Chapter 3

1.5K 111 11
                                    

Chapter 3

Sekarang sudah jam 12 malam, Nicholas harus kembali ke rumah untuk menyelesaikan keperluan beberapa dokumen untuk rapat besok siang. Beruntung saja ia sudah tidur sangat lama sehingga ia tidak akan mengantuk saat mengerjakannya. Ella masih duduk terdiam di sofa sambil memegang kartu nama yang bertuliskan 'St. Ford Company'.

Seperti kupu-kupu yang sedang berterbangan di perutnya, Ella merasakan elusan di kepalanya. Sentuhannya sangat lembut dan hangat. Berbeda dengan penamplilannya yang sangat dingin. Jika ia bisa berteriak sekarang, mungkin ia akan berteriak.

Tuan Nicholas! Apa tujuan anda sebenarnya? Batin Ella berteriak.

---

La Sienta University, Los Angeles – USA

Ella memainkan pulpen di tangannya. Hari ini ia ada kelas filosofi. Kelas yang membuat kepalanya hampir pecah. Pembahasannya sangat membosankan seperti membahas mengenai cinta. Ia tidak begitu percaya dengan cinta karena sering kali di kecewakan.

"Menurut Erich Fromm dalam bukunya berjudul The Art of Loving, ia bertanya tentang apakah cinta merupakan sebuah seni? Jika iya, apakah cinta mengandung unsur keindahan? Jika bukan, apa cinta hanyalah kesenangan belaka?" Ucap Dosen di kelas. Ella tidak begitu benar-benar mendengarkannya. Fokusnya terpecah belah karena masih memikirkan sentuhan Tuan Nicholas. Ia masih mencari tau tujuan lelaki tersebut.

"Masalah yang dikatakan dalam buku tersebut, banyak orang lebih menekankan sisi dicintai daripada sisi mencintai." Lanjut dosen tersebut.

Siapa yang tidak ingin dicintai? Kita terlalu lelah untuk mencintai, bukan?, Batin Ella.

"Fromm berkata bahwa cinta adalah bagaimana seseorang menerima dan menyambutnya." Dosen tersebut masih memaparkan materi mengenai teori Enrich Fromm.

Ella hanya mengerti sedikit. Terlalu malas untuk memahaminya lebih lanjut. Ia tidak begitu percaya cinta dan tidak begitu mengerti tentang hal itu. Apa arti cinta. Ella mungkin harus menemukan filosofi cinta itu sendiri atau membuat seni cinta versi dirinya.

Singkat cerita, Ella telah selesai dengan kelasnya. Waktu sudah menunjukkan jam 2 siang, ia masih harus melanjutkan kelas statistika. Hari senin memang hari yang sangat berat. Semua pelajaran tidak ada yang menyenangkan.

Seorang lelaki berparas asia menghampiri Ella sambil melambaikan tangannya dari jauh. Dia adalah Steven, teman kelas statistik Ella. Steven sudah mengenal Ella selama 3 bulan dan mereka sering dibilang seperti pasangan sempurna. Meskipun begitu, Steven tidak tau tentang kehidupan Ella.

"Hai, Ella. How's your weekend?" Tanya Steven.

"Seperti biasa, tidak ada yang berbeda." Jawab Ella.

"Dengar Ella, aku punya berita bagus. Tugas project kita baru saja diterima oleh Mr. Gio. Ia mengatakan, kita sudah bisa melanjutkan prosesnya ke tahap berikut." Tutur Steven dengan sangat antusias. Mr. Gio memang dosen yang sangat kejam, ia terkenal sebagai dosen yang jarang meluluskan mahasiswanya.

"Benarkah?! Kau tidak bohong, bukan?" Ella melompat kegirangan. Pengorbanan selama sebulan tidak sia-sia. Ia bahkan sampai kurang tidur.

"Tentu saja, Ella! Jadi, apakah kita harus merayakannya? Bagaimana dengan malam ini?" Ajak Steven.

"I want to but not today. Aku ada rencana malam ini. Mungkin lain hari?"

"Okay, no problem. Kabari aku saja kapan kau bisa." Kata Steven sambil tersenyum.

Steven berjalan beriringan dengan Ella. Langkahan kakinya mengikuti setiap gerakan langkah Ella. Ia sangat mengagumi Ella. Bukan hanya karena ia berparas cantik, namun ia sangatlah pintar serta sangat bisa dipercaya. Pertama kali ia bertemu Ella, ia berpikir perempuan ini sangat cuek. Namun, siapa yang menyangka jika Ella memiliki senyuman seperti musim semi. Steven tidak pernah mendengar kata menyerah selama ia kenal dengan Ella.

Ya, ia menyukainya.

Tidak ada pertemanan yang murni antara lelaki dan perempuan. Mereka bisa berjalan beriringan dengan salah satu menyerah atau memilih diam. Steven memilih diam selama ia masih bisa dekat dengan Ella. Meski ia tidak tau, apa diam nya ini akan sampai kapan.

Selesai kelas statistika, Ella langsung berpisah dengan Steven. Mereka akan bertemu lagi lusa. Ella melihat sudah jam 4 sore. Ia berpikir untuk langsung ke St. Ford karena takut terlambat, meskipun masih ada waktu sejam.

Gedung St. Ford sangat tinggi, mungkin lebih dari 30 lantai. Meskipun begitu, bangunan ini sangatlah futuristik. Ella melihat banyak karyawan yang berlalu-lalang. Tanpa sadar, ia tersenyum. Ini adalah impian Ella. Bekerja normal dan menikmati kopi di kafe kantor. Ella menghampiri meja front desk dan mengatakan ia ingin bertemu dengan Tuan Nicholas.

Mereka mengatakan untuk menunggu di ruangan Tuan Nicholas. Ella mengangguk dan menuju ke arah lift untuk ke lantai ruangan Tuan Nicholas. Ia sedikit takjub dengan Tuan Nicholas yang dapat memimpin ribuan karyawan. Ia adalah pemimpin yang berwibawa dan baik.

Ella melihat pantulan dirinya di kaca lift. Ia sangat berantakan. Penampilannya bukan seperti Ella yang ada di Black Swan. Ia terlihat seperti kucing jalanan, dibandingkan menjadi angsa putih. Dengan sedikit waktu yang ia miliki, Ella merapikan penampilannya dengan memoles lipstick serta bedak di wajahnya. Ketika pintu lift terbuka, ia melihat ada seorang perempuan yang sedang fokus bekerja.

Ia pasti sekretarisnya, sangat cantik!, Batin Ella memuji.

Perempuan tersebut menghampirinya.

"Kau pasti Ella? Mr. Nicholas sudah menunggu anda di ruangannya." Ucap perempuan tersebut kepada Ella.

Ella mengangguk dan mengikuti perempuan tersebut. Ia memasuki ruangan bertuliskan CEO dan melihat seorang lelaki yang ia kenal. Nicholas sedang memeriksa dokumen dengan seorang lelaki disampingnya. Ella mengenal sosok lelaki yang ada di samping Nicholas. Ia adalah asisten pribadinya Nicholas, namanya Darren!

"Anda bisa duduk disini." Ucap perempuan yang Ella bilang sekretarisnya.

Ella mengikuti arahan perempuan tersebut.

Ella bisa melihat Nicholas sangat fokus dengan pekerjaannya. Darren pun begitu. Mereka terlihat sangat terampil diantara tumpukan kertas putih.

"Kita lanjutkan besok pagi, kau sudah bisa pulang." Kata Nicholas kepada Darren.

Darren pergi setelah merapikan dokumen yang ada di meja. Nicholas menghampiri Ella dengan kemeja yang sudah berantakan. Dua kancing kemeja yang sudah terlepas dan kedua lengan baju yang dilipat hingga siku. Ella menelan ludahnya. Dia sangat seksi.

Fokus, Ella!, batin Ella bersorak.

"Ikut aku." Kata Nicholas, ia menarik tangan Ella.

Ella hanya bisa mengikuti karena tenaga Nicholas begitu besar.

Mereka memasukki lift dan pergi ke lantai paling atas bangunan ini. Ella bisa melihat helipad dengan helikopter yang sudah siap. Kemana Tuan Nicholas akan membawanya pergi?

"Tuan Nicholas, kita akan kemana?" Tanya Ella. Tangannya masih dipegang oleh Nicholas. Lelaki itu tidak menjawab, melainkan menariknya untuk masuk ke dalam helikopter. Ketika helikopter sudah lepas landas, Ella sedikit senang. Ia baru pertama kali menaiki helikopter.

"Kita akan ke New York." Jawab Nicholas.

To be Continued.

Cigarettes and LipsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang