Scars
Kembali ke masa sekarang di depan ruang bedah.Beberapa bulan yang lalu, rasanya mustahil bagi Jungsuk menemukan lagi desir hangat dalam dada ketika sebuah pesan pribadi mengetuk halaman media sosialnya, mengaku sebagai saudara dan menyapa dengan panggilan semasa kanak-kanak. Jungsuk hanya ingat bahwa dirinya pernah memiliki seorang kakak bernama Kim Taejun, tapi seiring tahun berganti, kasih sayang, kerinduan, pun kepercayaannya terhadap sosok itu semakin tertinggal jauh di belakang. Pada akhirnya bagi Jungsuk, Kim Taejun hanya kenangan. Yang ia rasakan ketika membaca pesan-pesan dari kakaknya justru amarah dan kekecewaan. Dan amarah itu berkembang menjadi kebencian kala sosok Kim Taejun benar-benar datang kembali dalam hidupnya. Mengapa baru sekarang?
Namun, bagai angin musim semi mencairkan salju beku, Jungsuk tak menyangka apa yang dilakukan Taejun untuknya hari ini sekonyong-konyong menumbangkan dendam yang bercokol di hatinya. Ketika ia memeluk tubuh Taejun yang terluka, ketakutan datang bagai kawan lama.
Tenggelam dalam potongan-potongan kenangan masa kecil yang indah dan pilu membuat Jungsuk tak ingat berapa lama ia duduk di lantai koridor, termenung setelah menangis sendirian. Jungsuk terbangun dari lamunan kala mendengar suara langkah tergesa. Rupanya itu adalah seorang perawat wanita yang tengah berjalan mendekat dengan membawa sekantung cairan merah.
Jungsuk termangu menyaksikan perawat yang tengah berbicara dengan seseorang lewat telepon itu memasuki ruang operasi. Baru setelah wanita yang kira-kira berusia 40 tahunan tersebut keluar dengan raut bingung, otak Jungsuk kembali bekerja. Ia menghentikan langkah si perawat.
"Apa Dokter Kim baik-baik saja?"
"Ah! Anda..." Seolah baru menyadari presensi Jungsuk, suster itu berseru, tapi seruannya terputus kala ia melihat seragam tentara Jungsuk yang berlumuran darah. "Anda orang dari Camp Bonifas, bukan?"
"Iya."
"Tuan, bisakah anda membantu kami menghubungi keluarga Dokter Kim? Dia membutuhkan transfusi darah. Tapi AB+ bukan golongan darah yang mudah didapat, dan kami kehabisan stok hari ini."
Sejenak Jungsuk tergugu mencerna ucapan suster yang begitu cepat. "Bukankah... AB+ bisa menerima semua golongan darah?"
Suster menggeleng. "Memang bisa, tapi kondisi pasien kritis saat ini. Anda tahu aglutinasi? Pembekuan darah. Kami tidak ingin mengambil risiko itu jika pasien menerima transfusi dari golongan darah lain. Itu bisa berakibat fatal."
Pening di kepala Jungsuk semakin menjadi-jadi, tapi tiba-tiba ia ingat satu hal, "T-tunggu. Berapa banyak yang dia butuhkan? Aku sau_ Maksudku.., Suster bisa mengambil darahku. Aku AB+ dan tidak memiliki riwayat penyakit apapun."
"Benarkah? Syukurlah.." Raut tegang perawat wanita tersebut mengendur seketika. "Kalau begitu sebentar, saya akan mengatakan ini pada Dokter Ok."
Setengah jam kemudian Jungsuk kembali ke tempat itu seusai melakukan prosedur donor darah. Tak lama setelahnya, pintu ruang operasi kembali dibuka. Kali ini beberapa tim medis mendorong brankar yang menopang tubuh Taejun, tubuhnya hanya ditutupi sehelai selimut tebal -mereka pasti telah menggunting atau membuang seragam dinasnya untuk keperluan penanganan-. Matanya masih terpejam. Di antara belah bibirnya yang membiru tersemat alat bantu napas yang langsung menuju trakea. Di tubuhnya juga terdapat selang infus, selang transfusi darah, dan entah apa lagi. Jungsuk hampir menyusul rombongan itu ketika matanya menangkap sosok dokter yang ia kenal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rose Petals By The Frontier
General FictionIni kisah tentang kasih sayang, kerinduan, dendam, dan penyesalan. Tentang tiga lapis pagar besi berduri pemutus dua peradaban, pemisah sanak dari saudara, para suami dari istri, serta anak-anak dari orang tuanya. Namun, suatu ketika perbatasan itu...