Setelah Mama Pergi [1]

29 4 0
                                    

Park Jeongwoo

"Kenapa rasanya sangat asing

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kenapa rasanya sangat asing."

~•~

Aku bukan lagi anak kecil yang suka langsung lari saat papa atau kakak teriak. Karena mereka sudah tidak pernah berteriak lagi padaku. Keluargaku sudah damai sejak -entah sejak kapan. Seingatku sejak kedatangan Junghwan, tapi jelas bukan karena Junghwan keluargaku menjadi damai.

Aku bukan lagi anak kecil yang suka diam karena bentakan papa atau kakak. Keluargaku damai, suara-suara keras itu sudah jarang aku dengar. Papaku menjadi baik, siapa pun dulu yang sudah berhasil membuat sifat papa menjadi baik, terima kasih banyak. Karena papa baik, kakak juga ikut jadi baik.

Aku bukan lagi anak kecil yang penurut. Yang ini minus, kalau kakak jadi baik karena papa berubah jadi baik, aku justru jadi satu-satunya anak yang membangkang papa. Hanya penasaran bagaimana rasanya menjadi masalah dalam keluarga. Bercanda.

Aku sudah remaja. Sekarang aku, Haru, Haeun, dan Junghwan sudah masuk SMA. Persahabatan kami masih terus terjalin, bahkan semakin lengket. Haru masih sering rusuh dan membuatnya terus berdebat dengan Haeun atau Junghwan. Kalau aku tetap jadi yang pendiam, diam-diam paling nakal.

Sekarang aku tau kenapa dulu papa marah sama Kak Dobby sampai segitunya. Ternyata kehidupan remaja memang seperti ini, penuh dengan hal-hal baru. Aku menyukai masa remajaku. Jauh lebih menyenangkan dibanding masa kecilku yang hanya menurut apa kata papa dan kakak.

Aku bisa berbuat semauku. Aku ingin pulang malam, tinggal bilang ada tugas kelompok. Aku ingin bolos, tinggal bilang libur. Aku ingin nongkrong, tinggal bilang ada rapat. Aku ingin pacar, sayangnya tidak ada perempuan yang menyukaiku. Sangat disayangkan orang tampan sepertiku ini jomblo.

"Jeo, cepetan, anjir! Keburu telat!"

"Sabar, goblok!"

Aku mengayuh sepedaku dengan lebih kuat lagi. Jalanannya menanjak, sangat melelahkan jika harus mengayuh seperti ini. Salahku juga karena menyetujui ajakan Haru untuk naik sepeda. Biasanya diantar pake mobil.

Aku tertinggal jauh dari yang lain. Aku lihat di depan sana Haru dan Junghwan sedang asik menertawaiku. Lihat saja nanti, aku dorong sepeda kalian sampek kalian nyunsruk. Ada Haeun yang hanya diam melihatku kesusahan, dia enak karena dibonceng Haru.

"Jompo banget, sih. Jalanan nanjak sedikit aja dah ketinggalan."

"Pala lo nanjak sedikit. Itu empat puluh lima derajat, anjir. Capek banget, duh lututku rasanya mau copot."

Jalanannya berbalik jadi menurun. Akhirnya kakiku bisa beristirahat. Jarak sekolah tinggal sedikit lagi, di ujung turunan sana. Aku tetap di belakang, Junghwan paling depan, Haru dan Haeun di tengah. Kami sudah sebesar ini ternyata.

"Pagi, pak satpam!"

Tawa kami mengalun. Melihat wajah kesal dari satpam sekolah adalah rutinitas pagi kami. Padahal kami hanya menyapa, tapi satpam itu selalu terlihat kesal kalau kami yang datang. Mungkin karena kesan pertama kami yang tidak baik, gerbang sekolah hampir roboh karena aku, Haru, dan Junghwan manjat bareng.

Thank YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang