Americano Love [1]

18 2 0
                                    

Takata Mashiho

"Semua hanya tentang waktu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Semua hanya tentang waktu. Pertemuan kita yang sedikit terlambat membuatku menjadi peran antagonis di sini."

~•~

Pagi-pagi sudah dikejar deadline. Padahal semalam bilangnya masih nanti hari minggu. Bangun tidur cek ponsel tiba-tiba dapat notif laporan hari ini harus selesai, kuso!

Sudah lima jam lebih aku bergelut dengan komputerku. Menyebalkan, menyebalkan, sungguh menyebalkan. Energiku terkuras habis. Di isi saja belum, langsung dikuras seperti ini. Mati saja!

Aku berjalan keluar gedung, mencari kafe terdekat mungkin jadi pilihan paling tepat. Yang paling penting sekarang adalah kopi. Membayangkan kepulan asap dari kopi yang baru saja dibuat mungkin bisa sedikit meringankan sakit kepalaku.

"Americano satu."

"Kak, americano satu, ya."

Seseorang menyerobot atreanku, tapi dia dengan sopan meminta maaf. Cantik sekali wajahnya. Rasanya senyuman itu membuat semua lelahku menghilang.

○○○

Lagi-lagi dipermainkan oleh atasan. Di negara maju seperti Jepang, mengapa masih ada atasan yang bersikap seenaknya seperti ini. Apakah orang tua itu tidak tau jika ini adalah akhir pekan. Waktu istirahatku yang singkat semakin singkat saja.

Aku harus segera memesan kopi atau aku bisa pingsan karena kelelahan. Astaga, kenapa jarak kantor ke kafe yang bersebelahan ini terasa sangat jauh.

"Americano 8 shot."

"Americano —hey, apa kamu ingin mati?"

Aku menoleh. Ternyata yang baru saja menegurku adalah wanita yang tempo hari menyerobot antreanku di kafe ini juga. Wah, kebetulan macam apa ini.

"Sedikit depresi."

"Mau cerita?"

Sok akrab, tapi tidak ada salahnya mengiyakannya. Siapa tau dia memang orang yang tepat untuk segala masalahku ini.

Entah mengapa aku begitu mudahnya menceritakan semua masalahku pada wanita yang baru aku ketahui namanya adalah Reina, nama yang indah. Mungkin karena Reina begitu peka, membiarkanku menceritakan semuanya tanpa dia potong.

Semakin lama, Reina jadi ikut menceritakan masalahnya. Hal yang mengejutkan, ternyata dia sudah menikah dan memiliki tiga anak. Apa aku harus mundur? Sepertinya tidak.

Dari cerita Reina tentang suaminya yang jauh di Korea Selatan sana, aku menyayangkan keputusan Reina untuk pergi. Kalau dipikir, jika Reina memang kecewa dengan suaminya, kenapa buntutnya sampai tiga. Reina bukan menghukum suaminya, tapi menelantarkan anak-anaknya.

"Apa kamu tidak rindu anak-anakmu?"

"Rindu, tapi papa tidak mengizinkanku kembali."

○○○

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 21, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Thank YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang