Setelah sekitar dua minggu tinggal di rin keluarga kawan abangku, kami menemukan rumu kontrakan yang sesuai isi kantong. Kami membawa koper menuju rumah tersebut. Lokasinya seki empatratus meter dari Darul Mustofa, pondok pesantren tempat abangku belajar.
Rumah itu disebut rumah Masjid Albaar karena berada dalam satu bangunan dengan masjid tersebut. Hal yang agak aneh pada mulanya, serasa tinggal di dalam masjid. Apalagi ketika adzan berkumandang, seperti seseorang adzan tepat di telinga kita. Suaranya terdengar jelas saat adzan dikumandangkan bahkan tanpa pengeras suara sekalipun.
Kebiasaan di negeri ini setiap kali membangun masjid mereka akan membangun sarana yang dapat menafkahi masjid tersebut. Biasanya pertokoan atau ataupun rumah yang disewakan. Sehingga masjid tersebut mandiri, tidak mengandalkan pemasukan donatur apalagi kotak amal. Pantas saja masjid-masjid di sini cenderung lebih kaya dari rumah warga pada umumnya. Hampir semua masjid memiliki AC, pemanas air di kamar mandi, dan pendingin air minum. Saat warga kekurangan air untuk minum dan masak, mereka bisa mengambilnya di masjid.
Semua wataan sholat berjamaah, perempuan di dalam rumah dan laki-laki baik anakuan ataupun dewasa menjadi jamaah tetap di masjid terdekat. Jika dia tak terlihat saat waktu shojid jamaah masjid tersebut akan mendatangi rumahnya dan menanyakan kabarnya. Itulah yang membuat warga saling mengenal dan peduli satu sama lain, persaudaraan yang terjalin membuat siapapun tak merasa hidup sendiri, kaya karena memiliki banyak saudara.
Kawanku berkebangsaan Inggris yang tinggal lama di Tarim pernah berkata, "Ini adalah satu-satunya negeri di mana aku berani tinggal di sini tanpa sepeser uang pun. Mereka tak akan membiarkanku kelaparan."
Tarim membangun persatuan masyarakat dengan membangun masjidnya. Sebuah konsep yang dipetakan oleh Nabi Muhammad SAW saat hijrah ke Madinah. Beliau membangun masjid lebih dahulu dari membangun rumah.
Ya, membangun masjid berarti membangun sarana hubungan antara hamba dengan Tuhannya dan antara hamba dengan sesamanya. Islam dipraktekkan di kota Tarim sebagai fondasi yang indah dalam hidup bermasyarakat.
Perempuan tidak shalat di masjid, sehingga tak ada shaf khusus perempuan di sana. Hal ini berdasarkan pada sabda nabi Muhammad SAW, "Sholatnya perempuan di dalam rumah mereka lebih baik daripada sholatnya mereka di masjidku ini." (HR Ahmad)
Namun ada musholla khusus untuk perempuan tua dan anak-anak, itupun letaknya di dalam gang, sehingga tak terlihat dari jalan utama dan tak mengumandangkan adzan.
Aku mengetahui hal ini di hari pertama tinggal di rumah kontrakan kami di masjid Albaar.
KAMU SEDANG MEMBACA
assalamualaikum Tarim
Historical Fictionuntuk mengenalkanmu bahwa di atas muka bumi ini ada sebuah kota kecil. yang meski tak terlihat menarik pemandangan alamnya, tak bersahabat cuaca dan kulinernya, namun kota ini membuat saya mengerti hakikat hidup yang sesungguhnya yaitu berbekal menu...