Warmth Among The WinterSepuluh menit kemudian kondisi Taejun berangsur membaik setelah masker oksigen kembali dipasang dan ia ditangani oleh Sujin sendiri. Taejun mendapat kesadaran yang hampir hilang meski seluruh tenaganya seolah terkuras habis. Masalahnya, kesalah pahaman tak dapat dihindari.
"Demi Tuhan, Kapten Jeon. Apa yang kalian bicarakan sampai dia jadi seperti ini?"
"Guru__"
"Diam dulu."
Sujin fokus melanjutkan pemeriksaan pada saturasi dan tensimeter walau kekesalannya terhadap Jungsuk semakin berlipat-lipat. Seandainya dia tidak sibuk menangani Taejun yang kesakitan dan hampir gagal napas, juga melihat wajah Jungsuk yang tak kalah kalut, dia pasti sudah berteriak melontarkan sumpah serapah.
"Belum sampai tiga jam dia sadar dari koma dan sudah hampir kolaps lagi. Kalau tau begini, aku tidak akan mengizinkan siapapun menemuinya." Dokter itu menggerutu lagi, sedangkan Jungsuk hanya mematung sambil mengumpati diri sendiri dalam hati atas keteledorannya menjaga lisan sehingga membuat kakaknya shock. Tatapan gusarnya tak teralihkan dari Taejun yang tengah memejam, mengatur napas perlahan sesuai instruksi perawat.
"Guru.." Dengan sisa tenaga Taejun bermaksud meluruskan kesalahpahaman Sujin. Suara dalamnya teredam oleh masker oksigen.
"Jangan bicara lagi, Taejun. Paru-parumu belum berfungsi dengan baik. Sebaiknya kau tidur. Perawat Nam, siapkan obat."
"Jangan sekarang."
"Jangan sekarang bagaimana? Ini sudah hampir waktunya__"
"Sujin Hyung... Masih ada.. Yang harus kubicarakan.. Dengan K-Kapten Jeon."
Mendengar panggilan yang hanya akan diucapkan Taejun di waktu-waktu tertentu itu cukup mempengaruhi keteguhan Sujin. Terlebih ketika mata Taejun terbuka sayu, menatap penuh harap padanya.
"Tapi, Taejun__"
"D-dia adikku, Hyung."
"Apa? Siapa?"
"Kapten Jeon."
Sujin menoleh sekilas pada Jungsuk yang masih berdiri tergugu di dekat pintu. "Apa maksudmu?"
"Serius, dia adik kandungku."
Seketika alis Sujin menukik tajam. Sulit mempercayai ucapan rekannya.
"Kami baru bertemu lagi.. Setelah dua puluh tahun."
Detik itu juga kedua alis Sujin terangkat. Pemahaman berderai di benaknya. "Astaga... Jadi ini alasanmu memaksaku untuk merekomendasikanmu masuk Camp Bonifas? Agar bisa menemuinya?"
Taejun mengangguk pelan.
Satu sudut bibir Sujin berkedut, antara tersenyum dan menyeringai ke arah Jungsuk. Kini dia tahu kesamaan golongan darah mereka bukan keberuntungan semata. Ia tercabik antara rasa syukur atas pertemuan Taejun dengan keluarganya dan ingatan betapa buruk Jungsuk memperlakukan anak didik kebanggaannya itu, mengingat betapa keras usaha Taejun untuk lolos seleksi perekrutan combat medic.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rose Petals By The Frontier
Aktuelle LiteraturIni kisah tentang kasih sayang, kerinduan, dendam, dan penyesalan. Tentang tiga lapis pagar besi berduri pemutus dua peradaban, pemisah sanak dari saudara, para suami dari istri, serta anak-anak dari orang tuanya. Namun, suatu ketika perbatasan itu...