021. Ancaman

187 25 0
                                    

"Self healing terbaik bagiku cukup dengan tidur."

~FEARFUL~

•••

Allea bersama dua teman sekelasnya berjalan beriringan menuju lapangan outdoor. Riska dan Caca tak henti berbisik saat beberapa siswa tampan yang menggunakan seragam berbeda dengan mereka lewat di depannya.

Seharian ini free class karena ada pertandingan basket antara SMA Pratama Bakti dengan SMK tetangga. Mereka mengadakan pertandingan persahabatan untuk menjalin silaturahmi antar sekolah.

"Banyak cogan, eyy!" celetuk Caca melirik kesana kemari.

Ia tak henti mengagumi ketampanan siswa sekolah lain, padahal sekolah mereka juga tidak kekurangan siswa tampan.

Di lapangan basket sudah ramai dipenuhi sorak-sorai pendukung kedua tim. Allea sungguh benci keramaian, tapi kedua temannya memaksanya ikut menonton. Terlalu malas berdempetan membuat Allea memilih duduk di bangku pinggir lapangan.

"Lo, kok, duduk sih?" tanya Riska.

"Emang kenapa?"

"Kalau lo duduk nanti enggak kelihatan orang yang lagi tanding karena ketutupan sama penonton yang berdiri. Emang lo gak mau lihat Kak Nando main basket?" ucap Riska mengingatkan tujuan awalnya menyetujui ajakan Riska dan Caca untuk menonton di lapangan.

Keduanya menarik paksa Allea yang malas ikut bergabung ke dalam kerumunan penonton. Mereka berusaha maju ke posisi paling depan, hingga bisa melihat jelas dua tim yang sedang pemanasan.

Allea tersenyum manis saat melihat Nando yang sedang memimpin timnya sebelum pertandingan dimulai. Pemuda itu begitu keren menggunakan baju basket bernomor punggung sepuluh yang membuat kadar ketampanannya meningkat.

"Biasa aja kali lihatnya," goda Caca saat Allea tak mengalihkan perhatiannya.

Ketika pertandingan dimulai, pemain dengan lincah dan sigap saling berebut bola. Saat Nando berhasil memasukan bola ke dalam ring, penonton perempuan berteriak histeris. Begitu pula dengan dua teman sekelas Allea yang tak kalah heboh.

Nando melempar senyum ke arah Allea saat mata mereka bertemu. Hal itu tentu menjadi perhatian beberapa orang, terutama Anisa yang sudah memantau Allea sejak kedatangannya.

"Kak Nando senyum ke gue," ucap Riska heboh.

"Geer lo, Kak Nando tuh senyum ke gue," balas Caca tak mau kalah. Meski mereka sebenarnya tahu pada siapa senyum itu diberikan.

Walau senang menonton pertandingan tersebut, Allea tak bisa membohongi diri bahwa ia mulai kehabisan energi dan sesak berada di antara kumpulan orang banyak. Ia mengedarkan pandangan mencari celah untuk bisa keluar dari kerumunan. Saat berhasil ke luar, Allea akhirnya bisa bernafas lega.

Saat memperhatikan sekitar, ia melihat Raka duduk termenung seorang diri. Pemuda itu duduk di bangku tidak jauh dari lapangan. Tempatnya yang teduh membuat Raka tidak kepanasan. Ia mendekatinya, mengabaikan pertandingan yang sedang berlangsung.

"Lagi galau?" tanya Allea padanya setelah sampai di dekatnya. Kemudian duduk di samping Raka.

Raka menatap gadis itu dengan mata sendunya, "Gue ketahuan ikut ekskul basket, ayah marah besar dan ngelarang gue main basket."

Allea ikut prihatin dengan permasalahan sahabatnya. Sudah biasa mendengarnya dimarahi ikut basket karena dianggap menganggu konsentrasi belajarnya.

"Semoga suatu saat nanti bokap lo bakal ngizinin lo,"

"Kapan?" tanya Raka lemah.

***

Koridor menuju kelas tak terlalu ramai karena para siswa kebanyakan berada di kantin untuk melepas penat setelah menonton pertandingan tadi.

"Allea!"

Seseorang memanggil gadis itu saat berjalan sendiri menuju kelasnya. Allea menoleh dan mendapati Anisa dengan tatapan tidak bersahabat. Ia berjalan mendekat dengan menatap lurus ke arahnya.

"Jauhin Nando!"

Dua kata yang tiba-tiba terlontar dari mulut kakak kelasnya itu, membuat Allea mengangkat alis tak mengerti.

"Jangan pernah deketin Nando! Dia gak suka sama lo. Sebenarnya dia cuman penasaran doang sama cewek pendiam kayak lo. Mendingan jauhin dia dari sekarang, sebelum lo menyesal," jelas Anisa panjang lebar dengan tatapan sinis.

Allea tentu tak ingin percaya pada yang dikatakan Anisa, tapi gadis itu adalah sahabat baik Nando yang mungkin saja tahu banyak hal tentang pemuda itu.

"Lo harus tahu diri dong! Udah punya sahabat, malah pengen rebut sahabat orang lain."

Semakin lama Allea semakin tidak mengerti dengan orang-orang yang punya masalah dengannya. Ia hanya terlibat secara tidak langsung, tetapi selalu dirinya yang kena imbas dan sasaran kemarahan.

"Maksud Kak Anisa, aku yang ngerebut sahabat kakak?"

"Iyalah! Sejak kenal lo, Nando jadi berubah. Biasanya kalau kami ngobrol bisa bahas banyak hal, tapi sekarang seringnya bahas tentang lo. Biasanya sering ngajak gue jalan-jalan, sekarang sibuk mulu," jelasnya sembari menunjuk-nunjuk wajah gadis di depannya.

"Jadi itu salahku?" tanya Allea pura-pura tidak peduli.

"Sudah pasti. Bahkan dulu waktu ngebonceng lo, dia nyuruh gue pulang naik taksi."

Meski terkejut, Allea terlihat tetap tenang. "Maaf kalau gitu!"

Anisa melotot mendengar balasan Allea. Entah datang dari mana keberaniannya, sehingga bisa mengucapkan kalimat itu. Walau pendiam, Allea bukan tipe yang bisa ditindas begitu saja. Meski sebenarnya mentalnya mudah terguncang dengan perkataan menyakitkan.

"Lo bisa pura-pura ga peduli, tapi cewek kayak lo bisa dengan mudah gue hancurin. Jangan salahin gue kalo terjadi sesuatu sama lo kalau masih nekat dekat dengan Nando. Gue gak akan segan-segan ngelukain lo dan orang-orang terdekat lo," ancamnya dengan senyum smirk dan tatapan mata yang menakutkan.

Anisa segera pergi setelah mengucapkan kalimat itu. Nyali Allea mulai menciut, takut dengan ancamannya. Keringat dingin mulai bercucuran, kakinya terasa lemas seketika. Gadis itu menyandarkan diri di tembok untuk menahan berat tubuhnya. Ia menenangkan diri sejenak dari ancaman itu.

"Allea, kamu kenapa?"

Seseorang mendekat saat melihat gadis itu nampak lemas.

Allea seketika menegakan tubuh. "Kak!"

"Ada apa? Kelihatan sesak gitu."

Nando masih menggunakan baju basketnya. Ekspresi khawatirnya malah membuat Allea takut, takut tak bisa melihatnya lagi. Rasanya sangat sulit untuk berbicara. Pikiran gadis itu sedang berkecamuk. Ancaman Anisa terus berputar dipikirannya.

"Kok malah bengong?" tanyanya semakin khawatir dengan kondisi Allea.

Ia diam menatapnya. Semua kenangan bersama Nando seakan berputar dipikiran Allea. Baru beberapa hari yang lalu hubungan mereka membaik dan sekarang haruskah Allea yang menjauh darinya?

"Kamu baik-baik aja, kan?"

Belum sempat menjawab pertanyaan Nando, dari kejauhan Allea melihat Anisa mengawasinya dengan tatapan tajam.

"Allea, kamu sakit?" Pemuda itu menahannya saat ia ingin meninggalkannya.

"Jangan ganggu, aku mau pergi tidur!"

"Hah?!"

Terpaksa Nando membiarkannya pergi, meski sebenarnya dipenuhi kebingungan.













FEARFUL (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang