10

856 66 15
                                    

Selesai interogasi, Dazai pergi ke taman bermain semasa kecilnya. Ia berkata pada Atsushi akan pergi sendiri, pada tengah malam ini.

Ketika bulan bersinar terang, menyinari Dazai yang tengah terduduk bersandar di pinggir pohon, mengistirahatkan kepalanya pada lengannya yang ditumpu lututnya.

Mengingat masa kecilnya, ketika Chuuya berbicara padanya, ketika dia berbicara pada Chuuya.

"Chuuya.. aku.. di masa depan nanti.. menikahlah dengan ku! Bersamaku selamanya"

"Oke.. janji ya!"

"Apa kau menangis, Osamu?"
"Apa kau menangis, Dazai?"

Dazai sontak membuka matanya, menyadari sejak tadi seseorang berada di depannya.

Awalnya, ia hanya melihat bayangan seseorang tengah menatapnya, seseorang yang menutupinya dari cahaya bulan yang bersinar terang.

Seseorang yang memiliki suara yang sama dengan lelaki yang menendang pintu besi hingga para polisi itu bisa masuk.

Seseorang yang memiliki gaya suara yang familiar.

Ia mengangkat kepalanya, melihat helaian rambut berterbangan namun tak lepas dari kepala.

Rambutnya panjang, surainya jingga yang familiar sekali, manik biru bercahaya yang selalu ia cari. Pakaian putih tipis, seperti pasien sehabis operasi.

Lelaki itu membungkukkan badannya untuk melihat wajah Dazai yang terbelalak, dengan menyentuh lututnya sebagai penahan tubuhnya. Lelaki itu tersenyum sinis.

"Kau, ternyata cengeng ya?" Ia menatap Dazai yang memiliki manik cokelat kosong tak bercahaya yang menatap dirinya. Namun kembali bercahaya ketika melihat dirinya.

Salju pertama turun saat akhir november. Hal langka yang pernah terjadi. Namun mereka tidak menghiraukan itu.

"Chuu- ya..?" Ia memanggil dengan ragu.

"Apa? Kau tidak percaya aku di hadapanmu?"

Dazai memejamkan matanya, mencoba untuk tidak percaya.

"Ada orang lain berpura pura menjadimu, jadi aku sudah tidak percaya" ia kembali membuka sedikit matanya.

Namun, dibanding saat itu, kali ini Dazai mengeluarkan suatu cairan bening dari matanya. Sudah.. sudah lama sekali ia mengeluarkan air mata, sejak kematian orang tuanya.

"Benar, kau tidak perlu percaya aku. Tapi.." lelaki itu menyentuh rambut cokelat itu, dan mengelus kepalanya.

"Aku percaya pada mu!"

Dazai membelalakkan matanya, masih dengan genangan air di matanya, menatap lelaki bersurai jingga yang selalu ia nantikan.

Sentuhannya terasa nyata, namun dingin, hawanya juga dingin, ia sulit mengatakan bahwa ia yakin bahwa lelaki di hadapannya hidup.

Tetapi, kenyataan bahwa mereka saling bersentuhan, itulah yang membuatnya ingin yakin bahwa dia hidup. Dia pasti masih hidup

Sekali lagi, di bandingkan sebelumnya, kali ini Dazai mengeluarkan sebuah cairan yang dinamakan air mata. Kenapa? Kenapa saat itu bertemu Chuuya yang palsu, ia tidak mengeluarkan hal itu?

Pemilik surai jingga itu menyentuh wajah Dazai, menyeka air mata lelaki di hadapannya. "Jangan cengeng dong, Dazai!"

Dazai menebak jawabannya. Mungkin, karena mataku bisa membedakan, yang mana Chuuya yang asli.

Lelaki jangkung itu tersenyum, sembari menghapus air matanya. Dia berdiri.

"Aku tidak menangis, kau pasti buta" ucapnya tidak bisa menghentikan senyuman.

Find You || Soukoku ✣Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang