23 (masa lalu mengusik)

9.8K 625 22
                                        

Perjanjianku dengan Aldo cukup sederhana. Aldo hanya perlu melaporkan segala aktivitas Satria selama berada di rumah. Dendam Aldo terhadap Satria karena pengkhianatannya terhadap Marina, ibunya, menjadi motivasi utama. Aku mengingatkan Aldo untuk tidak memberi tahu apa pun kepada kedua kakaknya.

Aku tersenyum puas saat menerima laporan lengkap dari Aldo mengenai aktivitas Satria. Aldo tidak meminta bayaran besar dariku, hanya tiket untuk berkuliah ke luar negeri. Sebuah permintaan sederhana yang menurutku terlalu murah, tapi itu adalah pilihannya sendiri.

"Membuat satu per satu anakmu pergi meninggalkanmu memang menyenangkan, Satria Pratama," gumamku sambil menyeringai puas.

Saat ini, aku sedang berada di kantor pusat, menjalani tanggung jawab sebagai pemimpin perusahaan. Oliver, yang selalu menjadi mentor bagiku, mengatur jadwalku dengan ketat. Hari Sabtu, aku harus datang ke kantor, sementara Minggu adalah waktu khusus untuk berkumpul bersama keluarga.

Tiba-tiba pintu ruanganku diketuk beberapa kali. Dari suara langkahnya, aku tahu itu Akilah. Dengan cepat, aku memutar kursi untuk menghadap pintu.

"Silakan masuk," ujarku tegas.

Akilah masuk dan membungkuk hormat sebentar sebelum berbicara. "Tuan Muda Othello, ada tamu yang ingin bertemu Anda."

Aku menaikkan alisku. "Jadwal meeting hari ini kosong. Aku tidak menerima tamu."

"Dia memaksa, Tuan Muda," jawab Akilah ragu.

"Siapa namanya?" tanyaku, mulai tidak sabar.

"Dia mengaku sebagai tunangan Anda," ucap Akilah.

Aku mengerutkan dahi. "Usir dia!" perintahku.

"Baik, Tuan Muda," jawab Akilah, lalu membungkuk hormat lagi.

Namun, sebelum Akilah sempat melangkah keluar, pintu ruanganku dibuka secara paksa. Ternyata, wanita itu adalah mantan pacarku, Prita Dewi, yang pernah berkhianat denganku bersama mantan temanku sendiri.

"Ello, sayang!" seru Prita sambil berlari ke arahku, bermaksud memelukku. Dengan sigap, aku menghindar, tidak ingin menyentuhnya. Pengkhianat sepertinya tidak pantas mendapatkan simpatiku.

"Akilah, usir wanita ini!" tegasku sambil menatap dingin ke arah Prita.

"Eh, sayang! Kenapa usir aku?!" protes Prita.

"Seorang sampah seperti kamu memang layak dibuang, Prita Dewi," ucapku dengan nada dingin.

Prita tampak kesal, lalu berteriak, "Aku membesarkan anakmu sendirian, Ello!"

Aku mengangkat alis, menatapnya dengan tatapan tidak percaya. "Hubungan kita sudah berakhir dua tahun lalu. Jadi kemungkinan itu terjadi sangat kecil."

"Kau brengsek, Ello! Darah dagingmu sendiri tidak kau akui!" pekik Prita.

Aku menyeringai sinis. "Seingatku, kau sering tidur dengan mantan teman baikku itu. Aku bahkan memergoki kalian berselingkuh saat melakukan hal tidak senonoh."

"Dia tidak bertanggung jawab!" seru Prita dengan suara tinggi.

"Itu risiko yang kau ambil sendiri," jawabku santai.

Aku memberi kode pada Akilah untuk menarik paksa Prita keluar dari ruanganku. Aku tidak memiliki toleransi terhadap pengkhianat, apalagi setelah pengkhianatan yang kulihat dengan mata kepala sendiri.

"Petiklah benih yang kau tanam di masa lalu, Prita. Kau dan dia bersenang-senang tanpa memikirkan nasib anak yang tidak berdosa di masa depan," ucapku, suaraku dingin dan penuh penekanan.

Aku tahu Prita hamil beberapa bulan setelah aku memutuskan hubungan dengannya. Mantan temanku yang menjadi selingkuhannya juga tidak mau bertanggung jawab atas kehamilannya. Berkali-kali Prita memohon padaku untuk mengakui anak itu sebagai tanggung jawabku, tapi aku menolak. Sebagai gantinya, aku memutuskan pindah sekolah demi menghindari drama itu.

Transmigrasi Ello (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang