33 A2. Guild War III

7 3 0
                                    

Dari balik tembok menampilkan begitu banyak lobang yang terbuka disetiap titik yang berbeda pula, mengejutkan para anak buah Sigma dari berbagai arah dari dungeon itu. Lantang tertawa terdengar dari ruangan lain, ketua guild Wardrone merasa begitu puas telah menaklukkan musuhnya, Sigma.

"Tinggal menunggu waktu, sebelum si bodoh ini mati."

Sekuat apapun usaha Sigma dalam menangangi situasi ini, tetap saja para non player character hasil didik dari Galp Suicide membunuhnya tanpa ampun. Mereka memang bisa melawan, namun npc yang berdatangan seakan tidak ada habisnya.

Dilihat dengan jelas manik mata setiap npc itu yang seperti dipenuhi oleh kebencian, seakan akan sudah benar benar didoktrin dengan begitu kuat oleh pengaruh Galp Suicide.

Sigma yang tidak tahu harus apa, membiarkan dirinya tersayat sayat oleh pedang npc dalam waktu lama. Tersenyum, dia nampak mengukir ekspresi yang entah apa maksudnya.

"Pikirmu aku akan menyerah, Galp Suicide?"

"Hoooh?" Tanya Galp Suicide ke diri sendiri, bagaimana pun jarak mereka terpaut jauh. Galp Suicide melihat Sigma dari balik tembok tentu saja, sebuah ruangan yang khusus untuknya memonitor segala pergerakan dalam Dungeon of Loser ini.

Tapi bagaimana pun juga, saat ini Sigma tidak bisa menjual wibawa miliknya sebagai pertukaran kesempatan hidup. Ia tidak ada artinya di manik mata tajam sang pembunuh, Galp Suicide.

Npc yang Galp Suicide didik juga berlevel lebih tinggi diatas mereka semua, termasuk Sigma itu sendiri. Lalu, tanda tanya muncul. Mereka bisa apa. Jual wibawa, tentu hanya menjadi lelucon disaat saat seperti ini. Karakteristikmu tidak ada harganya, pikir Galp Suicide seraya menggelengkan kepala.

Disaat Sigma merasa tidak dihargai, Flossa muncul dengan bersusah payah. Sedikit merasa canggung, selain karena Flossa adalah wanita cantik di mata Sigma, Flossa juga seseorang yang lebih kuat darinya. Namun kini, perempuan itu justru menawarkan sebuah kontrak. Lelucon?

"Apa ini?" Tanya Sigma, ekspresinya menjadi penuh amarah. Disaat dirinya secara tidak langsung menyetujui beberapa hal yang ada pada kontrak itu.

1. Sigma harus membubarkan diri, mengusir semua member Redixed. Memecah belah mereka. Menghilangkan harapan mereka, sampai Redixed hancur total.

2. Sigma harus menerima jika dirinya mau dibunuh puluhan kali, sampai mencapai Lv. downgrade sampai titik nol. Tidak peduli memakan waktu sampai kapanpun, akan terua seperti itu.

3. Belum lagi Sigma haruslah membiarkan semua sumberdaya Redixed mengalir ke Wardrone. Mau tak mau, tidak boleh membantah ataupun menolak kontrak ini.

Lalu lelucon terakhir ditambahkan oleh Galp Suicide. Tentu yang menulis kontrak itu adalah Galp Suicide. Lalu dia berkata begini.

"Dengan begitu, aku akan membiarkanmu mempertahankan guild Redixed, dengan dirimu yang masih selamat sampai keluar dari dungeon ini." Tambahnya.

Yang jelas jelas itu bertentangan dengan persetujuan 1 dan 2. Konyol sekali, sampai sampai membuat Sigma menggelengkan kepala dengan senyuman aneh.

"Terlalu sulit." Ucap Sigma, menggeser geser layar. Mengingat hanya dirinya yang tidak masuk dalam PVP/PVE, dirinya bisa saja log out. Maka dari itu, tombol log out pun ditekan.

Dengan begini, Sigma sama saja membiarkan semua membernya mati dengan tidak sedikitpun merasa kecewa. Menyedihkan sekali pikir Galp Suicide, sudah seperti pengecut.

Dilain tempat, Losaga dan Erzion mengukir simpul senang. Mereka yang sama sama berhasil melalui gerbang 9 ujian, menerima 200% buff penambahan damage dan akurasi serangan sebanyak 200% pula berkat title Unstoppable.

Langkah mereka kembali ke Beggining Town atas permintaan Flossa, yang menginginkan peran keduanya untuk tampil dalam peperangan kali ini. Lagipula tak ada ruginya bagi dua orang itu, yang merupakan sama sama blacklist dari Redixed.

Pun mereka dijanjikan akan menerima 20 juta untuk masing masing orang. Bukankah tawaran itu cukup menarik perhatian keduanya. Mereka menyetujui itu tanpa banyak berkata kata.

Teradium OnlineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang