Bab 10

153 18 3
                                    

Alana cukup sadar diri kemampuannya di dapur sangatlah payah, kecuali memasak air untuk membuat mie rebus atau menyeduh kopi untuk Shahin.

Iya, menyeduh kopi untuk Shahin. Kalau bukan karena terpaksa dan agak memanyunkan bibirnya, berarti karena ada maunya. Namun untuk hari ini Alana berjanji akan menjadi perempuan baik juga penurut.

Pasalnya, Shahin berjanji akan memberi tiket menonton idol grup yang memang sedang digandrungi oleh sebagian besar masyarakat dari berbagai belahan dunia. Juga, karena memang hari ini Shafira, sang kakak pertama akan datang untuk mengunjungi mereka.

Shahin mengerti, istrinya tidak menguasai apa-apa mengenai peralatan memasak. Maka dari itu, laki-laki itu sudah memesan beberapa resep makanan yang tentu saja menjadi santapan kesukaan Shafira.

Jam berdentang menunjukkan ke angka tiga petang. Shahin menghampiri pintu ketika mendengar deru kendaraan berhenti di iringi bunyi klakson tepat di depan rumahnya. Dan, ya. Sosok yang keluar dari kendaraan itu memang kakaknya, juga keponakannya yang seusia dengan istrinya.

"Bagaimana sekarang?" tanya Shafira tanpa basa-basi sehabis merangkul sesaat pada adiknya.

Shahin tersenyum tipis. "Ya, seperti yang Mbak lihat, tapi sekarang sudah membaik sih."

"Oh, syukurlah," timpal Shafira.

"Ayo masuk, Mbak," ajak Shahin kemudian yang dijawab melalui anggukkan oleh kakaknya.

.
"Al," Shahin menyeru nama Alana yang masih di dalam kamar. "Mbak duduk dulu aja, ya. Aku mau manggil Al dulu,"

Shafira mengangguk lagi. Lantas mendaratkan pinggulnya ke atas sofa panjang berwarna kehitaman. Matanya meliar, melihat interior hunian yang ditempati oleh adik laki-laki satu-satunya itu.

Lalu matanya berhenti sejenak setelah melihat potret gadis dengan rupa yang menurutnya seperti tidaklah asing, hanya saja pakaian gadis itu memang kekinian dengan kulit bersih dan rambut lurus sebatas punggung. Tidak, tidak, lebih tepatnya hanya setengah punggung

Akan tetapi, dari potret itu Shafira yang kelewat tak sabar demi menyapa adik iparnya. Rasa itu perlahan memudar berganti tatapan penuh kebencian.

"Mbak." Shahin berjalan masih menggunakan kruk untuk menghampiri  kakaknya lagi. Kali ini, ada Alana yang turut menyertai mengikutinya dari belakang membawa dua minuman hangat yang ia suguhkan.

Shafira mendongak. Lalu mencoba menenangkan diri dengan langsung berdiri untuk berkenalan dengan adik iparnya.

"Istrimu, Shah?"

Shahin mengangguk, seraya melirik pada Alana dan tanpa segan tangannya meraih sisi bahu Alana untuk ia tarik agar kulit Alana menempel dengan kulit lengannya.

"Iya, Mbak. Ini istriku, Alana." Shahin menyahut penuh percaya diri. Sementara Alana sendiri sudah merutuki sang suami karena menurutnya apa yang ia lakukan sudahlah melewati batas perjanjian.

Namun apa boleh buat, ia tidak memiliki pilihan saat ini kecuali memang menuruti Shahin yang dapat Alana tangkap, raut wajah pria itu sedang menunjukkan suatu kepongahan.

"Oh, baiklah. Kita belum pernah berkenalan, bukan. Saya Shafira kakak sulung Shahin dan ini putri saya, Renata Angelina Soraya. Panggil saja Rena." imbuh sang kakak tersenyum agak kecut.

Lama kelamaan wanita dengan kisaran usia lewat empat puluhan itu langsung tidak betah. Apa lagi harus duduk bersama dengan istri adiknya.

Maka tanpa menerima tawaran Shahin untuk makan bersama terlebih dahulu, Shafira bersama Renata memilih untuk pamit pulang.

                                 💕💕💕

"Sepertinya Mbak Fira nggak suka sama aku, deh," celetuk Alana saat kendaraan milik kakak iparnya itu melesat pergi.

JODOH SI BUJANG LAPUKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang