"Siapa yang gantiin? Jawab."
Mona tak kunjung menjawab. Dia tidak mungkin menjawab bahwa yang mengganti lampu adalah Adit. Danu bisa-bisa murka dan ... dan ... meninggalkannya. Mona tidak mau itu terjadi. Tapi, Mona juga tidak bisa berbohong pada Danu. Jadi satu-satunya hal yang bisa Mona lakukan sekarang adalah tidak menjawab apa-apa.
Mata Danu menghunus tajam ke arahnya, sebelum ia melepas cengkeraman di kedua bahu Mona. Danu pergi begitu saja dengan langkah berderap. Jantung Mona berdetak gelisah. Ia segera menggapai bahu Danu, tapi segera ditepis kekasihnya.
"Da-Danu ...."
Danu menaruh kembali kotak perkakas ke tas ransel. Ketika lelaki itu hendak pergi, Mona segera menarik ujung kemejanya kuat-kuat seraya bersimpuh di hadapan Danu. Perasaan bahwa ia akan ditinggalkan kini kembali begitu pekat di hati Mona. Sehingga satu-satunya hal yang bisa ia lakukan adalah memohon ... dan meratap.
"Jangan tinggalin aku ...," gumam Mona dengan bibir bergetar. "Aku salah. Nggak akan aku ulangi lagi ...."
"Aku udah bilang berkali-kali, aku nggak mau kamu ngobrol sama cowok selain aku. Tapi, kamu bahkan sampai bawa dia ke kamar orangtua kamu. Kamu gila, ya?"
Pipi Mona sudah leleh oleh air mata. Ia terus meratap dan meratap sementara Danu berdiam di tempat tanpa mau melihat wajah Mona.
"Berdiri."
Perintah itu segera Mona turuti. Mona berdiri, kedua tangannya bergetar hebat, berikut bibirnya yang masih menggumamkan kata 'maaf,' dan 'jangan tinggalkan aku,'.
Danu meraup wajah Mona dengan tangannya, sehingga kini Mona mendongak dan bersitatap dengan kedua mata Danu yang dingin.
"Ini terakhir kalinya aku memperingatkan kamu. Kalau kamu masih berhubungan dengan laki-laki itu, aku nggak akan segan lagi untuk ninggalin kamu. Paham?"
Itu artinya, Mona tidak bisa mengobrol lagi dengan Adit di balkon. Tidak bisa merajut bersama lagi. Tidak bisa membeli es krim dan berjalan keliling kompleks. Apa itu semua lebih berarti dibanding Danu? Tentu saja tidak. Danu ... Danu lebih berarti untuknya.
Karena Danu yang selalu ada.
Maka, Mona mengangguk.
***
Sepanjang hari, Adit resmi mengikuti Akbar keliling kulineran Kota Sukabumi. Dari matahari masih di atas kepala hingga terbenam. Mungkin itu cara Akbar meminta maaf karena tidak mengetahui situasi Adit yang sedang sakit dan malah memberitahu kabar tentang Sazkia dan Vino. Atau mungkin Akbar memang sedang ingin liburan singkat ditemani seseorang.
Jam menunjukkan pukul 7 malam ketika motor yang dikendarai Akbar berhenti di parkiran salah satu kafe kekinian di daerah Selabintana. Lampu-lampu berpendar di sekeliling kafe menimbulkan efek melankolis.
Akbar melepas helm kemudian mengamati sekitar.
"Sialan. Gue ke sini malah sama lo, bukannya sama cewek," kelakarnya, padahal Akbar sendiri yang memilih tempat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Di Seberang Rumah
RomanceDunia Adit sedang hancur ketika bertemu Mona. Pernah melalui apa yang Adit lalui, Mona membantu Adit bangkit kembali merangkai dunia baru. Namun, siapa bilang dunia Mona baik-baik saja?