Chapter 08. Kutukan Bulan Kuno

151 28 4
                                    

Hazel membiarkan Shura kesakitan karena tidak dapat melakukan apapun. Tidak berlangsung lama akhirnya rasa sakit tersebut hilang dan cahaya yang mengelilinginya lenyap.

"Masih sakit?" tanya Hazel.

"Tidak, aku sepertinya tidak boleh mengeluarkan kekuatanku," jawab Shura  terengah-engah.

"Kau terkena kutukan bulan kuno," ucap Hazel menunjuk pergelangan tangan kiri Shura.

"Kau bilang kutukan? Apa artinya?" tanya Shura.

"Kau tidak bisa keluar dari tempatmu dikurung."

Hazel menunjuk gambar di pergelangan tangan Shura.

"Gambar ini adalah kutukan tersebut dan bawahnya adalah nama tempat di mana kau di kurung," jelas Hazel.

"Kerajaan Ursula," gumam Shura, "Tunggu tapi aku bisa keluar dari sini."

"Penerima kutukan bisa pergi selama ada orang yang berasal dari tempat itu di dekatnya," tutur Hazel memperlihatkan buku kuno kepada Shura.

Kutukan bulan kuno merupakan kutukan yang sulit ditaklukkan, pemilik kutukan tersebut tidak dapat mematahkan dengan cara apapun. Selama ini belum ada yang berhasil melakukannya. Konon, kutukan tersebut dibuat oleh ahli Sihir terkuat sebagai hukuman bagi para para penjahat agar tidak bisa lari ke mana pun. .

Gambar di tangan Shura

"Siapa ahli yang kau singgung sampai mendapatkan kutukan mengerikan ini?" tanya Hazel

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Siapa ahli yang kau singgung sampai
mendapatkan kutukan mengerikan ini?" tanya Hazel.

"Entah, aku tidak ingat," jawab Shura sembari terus memandang gambar di pergelangan tangannya yang mulai samar dan hilang.

"Apa ada cara lain selain dekat dengan orang yang berada di Kerajaan Ursula?" tanya Shura memandang Hazel.

"Shura, bisa saja kalau kau mau sakit-sakitan, muntah darah lalu mati. Kutukan itu bisa menguras energi dan kehidupan di tubuhmu."

"Intinya aku terikat dengan Kerajaan ini?" tanya Shura mengeluh.

Hazel mengangguk. Rasanya seluruh energi di tubuh Shura lenyap. Bodohnya lagi dia tidak ingat apa kesalahannya.

Dia berdiri, "Aku harus menikah dengan putra mahkota!" serunya serius.

"Kau yakin?" tanya Hazel tertawa.

"Lebih baik menikah dengannya dibandingkan pangeran kedua, ketiga atau ke empat. Pangeran mahkota lebih manusiawi," pungkas Shura.

Hazel melihat keseriusan dari tatapan Shura dan karena itu dia berniat membantunya.

"Duduk di atas pohon dan tunggu anak panah di lepaskan ke langit. Baru kau keluar," tutur Hazel.

"Kau akan menang."

"Mana bisa seperti itu!" keluh Shura, dia harus mendapatkan buruan.

"Percaya saja, kau akan menang," sahut Hazel membawanya ke atas pohon, "Lagi pula tubuhmu lemah."

Shura menuruti perkataan Hazel, dia memilih percaya karena Hazel berkata akan membantunya. Dia duduk di dahan pohon sambil memainkan dedaunan di temani suara seruling Hazel.

"Kau senang meniupnya," komentar Shura.

Di sela permainan serulingnya, Hazel tersenyum. Kaki Shura bergoyang mengikuti alunan nada Hazel tanpa sadar jika dedaunan, angin, pohon dan rumput bergerak lambat karena alunan seruling Hazel.

Hazel menghentikan permainannya dan menepuk seruling tersebut sebanyak dua kali.

"Turunlah, panah sudah melesat ke langit," ujar Hazel menunjuk udara.

"Kenapa cepat sekali?" tanya Shura bingung.

"Bukan menghasilkan banyak buruan tapi orang yang berhasil selamat dari hutan ini yang akan menjadi istrinya," tutur Hazel.

"Iya kah?" tanya Shura mengerutkan kening.

"Percayalah."

"Bantu aku turun!" pinta Shura.

Hazel memegang lengan Shura dan mereka melayang, Hazel mengantarkannya beberapa meter dari jalan keluar hutan.

"Sampai jumpa," tukas Hazel memukul pelan punggung dan kaki kiri Shura dengan serulingnya.

"Terima kasih," sahut Shura melambaikan tangan.

Shura berlari dengan penuh semangat keluar hutan, terlihat beberapa orang sedang menunggu di depan hutan. Shura mengerutkan kening, langkahnya terasa berat dan larinya menelan.

Leher perempuan itu mengeluarkan keringat, bibir yang awalnya berwarna merah muda berubah pucat seperti terkena hawa dingin.

Shura berhasil melangkah keluar, tubuhnya merosot.

"Kau baik-baik saja?" tanya Zeo menyentuh pundaknya.

"A-aku dingin," parau Shura mengigil.

Huek.

Dia memuntahkan darah kental tetapi berwarna hitam pekat.

"Luka di punggung dan kakinya!" seru penjaga.

"Suruh tabib bersiap!" seru Zio.

Zio menggendongnya, berlari secepat yang dia bisa. Mereka yang menunggu kedatangan Shura terkejut melihat punggung dan kakinya yang robek dan mengeluarkan darah hitam.

Para tabib yang memeriksanya tegang karena darah tidak henti-hentinya keluar. Mereka yang menunggu di luar tidak sabar.

"Tuan muda, apakah itu ulahnya?" tanya Zio hati-hati.

"Orang kuat menerima luka goresan, orang lemah akan terluka parah. Rasa dingin hingga menusuk tulang," papar Lycato.

"Bukan pedang, bukan sihir tetapi seruling putih milik iblis sang penunggu hutan," tambahnya memadang hutan yang membentang lebar tersebut.

"Aku tidak menyangka dia akan muncul raja menyerang peserta kita," ujar Raja Holmes berjalan ke kanan dan ke kiri.

"Tenang, Raja. Terpenting selamatkan dulu perempuan itu. Dia orang yang terakhir keluar hutan itu artinya dia menantu kita," tukas Ratu Cremon lembut.

"Lakukan semuanya jika perlu panggil tabib paling hebat!" perintah Raja Holmes.

Pangeran Castor bertepuk tangan sembari berkata, "Kakak selamat sudah mendapatkan seorang istri. Kalian begitu serasi."

"Sayangnya dia terlalu lemah, dipukul seruling putih saja hampir mati," ejek Pangeran Xio.

Pangeran Castor menatap tajam adiknya lalu memberikan hormat kepada Raja Holmes, "Ayahanda harus menyelamatkan kakak ipar."

"Tentu, dia harus selamat karena tiga hari lagi pesta pernikahannya di gelar," sahut Raja Holmes.

"Tapi Ayah lukanya tidak akan sembuh cepat," sanggah Lycato tidak setuju.

"Walaupun dia terbaring di kasur pernikahan tetap akan dilaksanakan!" tegas Raja Holmes tidak menerima tawar menawar.

Raja Holmes berdiri tegas memanggil seluruh pengawalnya. Meminta mereka menyampaikan kepada semua orang jika Putra Mahkota akan menikah tiga hari lagi. Raja Holmes mengundang mereka semua.

"Apa Raja kalian itu gila?"


.....

.....

.....




Marera [Istri Putra Mahkota]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang