Chapter 09 : Pesta Pernikahan

152 29 3
                                    

Setiap sudut istana dihias oleh kain sutera berwarna merah, hitam dan emas. Hari pernikahan adalah yang paling sakral dan spesial tapi tidak untuk Shura. Shura tidak habis pikir dengan pikiran Raja Holmes.

Dia bahkan belum bisa berjalan normal tapi pernikahan tetap di gelar. Tamu undangan sudah mulai berdatangan dari setiap sudut Ursula untuk melihat acara pernikahan Sang Putra Mahkota dari Kerajaan selatan itu.

"Apa yang dipikirkan Raja itu!" desis Shura.

"Jangan banyak berbicara, diam di sana dan tunggu saja Pangeran menjemput anda," tutur pelayan wanita.

"Aku benci pakaian ribet ini," keluh Shura menatap pakaian pernikahannya.

Kepalanya juga sedikit berat oleh hiasan.

"Ratu Cremon." 

Seluruh pelayan bersimpuh. Wanita penguasa Ursula itu tersenyum ke arahnya. Dia menggengam tangan Shura.

"Ayo Putriku, suamimu sudah menunggu," ajak Ratu Cremon.

Dia seperti orang cacat yang ditandu oleh pengawal. Dia tidak menunduk walaupun berbagai tatapan tajam dan jijik mengarah kepadanya. Kain penutup wajahnya sedikit tersingkap dan hinaan meluncur bebas tanpa rasa takut dari para rakyat.

Pangeran Lycato nampak berdiri gagah dengan pakaian senada.

"Pegang tanganku," suruh Lycato.

Dia memegang tangan Lycato erat, walaupun pernikahan ini sama sekali tidak seperti yang dia bayangkan dan inginkan. Namun, jantungnya berdetak kencang karena dia memiliki prinsip untuk menikah satu kali dengan orang yang dicintainya tapi sayang Lycato bukan orang yang dia inginkan.

Keduanya menjalani proses pernikahan dengan serius. Shura meneteskan air matanya saat saling berhadapan dengan Lycato.

"Aku tidak berjanji membuatmu bahagia, aman dan nyaman tapi aku bisa menjamin jika aku selalu ada," bisik Lycato.

Shura menunduk. Mereka dipersilakan duduk di tempat khusus pengantin. Shura tenang memandangi semua orang. Banyak orang datang memberikan hadiah pernikahan.

"Apa aku terlambat datang? Aku lewat di wilayah ini kemudian melihat sebuah pesta ternyata pernikahan Putra Mahkota dari Kerajaan selatan."

"Saya memberikan selamat untuk Pangeran dan Putri."

"Jika berkenan dari mana kah asal pemuda berpakaian kumuh ini?" tanya Pangeran Xie merendahkan.

"Saya Noam, pengelana biasa yang ingin melihat pernikahan megah ini," jawab Noam menyentuh pedang.

"Silakan penikmati pesta," suruh Lycato.

Noam mengulas senyum tipis.

"Aku tidak memiliki kado spesial tapi aku membawa seseorang. Dia Hilla. Mungkin dia bisa berguna menjadi pelayan Putri," ucap Noam menunjuk perempuan berbaju putih yang kotor dan banyak sobekan.

"Lancang! Memberikan budak kumuh!" tegur Pangeran Xie.

"Terima kasih Tuan Noam. Saya menerimanya," sela Pangeran Lycato tulus.

"Memang Pangeran yang baik," sahut Noam lalu undur diri.

"Tuan Noam!" panggil Shura.

"Ada apa Putri?" tanya Noam berbalik.

"Boleh aku ikut denganmu?"

Noam mendongkak, menatap bola mata Shura kemudian tersenyum pedih.

"Jika Putri bisa keluar dari istana ini," jawab Noam.

Noam mengerti, mata Shura menggambarkan keinginan yang besar untuk pergi tapi ada sesuatu yang menahannya.

"Berbahagialah dengan suami Anda, Putri. Semoga kebahagiaan selalu menyertai perjalanan Anda. Saya pamit," tutur Noam melangkah pergi keluar aula.

Tidak ada yang menyadari jika Noam meneteskan air matanya sebelum keluar dari pintu berlapis emas tersebut.

Shura melihat ke arah kakinya yang terluka parah. Jangankan melangkah keluar berjalan saja sulit baginya.

"Kapan acaranya selesai?" tanya Shura.

"Kita bisa pergi sekarang jika kau tidak nyaman," jawab Lycato.

"Itu bagus," sahut Shura.

Mereka pergi dari aula istana menuju istana bagian selatan tempat tinggal Pangeran Lycato. Bagian wilayah ini sangat sepi dan mencekam.

"Kau diasingkan?" tanya Shura.

"Memang tidak pernah ada yang datang. Istana Orchid milik Pangeran lebih seperti hunian orang mati, sangat berbeda dengan milik pangeran lainnya yang hangat dan ramai," jelas penjaga pintu gerbang.

"Aku akan memohon kepada Raja untuk memberikanku beberapa pelayan agar sedikit ramai," ucap Lycato.

"Tidak perlu. Sepi lebih baik dan bebas," sahut Shura tersenyum lebar.

"Aku tidak suka bertemu banyak orang apalagi orang-orang berwajah banyak itu," bisik Shura.

Dia memasuki istana milik Pangeran Lycato. Tempat tinggalnya sangat dingin, semuanya pria dan mereka bersimpuh saat Lycato datang.

"Setelah sembuh aku akan mengajakmu berkeliling. Aku sudah menyiapkan kamar," ucap Lycato.

"Agak cerah," puji Shura melihat kamarnya yang terdapat banyak bunga sebagai hiasan.

"Jika kau tidak su—"

"Suka," potong Shura.

"Duduk sebentar, aku mau berbicara denganmu."

Lycato mengangguk. Dia mendesah dan melepaskan jubah Lycato yang mengganggu pemandangannya karena terlalu besar.

"Apa kau tahu siapa yang melukai kakiku? Dia bernama Hazel."

"Dia iblis berambut putih penghuni hutan," jawab Lycato.

"Dia memiliki pemilik?" tanya Shura.

"Putri, Iblis tidak pernah tunduk kepada siapa pun. Aku akan menemuinya untuk meminta obat supaya kakimu cepat sembuh," jawab Lycato.

"Carikan saja aku lilin hitam," pinta Shura.

Lycato mengerutkan kening, setahunya lilin hanya ada dua macam yaitu putih dan merah. Belum pernah Lycato mendengar lilin hitam.

"Putri, biar saya saja membuatnya," ucap Hilla serius.

"Itu bagus! Buat dua buah. Malam ini harus ada," sahut Shura.

"Baik. Saya membutuhkan tungku."

"Zeo. Siapkan tempat yang diinginkan Hilla," perintah Lycato tegas.

"Baik, Pangeran!"

Marera [Istri Putra Mahkota]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang