Abandoned Memories
"Saturasi 81%, tekanan darah 87/70, detak jantung 155__"
"Paru-paru bocah ini kolaps. Ini jelas pneumo-hemothorax. Cepat siapkan ambulans, dan kalau memungkinkan hubungi Rumah Sakit Umum Paju agar mereka menyiapkan ruang operasi," titah Dokter Ok tanpa mengalihkan fokus pada pekerjaannya menutup luka di pinggang Taejun dengan selembar plastik. Selama itu pula ia berusaha keras menahan tangannya yang gemetar, terlebih setelah mengetahui tanda-tanda vital Taejun semakin menurun. Bukan soal profesionalitas, tapi Sujin tak pernah membayangkan bahwa dirinya harus menangani seseorang yang memiliki arti lebih dari sekadar rekan baginya.
Seorang perawat wanita dengan cekatan memasang masker oksigen untuk pemuda itu, sementara perawat lain bergegas keluar untuk memenuhi perintah atasannya menyiapkan ambulans. Namun, langkah pria gempal itu terhenti tepat setelah ia menutup pintu ruang penanganan.
"Perawat, bagaimana Dokter Kim?" Jungsuk masih berdiri di sana lengkap dengan seragam loreng bernoda merah, seperti beberapa menit lalu saat ia memasrahkan tubuh Dokter Kim pada tim medis. Wajahnya pucat pasi.
"Buruk, Kapten. Paru-paru kanannya bocor. Maaf, saya harus menyiapkan ambulans."
Jawaban terburu-buru perawat itu membuat Jungsuk semakin kalut. Kedua kakinya seolah tak mampu lagi menopang beban tubuh. Ia hampir terduduk ketika sebuah mobil ambulans berhenti di depan klinik dan perawat yang tadi melompat keluar dari pintu penumpang, lantas membuka pintu ruang penanganan. Tak lama kemudian sang kapten dapat melihat brankar yang didorong oleh para medis. Di atasnya, tubuh Taejun dibaringkan miring. Kontan saja Jungsuk melangkah, hendak ikut masuk ke dalam ambulans. Namun, dari dalam kabin SUV Dokter Ok sekonyong-konyong menghalau dadanya.
"Tidak perlu pura-pura bersimpati, Kapten Jeon. Bukankah kau sangat terganggu dengan keberadaannya?" Mata Dokter itu menatap nyalang pada kaptennya. Ia tak dapat lagi menutupi kegeraman atas tingkah Jungsuk pada Taejun selama sebulan ini. "Jujur saja aku merasa tersinggung karena kau terus menyebutnya bawahanku." Halauan tangan Sujin berubah cengkeraman pada baju di bagian dada Jungsuk, selaras dengan suaranya yang penuh penekanan. "Dengar, anak muda. Kim Taejun bukan bawahanku. Bagiku, dia adalah adik dan rekan yang paling kubanggakan. Dan sekarang.. Adikku sekarat karena melindungimu."
Setelah pintu ambulans ditutup kasar, air mata Jungsuk kembali jatuh. Untuk berbagai alasan, hatinya benar-benar porak-poranda tanpa dapat ia terjemahkan. Lantas kedua kakinya bergerak mengejar perginya ambulans itu. Ia berlari lintang-pukang ke arah pintu keluar.
Kakakku sekarat. Kakakku sekarat karena melindungiku.
Selintas sudut matanya menangkap barisan mobil operasional. Ia sontak membelokkan langkah untuk menaiki salah satunya, masih bisa mengingat bahwa semua kunci tak pernah dilepaskan dari mobil.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rose Petals By The Frontier
General FictionIni kisah tentang kasih sayang, kerinduan, dendam, dan penyesalan. Tentang tiga lapis pagar besi berduri pemutus dua peradaban, pemisah sanak dari saudara, para suami dari istri, serta anak-anak dari orang tuanya. Namun, suatu ketika perbatasan itu...