tersebut.
Kami berhenti di dekat makam Sayyidah Zainab, lalu mengirimkan bacaan surat al-Fatihah.
KAMU SEDANG MEMBACA
assalamualaikum Tarim
Historical Fictionuntuk mengenalkanmu bahwa di atas muka bumi ini ada sebuah kota kecil. yang meski tak terlihat menarik pemandangan alamnya, tak bersahabat cuaca dan kulinernya, namun kota ini membuat saya mengerti hakikat hidup yang sesungguhnya yaitu berbekal menu...