Sebagai pencinta wanita cantik, rombongan pemuda tampan a.k.a anak kafe Gendhis berada di garda terdepan, siap siaga menyorakan semangat untuk anak bos. Kala gadis-gadis berkebaya mulai maju, melambaikan selendang lalu menggerakkan pinggulnya lembut, mereka bersorak heboh sementara mata nakal siap mengincar si cantik.
"Kiw-kiw, mbak Dira semangat!"
"Disamping Dira yang itu!" Rama bersemangat menunjuk ke arah panggung, "Kelas berapa dia? Cantik banget cok!"
"Minimal charger dulu otakmu Ram, baru ngincar anak guru Fisika!" hujat Aji.
"Kalau Ceva aku tau! Yang itu bung, yang kedua dari depan!"
Aji melototi Rama setelah matanya menangkap siluet Ratu, "Mundur wir, sainganmu Barraq Adirajasa!"
"Bukan, kalau incaran bung Barraq udah ku'hafal!"
"Asu! Makanya jelas dong kalau nunjuk, kiri apa kanan!"
Barraq yang semula fokus pada objek di depan ikut menimbrung, "Yang sekarang paling depan bukan Ram?"
"Nah iya! Iya! Siapa namanya, kelas berapa?" ujar Rama menggebu-gebu.
"Sifa, sekelas sama Ratu," balas Barraq.
"Sifa?" Kerutan di dahi Rama timbul. "Kok kayak gak asing?"
Aji lalu berdeham berulang kali, "Masa kowe gak tau dia sih Ram?"
"Sifa yang-Oooo iyaaa-iya!" Setelah konek dengan Aji, Rama menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
"Kenapa Rick, sariawan?" Meski pelan Barraq dapat tetap mendengar umpatan Patrick. "Asu."
Barraq mengawali gelak tawa mereka yang lalu berpadu dengan lantunan lagu pengiring tari. Sadar diawasi tajam oleh guru BK, kompak semuanya menutup mulut.
Ketika fokusnya telah kembali direnggut, Barraq baru sadar apa yang ia perhatikan pagi tadi.
Gadis itu.
Bukan karena paras Ratu Nugroho yang dibalut makeup namun, dalam busana tari bernuansa kuning dan hijau dia persis seperti Ibu Tia sewaktu muda di album keluarga. Banyak kemiripan diantara mereka, termasuk senyum malu-malunya yang familiar karena hangatnya terasa sama.
Ketika pandangan mata gadis itu mengiringi gerak tangan, memandang arah jari-jari, laki-laki berpakaian Paskibraka lengkap itu mengambil ponsel lalu memotret. Tentu keputusan ini punya alasan yang jelas, untuk siapa lagi foto gadis itu jika bukan untuk ibunya.
"Ngapain foto-foto anak orang?"
Mengenali suara itu, Barraq menoleh kesamping, "Bukan buat apa-apasih, inisatif aja soalnya ibu pasti bakal nanyain Ratu."
"Beneran?" bisik Nadine sinis.
"Beneran." Gurat bingung timbul di kening Barraq sebab nada emosi gadis itu. "Kenapa kesini tadi katanya malas gabung karena kita pasti berisik."
"Kamu tanya kenapa? Sumpah aku kesel banget, gak abis pikir sama kamu. Bisa-bisanya kamu ngegas banget ngedeketin Ratu tapi follow instagram dia aja enggak. Kamu tuh niat gak sih?"
"Emang harus?"
"Astaga Raq itu bukan lagi harus tapi wajib!" ucap Nadine kesal, bahkan volume suara gadis itu hampir tak terkontrol. "Cewek tertarik dari hal-hal sederhana."
"Aku jarang main sosial media jadi gak pernah kepikiran," balas Barraq apa adanya.
"Sumpah yakin deh aku, kalau aja Ratu gak tinggal di rumah kamu, gak akan mungkin ada kemajuan."
"Kalau gak Ratu, kan ada cewek lain. Kamu yang maunya aku sama Ratu." Barraq menghela nafas. "Nad, menurut kamu aja dia suka aku, aslinya enggak. Ratu kesel setiap kali ada aku."
KAMU SEDANG MEMBACA
Coulomb Owns Love
Novela JuvenilTentang dua muatan rasa berbeda yang saling berdekatan, dengan jarak yang timbul karena gaya tarik-menarik yang sebanding dengan besar muatan rasa namun berbanding terbalik dengan kuadrat jarak. Jika tidak ditelaah lebih dalam, orang-orang hanya aka...