1. Adit

21.3K 2K 88
                                    

"Saya nggak gila

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Saya nggak gila."

Itu yang Adit katakan saat duduk di hadapan Dokter Devan. Kalau bukan karena paksaan Mama, Adit tidak akan ada di sini sekarang.

"Siapa yang bilang Adit gila?" tanya Dokter Devan prihatin, kedua tangannya saling tertaut dengan sorot mata kebapakan.

"Kalau ke sini, ya berarti saya gila. Saya nggak gila," ulang Adit, menjelaskan lebih detail. Berharap orangtua di hadapannya mengerti.

Dokter Devan menatap Adit beberapa detik tanpa mengatakan apa pun. Maka, Adit mengalihkan tatapan pada poster di dinding. Judul poster tersebut tentang depresi. Sekian dari 10 orang dapat mengalami depresi, katanya.

"Adit tau sekarang tanggal berapa?"

Pertanyaan Dokter Devan membawa Adit kembali menatapnya.

"12 Juli."

"Sekarang 8 Agustus."

Adit mengerutkan dahi. Adit yakin banget sekarang tanggal 12 Juli. Kenapa sekarang berubah jadi 8 Agustus?

"Apa hal terakhir yang Adit ingat tadi pagi?" tanya Dokter Devan.

Pertanyaan tersebut sungguh mudah, pertanyaan sehari-hari, tetapi Adit kesulitan untuk menjawabnya. Apa yang ia lakukan tadi pagi? Kenapa ia bisa berada di tempat ini? Adit nggak ingat. Yang ia ingat adalah papan nama Dokter Devan yang bertuliskan Spesialis Kesehatan Jiwa saat ia duduk di kursi panjang ruang tunggu bersama mamanya. Di momen itu, Adit tau mamanya menganggap Adit gila. Itu sebuah kekeliruan.

"Adit?"

Panggilan Dokter Devan menyentak Adit dari lamunan. Adit mengerjap pelan, berusaha fokus menatap mata Dokter Devan, tetapi sulit. Rasanya, Adit ingin pergi sekarang juga, entah ke mana, dia sendiri nggak tahu.

"Selama tanggal 12 Juli sampai hari ini, Adit nggak ingat apa yang Adit lakukan?"

Seperti tersihir, Adit menggeleng pelan.

"Adit ingat papanya Adit ada di mana?"

Kenapa tiba-tiba jadi Papa? Adit mengerutkan alis. "Ya, ada di kantornya. Memang ada di mana lagi, Dok?"

Raut wajah Dokter Devan seperti enggan memberitahu sesuatu pada Adit. Sorot prihatin itu juga lagi-lagi muncul. Membuat Adit tak nyaman, seolah ada yang salah dengan jalan pikirannya.

"Adit ...," Dokter Devan mengembuskan napas berat. "Papa kamu sudah tiada sebulan yang lalu."

Dokter Devan pasti bercanda.

***

Di sinilah Adit berada sekarang. Ruang tunggu farmasi menunggu obatnya selesai diracik.

Setelah Dokter Devan mengatakan hal tak masuk akal itu, Adit ke luar dari ruangan, mengatakan pada Mama bahwa mereka harus pulang sekarang dan mencari Papa.

Di Seberang RumahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang