The Answer
Rambut ikal yang dulu legam kini telah berganti abu-abu. Kerut keriput telah menghiasi sebagian besar kulit wajahnya. Caranya berdiri pun tak lagi setegap dulu, seolah waktu telah menggerus fleksibilitas tubuhnya. Namun, sang kapten masih bisa mengenali pria tua itu.
Ia tidak datang sendiri. Di belakangnya ada seorang wanita seumuran dengannya dan seorang perempuan muda, mungkin 20 tahunan, menatap bingung pada dua yang saling berhadapan. Jungsuk berasumsi bahwa mereka adalah keluarga baru Yoojun.
"Jung...suk?" Sempat terdiam beberapa detik sembari mengamati wajah pria muda di hadapannya, kedua mata orang itu membola setelah melihat tanda nama pada seragam Jungsuk. "Kau... Jungsuk? Putra Han Eunso?"
"Benar.., Tuan," jawabnya canggung.
Tanpa sadar, keduanya kembali geming dan saling pandang. Naluri Jungsuk mencoba mencari sisa kebencian yang dulu bersemayam di mata Yoojun. Anehnya, hal yang paling ia takutkan semasa kecil itu tak lagi ada, berganti sorot yang tak mampu ia artikan.
"Ah, Tuan pasti datang untuk menemui Dokter Kim. Silakan." Yang lebih muda menunduk hormat sekilas kemudian bergeser dari pintu untuk memberi jalan dan segera menjauh.
"Jadi kau benar-benar ada di Camp Bonifas..," tapi kalimat yang terlontar dari ayah Taejun berhasil menghentikan langkahnya. Mereka pun kembali saling berhadapan. Dan sekali lagi Jungsuk dibuat heran oleh perangai Yoojun yang sama sekali tak menunjukkan intimidasi, malah terkesan hangat dan sendu.
Detik berikutnya, tanpa diduga seulas senyum haru tersungging di bibir si tua. "Ya Tuhan... Akhirnya dia berhasil menemukanmu."
Tak punya gagasan untuk menanggapi, Jungsuk hanya diam.
"Nak.. Apa kau masih punya waktu?"
Maka lima belas menit kemudian mereka telah duduk berdampingan di salah satu bangku taman rumah sakit. Bagaimanapun, Jungsuk tak kuasa menolak permintaan sosok yang dulu sangat melekat dalam hidupnya sehingga ia mau menunggu sampai Yoojun selesai menjenguk putra sulungnya.
"Bagaimana kabarmu, Jungsuk?"
"Saya baik. Anda sendiri?"
Keduanya tak saling pandang, masih diselimuti kecanggungan yang kentara. Yoojunlah yang berusaha mencairkan suasana.
"Seperti yang kau lihat, aku menua," jawabnya di antara tawa kecil yang kaku. "Bagaimana dengan Ibumu?"
Ada jeda saat Jungsuk memandangi kedua tangan di pangkuannya, lalu kembali menerawang ke titik entah dan berucap rendah, "Ibu bahagia."
Yoojun terdengar mengembuskan napas panjang. "Syukurlah." Kemudian ia berdeham dan kembali berbicara. "Jungsukie... Maukah kau memaafkan pria tua ini?"
Yang lebih muda seketika tercekat. Bukan lagi kekecewaan atau kebencian yang mendera hatinya, melainkan sensasi hangat yang membanjiri relung dada. Ia juga dapat melihat kilat-kilat basah di mata lawan bicaranya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rose Petals By The Frontier
General FictionIni kisah tentang kasih sayang, kerinduan, dendam, dan penyesalan. Tentang tiga lapis pagar besi berduri pemutus dua peradaban, pemisah sanak dari saudara, para suami dari istri, serta anak-anak dari orang tuanya. Namun, suatu ketika perbatasan itu...