Aku updatenya ini dulu ya ending zenon and savea butuh persiapan maksimal. Jangan lupa vote dan komennya, selamat membaca lovee!!!
***
Tadi ada yang menembaknya lagi. Barraq Adirajasa memang cukup tahu bahwa dirinya memenuhi standar cowok tampan pada umumnya. Beberapa kali para gadis di sekolah dan pelanggan Kafe tempat ia bekerja, mengungkapkan perasaan suka. Namun, kebanyakan tinggkah mereka selalu membuatnya risih. Suka sih suka tapi jangan sampai neror Nadine juga.
Barraq kadang muak setiap saat dipuji ganteng. 18 tahun lebih Barraq hidup, setiap hari Ibu Tia tidak pernah melewatkan kesempatan untuk memuji ketampanan putra sulungnya. Katanya, Barraq punya hidung mancung, mata tajam, tubuh tegap dan kulit sawo matang yang sama persis dengan sang ayah. Tapi, Barraq benci melihat kesamaan mereka di cermin.
"Ihh mas Babaaaa aku tuh minta tolong kok malah bengong gitu sih! Ibuu, mas gak mau nolong aku!"
"MAS, ADEKNYA DITOLONG DULU, IBU MASIH MASAK!" teriak Ibu Tia dari dapur.
"Iyaa Bu." Barraq menghela nafas lagi. Setipis inilah kesabaran Berlian. Kartu As-nya selalu mengadu pada Ibu yang jelas tidak bisa ia tolak perintahnya.
"Terakhir kamu belajar dimana, kok buku temanya bisa ilang?" tanya Barraq.
"Sek to mass, aku masih mikir! Pas kemarin mbak Tutu janji ajarin aku matematika terus gak jadi, akunya ketiduran di sofa. Kann kata ibu, mas yang gendong aku ke kamar! Aku tanya ibu katanya gak liat, hisss besok diperiksa ibu gurunya, nanti aku dimarahin gimanaa?!" jawab Berlian, menghentak-hentakan kakinya pada lantai.
"Ya gimana, mas gak tau coba tanya Ratu dulu," balas Barraq dengan sabar.
"Mass aku suruh bantuin cari bukan ngomong terus!"
"Iya-iya ini mas cariin, jangan nangis dulu."
Barraq bergegas berlutut, melihat-lihat kolong sofa dari sudut ke sudut. Sambil mengikuti perintah adik bungsunya yang cerewet. Hanya berkata coba liat disana, coba liat disini tanpa ikut membantu.
"Asalamualaikum." Salam Ratu itu dilewatkan saja oleh Berlian. Gadis imut itu langsung berlari ke arah Ratu dan memeluknya. "Eh Lian kok nangis? Kenapa?"
"Buku temaku ilang mbak Tutu, hiss mas Baba aku suruh bantuin tapi malah ngomong terus," adu Berlian menggebu.
Ratu yang posisinya sudah berlutut mengikuti tinggi Berlian mengangkat alis, Barraq mampir ya? Kok raganya tidak kelihatan? "Yaudah biar mbak bantu cariin ya. Kamu jangan nangis lagi," bujuk Ratu mengelus-elus kepala Berlian lembut.
Gadis kecil cerewet itu menjauhkan badannya. Melipat tangan dengan wajah sebal. "Gimana coba akunya gak nangis, orang mas ngeselin."
"Gak boleh sebel gitu sama mas kamu. Sabar ya, mbak bantu cariin dulu."
Buk!
Ratu baru berdiri ketika mendengar suara nyaring itu. Umpatan keras Barraq semakin membuat ia meringis. Tulang kering Barraq terantuk pada meja kaca, astaga pasti sakit sekali. Cowok itu masih meringis ketika berjalan perlahan menggapai mereka untuk memberikan buku tema Berlian yang tadi hilang.
"Lain kali bukunya jangan dibuang sembarangan lagi, udah ya jangan nangis lagi. Maafin mas udah bikin Lian sebel. Bilangin ibu, mas mau jemput mbak Nadine dulu, nanti malam mas kesini lagi," kata Barraq.
"Iya-iya terserah, makasih udah bantuin aku," ucap Berlian dengan muka setengah cemberut.
Ratu memilih diam melihat interaksi kakak adik itu, apalagi saat mendengar nama Nadine disebutkan Barraq dengan begitu lugas. Rasanya sedikit kecewa, tapi dia siapa?
KAMU SEDANG MEMBACA
Coulomb Owns Love
Teen FictionTentang dua muatan rasa berbeda yang saling berdekatan, dengan jarak yang timbul karena gaya tarik-menarik yang sebanding dengan besar muatan rasa namun berbanding terbalik dengan kuadrat jarak. Jika tidak ditelaah lebih dalam, orang-orang hanya aka...