Chapter 4

1.3K 120 14
                                    


Chapter 4

Mereka memasukki lift dan pergi ke lantai paling atas bangunan ini. Ella bisa melihat helipad dengan helikopter yang sudah siap. Kemana Tuan Nicholas akan membawanya pergi?

"Tuan Nicholas, kita akan kemana?" Tanya Ella. Tangannya masih dipegang oleh Nicholas. Lelaki itu tidak menjawab, melainkan menariknya untuk masuk ke dalam helikopter. Ketika helikopter sudah lepas landas, Ella sedikit senang. Ia baru pertama kali menaiki helikopter.

"Kita akan ke New York." Jawab Nicholas.

---

New York – USA

Ella's POV

Ini sangat mendadak. Aku tidak tau tujuan Tuan Nicholas sebenarnya. Jika hanya permasalahan tendangan pagi kemarin, aku akan berpikir dia adalah tipikal orang yang dendaman. Jika tidak, apa maksud tujuan semua ini? Tuan Nicholas tidak tertarik padaku, bukan?

Pertemuan pertama kali tidaklah bagus. Aku sudah dipandang sebagai perempuan yang bar-bar oleh Tuan Nicholas. Paling tidak, ia pernah memujiku elegan saat menari. Cuman nari sebagai stripper bukan hal yang harus dibanggakan. Aku duduk berhadapan dengan Tuan Nicholas, perjalanan ke New York sangatlah canggung. Aku merasa dejavu. Apa kalian pernah melihat adegan helikopter dalam film Fifty Shades of Grey? Aku merasa adegan tersebut sedang kurasakan saat ini.

Tuan Nicholas memiliki wajah yang sangat kaku, bahkan datar. Tidak heran, jika melihat sorot matanya saat melihat setiap orang. Ia sangat dingin. Aku bisa mengatakan, dia tidak memiliki ekspresi wajah. Itu pandangan pertamaku terhadapnya, terlepas dari wajahnya yang sangat tampan.

Aku melihat ke jendela di sampingku. Pemandangan kota sudah mulai terlihat. New York sangatlah indah saat malam hari. Kota metropolitan yang sangat popular dan ramai setiap hari hingga malam. Terakhir aku datang ke New York adalah waktu aku berumur 10 tahun. Itu pun hanya sebentar karena Bibi mengantar sepupuku.

Aku tersenyum melihat kebawah.

"Kita akan mendarat." Dia mengatakannya melalui headphone. Aku mengangguk paham.

Aku melihat Nicholas menatapku. Aku tidak tau apa yang dia pikirkan. Apa wajahku berantakan atau ada sesuatu? Entahlah, tapi bisakah dia tidak melihatku? Aku bisa mati kutu jika ia melihatku lama.

Helikopter pun mendarat di salah satu gedung. Aku melihat ada logo St.Ford disana. Ini pasti salah satu gedung milik Tuan Nicholas. Dia berjalan lebih dahulu dan berbicara dengan salah seorang lelaki berpakaian rapi. Terlihat berumur namun tetap segar. Aku hanya mengikuti Tuan Nicholas layaknya anak ayam yang mengikuti induknya. Terlihat bodoh namun begitulah realitanya.

Aku tidak tau apa yang dia bicarakan dengan lelaki berumur itu. Aku menikmati angin yang cukup dingin, namun sedikit menusuk ke kulitku. Aku bisa masuk angin jika lebih lama. Beruntung aku memakai blazer sehingga aku bisa mendekapnya. Tuan Nicholas datang menghampiriku, ia menarik lenganku perlahan. Membawaku pergi memasuki gedung dan menuju lantai basement. Sebuah mobil mewah berwarna hitam sudah tiba disana, kami memasukinya. Aku duduk bersebelahan dengannya. Suasana yang sangat canggung namun aku ingin berteriak.

Aku menghabiskan waktu dengan Tuan Nicholas! Lelaki yang di inginkan oleh banyak perempuan. Perkataan Flo mengingatkanku, apa aku menggunakan keberuntungan setahun sekali atau dewi fortuna sedang memihakku?

Akan aneh jika aku meminta keberuntungan Tuan Nicholas menjadi kekasihku, bukan? Hal konyol jika sampai terjadi. Jika iya, mungkin aku sedang bermimpi.

Ini pertemuan aku dan dia yang ketiga kalinya. Aku bisa mengatakan jika aku belum sepenuhnya nyaman dengannya. Namun dia tidak berbuat hal yang jahat. Menurutku, itu hal yang bagus.

Nicholas membawaku ke restoran mewah. Ia tidak memberitahuku jika ingin makan seperti ini. Aku tidak melakukan persiapan. Hanya memakai kaos putih dengan blazer abu, serta dipadukan dengan celana panjang jeans berwarna biru. Oh, aku juga memakai flat shoes.

"Paling tidak, kasih tau saya jika ingin makan ke tempat seperti ini, Tuan Nicholas." Kataku sambil tersenyum.

"Penampilanmu sempurna, apa yang salah?" Aku terdiam. Dia memang selalu tampil sempurna, berbeda dengan sempurna yang ada di kamus ku. Setiap orang memperhatikanku. Aku hanya bisa menahan malu dan berpura percaya diri dengan penampilanku yang apa adanya.

"Saya hanya memakai kaos dan flatshoes." Kataku.

"Lalu?" Dia bernada cuek. Apa dia tidak peka?

Semua memakai pakaian yang cantik dan elegan. Aku tidak insecure.

Aku malas menanggapinya lagi. Biar dia menganggapku karyawan yang tidak sopan atau apapun itu. Kami memasuki sebuah ruangan dengan pemandangan kota. Ada bagian outdoor dan indoor. Aku bisa membayangkan, mungkin jika aku pergi bersama dengan kekasihku pasti akan momen yang tidak akan ku lupakan. Pergi bersama dengan Tuan Nicholas memang kenangan yang baik, cuman bersama dengan orang tersayang akan lebih berarti, bukan?

Aku melihat ada meja yang sudah dihias dengan bunga dan lilin. Suasananya sangat romantis. Pencahayaannya sedikit gelap namun aku masih bisa melihat siluet Nicholas didepanku. Tanganku masih digenggam oleh dia. Aku merasakan tangannya sangat hangat. Tangan dia sangat besar jika dibandingkan denganku karena berhasil melahap semua jariku. Aku berpikir ini terlalu berlebihan untuk makan bersama karyawan dan atasan?

Oh, dia pasti ingin berlatih untuk menembak seseorang. Aku berusaha berpikir positif.

"Apa anda ingin menembak seseorang?" Tanyaku. Aku bahkan menyesali telah menanyakan hal itu. Aku harus lebih bisa mengontrol ucapanku.

Tuan Nicholas tertawa dan ia melepas genggaman tangannya.

"Maaf bila saya tidak sopan, hanya saja, saya sering mendengar rumor jika anda tidak menyukai perempuan," kataku. "Lebih tepatnya, tidak memiliki hasrat dengan perempuan". Aku mengatakannya lagi. Kenapa aku bisa sangat berani mengatakannya secara langsung?

Nicholas mendekatiku. Aku baru sadar ruangan ini hanya tersisa kita berdua. Pelayan yang mengantar kami ke ruangan sudah pergi. Pandangan kita berdua sangat dekat dan tercium wangi dari tubuhnya.

"Kau percaya?" Tanya dia. Aku tidak melakukan pergerakan apapun.

"Hmm?" Dia mengintimidasi. Aku menolehkan kepalaku karena dia sangat dekat.

Kemudian dia tertawa kecil.

"Semua orang mengatakan hal seperti itu tentangmu." Kataku sambil menatapnya.

"Kau lucu sekali, Ella." kata dia. Aku merasakan tangannya mengelus hidungku.

"Mereka berpikir seperti itu karena anda tidak pernah terlihat dekat dengan perempuan." Kataku. Nicholas bersandar ke sisi meja makan.

"Sekarang mereka melihatnya."

To be Continued.

Cigarettes and LipsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang